Mohon tunggu...
Jihan Mawaddah
Jihan Mawaddah Mohon Tunggu... Penulis - Knowledge seeker

Halo, saya Jihan. Lifestyle blogger yang sedang belajar banyak hal. Yuk saling bertukar pengalaman lewat tulisan. Baca tulisan saya lainnya di www.jeyjingga.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengunjungi Makam Tokoh Freemason di Kota Malang

29 Januari 2024   09:58 Diperbarui: 29 Januari 2024   09:59 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Eyken, tokoh Freemason di Kota Malang, bersebelahan dengan makam Istrinya (tanpa nama) (dok.pri)

Dua makam itu berdampingan, seolah memang dibuat demikian. Bukan karena kebetulan.

Salah satunya diberi lambang jangka dan mistar dengan nama yang sudah mulai memudar, lalu di sebelahnya dengan gambar daun accacia tanpa nama.

Kedua makam tersebut dipenuhi dengan tumbuhan liar, dipenuhi nyamuk dan persis ada di bawah pohon yang rindang. Praktis ketika kami menjejakkan kaki di sana, betapa nyamuk-nyamuk yang mungkin jumlahnya ribuan itu menggigiti kami tanpa ampun. Tempatnya agak terpencil dibanding makam-makam Londho yang lain di TPU Nasrani Sukun.

Dulunya, makam ini adalah makam Londho, banyak pula tempat peristirahatan bule-bule alias Londho-londho yang dimakamkan sebelum zaman kemerdekaan. Lalu kini TPU tersebut dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang.

Mengunjungi Makam Eyken, Tokoh Freemason di Kota Malang

Setelah mengunjungi makam Dolly sebagaimana yang sudah saya ceritakan di artikel sebelum ini, kami beranjak ke makam salah satu tokoh Freemason berpengaruh di Kota Malang.

Freemason di tahun 1930-an mulai masuk ke kota Malang yang dibawa oleh orang-orang Eropa. Salah satu tempat yang paling terkenal dan melekat dalam ingatan, sekaligus terekam jelas dalam sejarah atas peninggalan yang pernah ditempati/dijadikan markas oleh Freemason di kota Malang adalah Shalimar Boutique Hotel yang berada di Jalan Cerme, Klojen, Kota Malang.

Sebelum menjadi Shalimar Boutique and Hotel, dulunya gedung tersebut dinamakan Macconieke Lodge yang sengaja dibangun sebagai markas komunitas Freemason di kota ini. Sampai akhirnya Freemason dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dilarang beroperasi pasca kemerdekaan oleh Presiden Soekarno.

Beruntung kemarin kami sempat berkunjung ke jejak-jejak peninggalan yang sampai saat ini menjadi perbincangan, yakni makam Eyken, salah satu tokoh Freemason di kota Malang.

Siapa sebenarnya Eyken ini?

Bersama guide dari DLH dan pihak TPU Nasrani Sukun, disebutkan bahwa Eyken sendiri adalah seorang apoteker terkenal saat itu. Yakni Direktur apoteker di Institusi Kerajaan Hindia-Belanda. Salah satu tokoh yang berjasa dalam penemuan obat PES yang saat itu menjadi wabah yang sangat berbahaya.

Pada makam Eyken tampak begitu jelas gambar jangkar dan mistar (penggaris) siku yang sangat identik dengan lambang Freemason yang sudah menjadi rahasia umum. Lalu siapakah makam di sebelah Eyken dan tanpa nama tersebut?

Menurut penuturan Guide yang menemani kami saat itu, di sebelah makam Eyken adalah makam istrinya. Namun tak diketahui hingga saat ini asal usul istrinya tersebut, termasuk nama dan juga keturunan mana. 

Arti Daun Akasia di Makam Tanpa Nama Freemasonry

Sebagaimana yang telah teman-teman lihat dalam gambar, bahwa lambang tersebut seperti daun Accacia, dimana daun tersebut melambangkan "immortality of soul" yakni sebuah simbol yang juga turut hadir di kalangan Freemasonry.

Akasia sendiri menjadi pohon istimewa bagi orang-orang Yahudi. Dalam bahasa Ibrani, akasia dilafalkan sebagai "Shitim", dalam hal ini Tuhan memerintahkan Musa untuk menggunakan pohon Akasia tersebut untuk membangun sebuah Tabut Perjanjian. 

Nah, Tabut Perjanjian ini adalah tempat dimana Musa meletakkan loh batu yang memuat sepuluh perintah Allah. 

Untuk makna Akasia itu sendiri, telah disebutkan dalam laman freemason.com, dan tak heran jika lambang daun Akasia ini menjadi salah satu simbol di makam orang-orang Freemason.

Telah diterjemahkan dari laman asli freemason.com, Akasia memiliki makna yang begitu dalam bagi mereka. 

Setidaknya selama dua ratus tahun dan mungkin lebih lama lagi, setangkai akasia telah menjadi ajaran utama Freemasonry. Kuburan bukanlah akhir dari segalanya. Tubuh akan mati dan membusuk, namun sesuatu yang "memiliki kesamaan terdekat dengan apa yang meliputi seluruh alam dan yang tidak pernah, tidak akan pernah mati," bangkit dari kubur menjadi salah satu dari kumpulan besar yang telah mendahului kita. Kesalahan dapat membunuh, begitu pula kejahatan dan keserakahan yang egois, namun tidak secara permanen. Apa yang benar dan adil serta baik tidak dapat dihancurkan. Tubuhnya mungkin dibunuh, hilangnya mungkin terpengaruh, sampah Bait Suci dan kuburan sementara mungkin menyembunyikannya untuk sementara waktu, tetapi di mana sesuatu yang fana dikuburkan, di sana tumbuh setangkai akasia yang selalu hijau dan hidup -- tidak ada akasia semakin kecil kemungkinannya bahwa itu adalah ranting rohani, suatu tanaman yang bukan berasal dari bumi, yang bersifat duniawi.

Tak heran ya, makam tanpa nama yang memiliki simbol daun Akasia tersebut menarik perhatian kita. Ternyata, begitulah maknanya. Tanaman yang diyakini tidak berasal dari bumi dan jauh dari sifat duniawi. Sebagaimana ajaran Islam bahwa kuburan bukanlah akhir dari segalanya.

Justru menjadi pintu menuju alam yang kekal abadi, yakni akhirat untuk kemudian menuju surga atau neraka. Kuburan menjadi salah satu perjalanan panjang kita setelah kematian, setelah roh berpisah dengan badan. 

Referensi :

freemason.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun