Yakni Allah sedang menahannya karena akan memberikan hadiah lebih indah dan lebih dari yang kita butuhkan. Atau mungkin saja Allah akan langsung mengabulkannya saat itu juga. Atau Allah memang ingin menunda hadiah tersebut untuk diberikan nanti di akhirat.
Jadi mungkin karena keyakinan itulah Ayah saya tak pernah merasa kecewa maupun nelangsa, karena Ayah yakin bahwa doanya akan diterima dan akan dikabulkan oleh Allah meskipun tidak saat itu juga.Â
Allah ternyata punya rencana lain memang. Di usia Ayah yang tak lagi muda tersebut sudah dipercaya sebagai kepala rombongan jamaah haji sekaligus menjadi pembimbing ibadah haji untuk jamaah haji Indonesia. Sehingga untuk pergi ke Baitullah sebanyak delapan kali tidak perlu membayarnya sama sekali.
Saya takjub dengan keyakinan dan bentuk tawakkal Ayah pada Allah. Tak heran karena itulah Allah memberikan hadiah terbaik dan terindah saat itu. Saya jadi ingat pesan beliau bahwa ketika menjadi seorang pembelajar, seorang ibu bahkan ketika nanti menjadi seseorang yang terkenal dan rupawan, tidak boleh terlepas dari Quran dan salat malam.
Karena itulah sesungguhnya senjata kita sebenarnya. Bahkan ketika Allah berkehendak, nikmat itu pun akan tumbuh berkali-kali lipat dan menjadikan kita sebagai seseorang yang senantiasa bersyukur, rendah hati dan istikamah untuk terus berada di jalannya Allah. Istikamah dalam kebaikan, serta istikamah untuk terus berharap dan mengimani akan rencana indah Sang Pencipta.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H