Mohon tunggu...
Jihan Mawaddah
Jihan Mawaddah Mohon Tunggu... Penulis - Knowledge seeker

Halo, saya Jihan. Lifestyle blogger yang sedang belajar banyak hal. Yuk saling bertukar pengalaman lewat tulisan. Baca tulisan saya lainnya di www.jeyjingga.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Naik Haji Gratis Beberapa Kali, Kok Bisa?

9 April 2023   21:16 Diperbarui: 9 April 2023   22:11 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mungkin hari ini, aku ngga bisa ikut darmawasita dengan teman-teman. Tapi aku yakin, Allah akan memberikan hikmah dan balasan jika aku bersabar atasnya, insyaAllah." 

Itu doa Ayah saya, saat usia sekitar 17 tahun, ia tak bisa ikut rekreasi dalam rangka perpisahan sekolahnya. Alasannya bukan karena tidak diperbolehkan, tapi memang tak ada biaya untuk itu. Padahal rekreasinya hanya ke kolam pemandian yang letaknya hanya 20 kilometer dari kota tempat Ayah saya tinggal. Tapi apalah daya, beliau tak mampu.

Jangankan untuk rekreasi perpisahan, untuk bayar sekolah saja Ayah saya harus ikut membantu Emaknya berjualan kue basah di pasar. Jadi Ayah saya berangkat sambil membawa nampan berisi jajanan untuk diantar ke kios-kios pasar. Sepulang sekolah, Ayah mengambil nampan tersebut sekaligus juga untuk mengambil uang hasil penjualan.

Kalau untuk sekolah saja beliau harus ikut "bekerja", bagaimana untuk rekreasi?

Diundang Langsung oleh Allah Menuju Baitullah

Saat Ayah saya diterima di perguruan tinggi pun, beliau juga membiayai dirinya sendiri untuk itu. Mengajari anak-anak dari rumah satu ke rumah lain. Mengajar ekstrakurikuler dari satu sekolah ke sekolah lain, hingga Ayah saya hanya punya dua helai baju untuk dipakai bergantian karena memang honornya sebagai guru les privat hanya cukup untuk bayar kos, makan sehari-hari yang amat sangat sederhana, dan juga biaya kuliah.

Itu semua memang keinginan Ayah yang ingin mengubah nasibnya sebagai tukang sepatu di waktu libur sekolah dan juga sebagian pekerjaan yang memang digeluti oleh orang-orang di kampungnya. Begitu mereka lulus SMA, pekerjaan yang paling menjanjikan saat itu adalah sebagai tukang sepatu. Penghasilannya sudah seperti penghasilan pegawai pabrik rokok.

Namun Ayah saya punya keinginan lain, yakni ingin sekolah setinggi-tingginya dan meraih cita-citanya sebagai seorang guru hingga dosen.

Alhamdulillah di usia Ayah saya yang ke-38, beliau diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Hidup jadi lebih tertata, Ayah tak lagi memberi les sana sini, mencari penghasilan tambahan kemana-mana untuk menghidupi anak dan istrinya. Alhamdulillah pula, di usia tersebut kami bisa tinggal bersama "di rumah sendiri".

Saat itu Ayah belum bisa "kemana-mana" karena sibuknya pekerjaan yang dijalani. Namun doa beliau masih tetap sama. Agar rekreasi yang dulu sempat tidak bisa dinikmati digantikan oleh Allah bisa berwisata sekaligus beribadah ke Baitullah.

Janji Allah pada hambaNya yang bersabar dan terus berusaha tanpa mengenal putus asa tersebut akhirnya diijabah. Kita tahu bahwa ketika doa kita langitkan ada beberapa kemungkinan yang terjadi. 

Yakni Allah sedang menahannya karena akan memberikan hadiah lebih indah dan lebih dari yang kita butuhkan. Atau mungkin saja Allah akan langsung mengabulkannya saat itu juga. Atau Allah memang ingin menunda hadiah tersebut untuk diberikan nanti di akhirat.

Jadi mungkin karena keyakinan itulah Ayah saya tak pernah merasa kecewa maupun nelangsa, karena Ayah yakin bahwa doanya akan diterima dan akan dikabulkan oleh Allah meskipun tidak saat itu juga. 

Allah ternyata punya rencana lain memang. Di usia Ayah yang tak lagi muda tersebut sudah dipercaya sebagai kepala rombongan jamaah haji sekaligus menjadi pembimbing ibadah haji untuk jamaah haji Indonesia. Sehingga untuk pergi ke Baitullah sebanyak delapan kali tidak perlu membayarnya sama sekali.

Saya takjub dengan keyakinan dan bentuk tawakkal Ayah pada Allah. Tak heran karena itulah Allah memberikan hadiah terbaik dan terindah saat itu. Saya jadi ingat pesan beliau bahwa ketika menjadi seorang pembelajar, seorang ibu bahkan ketika nanti menjadi seseorang yang terkenal dan rupawan, tidak boleh terlepas dari Quran dan salat malam.

Karena itulah sesungguhnya senjata kita sebenarnya. Bahkan ketika Allah berkehendak, nikmat itu pun akan tumbuh berkali-kali lipat dan menjadikan kita sebagai seseorang yang senantiasa bersyukur, rendah hati dan istikamah untuk terus berada di jalannya Allah. Istikamah dalam kebaikan, serta istikamah untuk terus berharap dan mengimani akan rencana indah Sang Pencipta. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun