Mohon tunggu...
Akhri Jetendra Djachrir
Akhri Jetendra Djachrir Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Sutradara Itu Berinisial SBY"

15 Desember 2013   07:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:55 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Makin pagi datang, Mata ini makin melek"

kutulis di Personal Message smart phoneku pagi ini.

seperti biasanya di Ahad, 15 Desember 2013 mata ini tak kunjung terpejam lagi akibat gejolak pikiran seakan terbakar di tengah-tengah derasnya hujan yang mengguyur Kota Makassar.
dan lagi, salah satu acara stasiun TV subuh ini yang menjadi tersangka dari kejadian yang menimpaku subuh tadi.

berita-berita yang diberitakan oleh media tentang kejahatan-kejahatan Individu dan Sosial di Negeriku ini seakan menjadi teguran untukku dan mungkin bisa saja itu untuk anda juga.

seketika saya teringat dengan kutipan seorang kakak yang dekat dengan saya, dia pernah berkata:

"Bahawa di Negeri ini Tuhan hanya ada di mulut, tidak pada pikiran dan hati" #A.Zulkarnain

* * *

Aku rindu cerita Almarhum nenek (Al-Fatiha untuk Beliau), ketika dia menceritakan bagaimana Indonesia ketika terjajah, bagaimana keadaan rakyat Indonesia saat itu, dan bagaimana para tokoh-tokoh kemerdekaan memperjuangkan INDONESIA, sungguh jika sekiranya mesin waktu itu ada, mungkin saya akan kembali ke masa itu. Cerita dari almarhum nenek ini selalu menjadi pengantar tidurku, hingga nenek harus pergi untuk menghadiri panggilan ILAHI (Semoga nenek salah satu hamba yang di rindukan oleh sang Khalik). Umurku tepat 10 tahun saat itu.

* * *

Tapi berbeda saat ini, dimana cerita tentang Negeri ini tak seindah lagi dengan cerita Almarhum nenek. dongeng-dongeng itu telah tergantikan oleh dongeng-dongeng salah satunya adalah Dongeng para pemimpin yang korup di negeri ini, #Birokrasi ( Biro + crazy).

'kegilaan-kegilaan' ini mengingatkanku pada potongan percakapan dari sahabat saya Fadlan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun