Mohon tunggu...
Jessyka Malau
Jessyka Malau Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Penikmat musik dan kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Takut, Dihindari atau Dihadapi?

4 Juli 2018   22:07 Diperbarui: 6 Juli 2018   00:05 3976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apakah yang membuat Anda takut? Lalu, apa yang Anda lakukan saat takut?"

Manusia memiliki enam emosi dasar yaitu bahagia, sedih, marah, terkejut, jijik dan takut. Takut adalah salah satu emosi yang implikasinya sangat luas dan sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. 

Takut berarti adanya respon tubuh terhadap sesuatu yang dianggap berbahaya atau mengancam, baik secara fisik maupun psikologis. Sebenarnya, takut tak selalu berarti buruk. Justru, sesungguhnya kita membutuhkan takut sebagai suatu alarm yang memberikan pertanda bahwa dalam situasi tertentu, kita harus melakukan sesuatu untuk melindungi diri sehingga dapat bertahan hidup.

Faktanya, beberapa orang merasa takut berlebihan dengan alasan yang tak masuk akal. Ketakutan itu muncul ketika dihadapkan dengan situasi atau objek yang biasa dan tak berbahaya bagi orang lain pada umumnya. 

Misalnya, takut ketinggian, takut gelap, takut akan ruang tertutup, takut berada di tempat umum, takut naik pesawat. Bahkan ada juga yang takut dengan objek tertentu seperti cicak, kucing, kecoa, pisang, balon dan lain sebagainya. Situasi atau benda tersebut sebenarnya tidak mengancam nyawa, namun tetap saja rasa takut itu muncul.

Saya punya seorang teman memiliki takut yang irasional (fobia) terhadap objek kucing. Apabila ia melihat gambar kucing, tubuhnya menunjukkan respon menolak seperti perut terasa mual, keringat dingin dan berusaha menyingkirkan gambar itu. 

Ketika ditelusuri  lebih lanjut, ternyata teman saya pernah menyaksikan langsung seekor kucing yang dilindas mobil hingga mati saat ia masih SD. Pengalaman itu mungkin sangat menakutkan baginya dan sangat membekas di memorinya.

Di dalam bidang psikologi, apabila seseorang dinilai mengalami fobia yang mengganggu keberfungsian hidup (dalam pekerjaan, relasi, sosialisasi), maka ia dianjurkan untuk mencari penanganan dari tenaga profesional, salah satunya psikolog. Fobia dapat ditangani dengan terapi psikologis dengan menggunakan berbagai pendekatan sesuai kondisi dan kebutuhan klien.

Mungkin beberapa berkata, "Wah, saya kan tidak termasuk kategori fobia". Baiklah, kalau begitu. Rasa takut yang Anda alami tidak ekstrim, tapi peristiwa berikut ini pernah Anda temukan atau alami dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam menjalin relasi atau kedekatan emosional dengan orang lain, ada yang merasa takut jatuh cinta, takut untuk berkomitmen, bahkan takut menikah. Ketakutan itu muncul karena ada keyakinan bahwa ia akan ditolak, tidak diterima, dikecewakan, atau ditinggalkan oleh orang yang dicintai. Akhirnya, ia memutuskan untuk hidup sendiri sebab rasanya lebih nyaman dan aman. 

Memilih menghindari membangun relasi sama sekali daripada kelak akan berujung pedih. Meskipun dalam hati kecilnya, terbersit suatu kerinduan untuk dapat hidup bersama dengan orang yang dikasihi.

Di sisi lainnya, ada juga yang malah takut bila hidup sendiri. Takut bila tidak ada teman berbagi dan memadu kasih. Alhasil, dia berusaha untuk menjalin relasi dengan siapa saja sosok yang dapat memenuhi kebutuhannya. Meskipun ia sering disakiti dan terluka, ia akan tetap mempertahankan hubungan tersebut. Alasannya sederhana, ia takut hidup sendirian.

Dalam berinteraksi, ada yang takut untuk jujur dan mengakui sesuatu, namun ada juga yang takut bila harus menyimpan rahasia seumur hidup. Ada yang takut mengecewakan orang lain sehingga tidak berani untuk berkata "tidak" ; namun ia juga takut dengan rasa lelah yang timbul sebagai seorang "yes man" (seorang yang selalu mengiyakan permintaan orang lain)

Dalam bekerja, mungkin ada yang pernah mengalami rasa takut dalam memikul tanggung jawab yang besar, tapi ia juga takut juga bila tidak dipercayakan suatu pekerjaan penting dan strategis. 

Takut saat keluar dari zona nyaman, tapi ada juga yang takut bila bosan saat menjalankan rutinitas yang monoton. Kadang, ada yang takut untuk mengambil pilihan, tapi takut juga apabila nanti menyesal karena tidak berani menentukan pilihan sejak awal. 

Semua orang pernah merasakan takut. Salah satu penyebab takut muncul adalah adanya trauma atau pengalaman buruk yang menyakitkan dan membekas yang terjadi di masa lalu. 

Kondisi ini seringkali tidak disadari (unconscious) dan biasanya mekanisme yang terjadi adalah menghindari situasi atau objek yang menimbulkan takut tersebut. Misalnya, seorang yang memghindari menjalin romansa karena merasa sangat terluka akibat pengalaman gagal menikah sebelumnya.

Bukankah takut adalah hal yang wajar? Ya, benar. Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa takut adalah emosi dasar yang sudah ada di dalam diri manusia sejak lahir. Tak ada seorangpun di dunia ini yang hidup tanpa takut. Hanya saja, saat mengalami takut, apa yang harus kita lakukan?

Dihindari atau Dihadapi

Secara alamiah, manusia memang menghindari rasa sakit. Oleh sebab itu, menghindar merupakan respon paling umum  saat kita dihadapkan dengan sesuatu hal atau kejadian yang dianggap menyakitkan. Ironisnya, menghindar tidak akan bisa menyelesaikan takut, justru semakin memperkuat rasa takut tersebut. Lalu apa yang dapat kita lakukan?

  1. Mengenali dan mengidentifikasi rasa takut. Kita perlu berlatih untuk peka mengenali bagaimana reaksi tubuh kita saat takut. Rasa takut tidak untuk ditolak atau diabaikan, tetapi disadari. Misalnya perut terasa mual, detak jantung meningkat, otot sekitar leher dan bahu menjadi tegang, kaki gemetar, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kita dapat lebih memahami "pesan tersirat" di balik takut itu dan mengevaluasi kondisi yang menyebabkan munculnya takut itu.
    Selanjutnya, kita mulai menarik nafas dalam dengan hitungan teratur untuk menimbulkan sensasi relaks pada tubuh. Misalnya, seseorang yang takut berbicara di depan orang yang baru ia temui. Menyadari dan mengenali rasa takut kemudian menarik nafas dengan teratur dapat membantu mengurangi rasa cemas dan takut.
  2. Menghadapi atau melawan rasa takut. Maju dan hadapilah rasa takut itu. Keberhasilan dalam menghadapi rasa takut akan memberikan penguatan dan meningkatkan pencapaian sehingga menimbulkan rasa percaya diri dan keberanian. Bila kelak kita dihadapkan dengan situasi yang sama, maka kita memiliki memori dan penguatan bahwa,

"Saya sudah pernah berhasil melalui hal ini, jadi saya bisa melakukannya lagi saat ini."

"Saya tahu ini sulit, tapi ini bukan suatu yang mustahil untuk dihadapi."

"Dunia belum berakhir, meskipun masalah silih berganti..."

Setiap kali muncul rasa takut akan sesuatu yang tidak pasti, yang sulit dimengerti bahkan menyakitkan hati, maka saat itulah kita menyadari keterbatasan sebagai manusia. Sejatinya, manusia adalah ciptaan yang dianugerahkan emosi sekaligus akal budi oleh Sang Pencipta. Kita diijinkan merasakan, menyadari dan menghadapi rasa takut.

Seperti gambar di bawah ini, takut atau FEAR (dalam bahasa Inggris) dapat berarti: 

Forget Everything And Run. Lupakan semuanya dan Larilah! Atau Face Everything And Rise. Hadapi Semuanya dan Bangkitlah!

The choice is yours. Pilihannya ada di tangan Anda.

Mari memilih dengan bijaksana!

(brightside.me)
(brightside.me)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun