Jangan menyampaikan hal-hal yang dapat membuat anak merasa takut. Sebaliknya, tunjukkan sikap dan perilaku yang optimis bahwa hari yang akan datang akan lebih baik. Yakinkan pada anak untuk mengetahui bahwa mereka akan tetap aman dengan bantuan dan perlindungan yang tersedia.
3. Mengedukasi anak mengenai bencana
Fakta mengenai bencana dapat menjadi suatu pengetahuan dan wawasan baru bagi anak. Sampaikanlah dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan dapat dipahami oleh anak. Misalnya, penyebab terjadinya gempa atau cara melindungi diri dan orang lain bila gempa terjadi lagi. Hal ini akan membantu anak untuk merasa lebih berdaya dan percaya diri untuk mengatasi masalah-masalah akibat bencana yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.Â
4. Menciptakan rutinitas sederhana bagi anak
Meminta anak untuk melakukan rutinitas, apalagi saat tinggal di tempat pengungsian merupakan hal yang agak sulit. Namun, hal ini dapat dimulai dengan memberlakukan rutinitas sehari-hari seperti jam makan dan jam tidur. Selain itu, berikan waktu pada anak untuk tetap berinteraksi dan bermain dengan teman-temannya. Dengan menjalankan rutinitas dapat membantu mengurangi rasa cemas atau kebosanan  yang mungkin dirasakan oleh anak karena kehilangan mainan yang dimiliki atau karena ditutupnya sekolah.Â
Saya tertarik dengan salah satu postingan di akun Instagram @bkkbnofficial tentang pemulihan trauma yang dilakukan untuk anak-anak di Lombok.Â
Ulasan di atas menunjukkan bahwa pemerintah bekerjasama dengan mitra dalam memberikan pelayanan psikologis bagi anak-anak korban bencana alam dengan metode yang menarik; mendongeng, menggambar dan menuliskan harapan dan impian anak (storyboard). Kegiatan ini kelihatan sederhana, namun mampu memfasilitasi anak untuk menyuarakan perasaan dan harapannya. Seorang anak bahkan tampak optimis saat menuliskan, "Harapan saya ingin rumah kembali".Â
Apakah yang dapat kita lakukan bagi mereka? Maukah kita peduli dan berbagi?
***