Seorang Pahlawan di Tepi Jalan: Kisah Tukang Tambal Ban yang Dibayar Seikhlasnya
Di tepi jalan di daerah Gebang, Jember, terdapat seorang pahlawan sederhana yang mendedikasikan hidupnya untuk bekerja. Untuk menambal ban dia tidak mematok harga kepada pelanggan. "Boleh membayar seikhlasnya" katanya dengan tersenyum lembut.
Di usianya yang senja dia tetap memiliki semangat yang membara. Pak Ali, seorang tukang tambal ban berusia 70 tahun, yang lahir pada tahun 1954. Meski sudah berada di usia yang terbilang sudah lanjut, tidak membuatnya berdiam diri menunggu bantuan belas kasihan dari orang lain dan tetap semangat kerja.
Dalam bekerja, beliau setiap hari mangkal di bawah rimbunnya pohon di depan rumah seseorang yang sudah dipercayakan untuk menyimpan alat-alat bengkelnya. Tempat yang strategis untuk membuka usaha. sebab, di sekelilingnya tidak ada pesaing bengkel lain.
Beliau mengaku mulai  bekerja dari saat matahari tepat diatas kepala hingga tengah malam dengan peralatan seadanya. Menurutnya jika bekas pun tak masalah asalkan barang-barang tersebut dirawat dengan baik.
Kariernya sebagai penambal ban sudah dimulai sejak 18 tahun lalu, sejak awal dia tidak pernah pindah tempat mangkal.
Mula-mula beliau mengawali karirnya sebagai penambal ban bakar. Metode ban bakar ini banyak dijumpai di sejumlah titik-titik di Kota Jember, ban bocor akan ditambal dengan karet hitam yang ditekan oleh lempengan besi, sementara di bagian bawah lempengan dipanaskan menggunakan bara api agar karet melekat pada bagian ban dalam yang bocor.
Beliau tidak pernah menyebutkan nominal pengunjung yang datang tidak menentu. kadang kala hanya 1-5 orang atau bahkan tidak ada sama sekali, meskipun begitu beliau tidak pernah mengeluh ataupun meratapi nasibnya, lelaki paruh baya itu sudah bisa tersenyum lega atas penghasilan yang didapatkannya meski hanya cukup menutupi biaya makan beberapa hari, bahkan terkadang pulang dengan tangan kosong.
Beliau bekerja dari siang hingga malam dengan bermodal peralatan sederhana dan hanya beratapkan payung. Beliau lakukan itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Penghasilan yang diperoleh tidak menentu, terlebih lagi Pak Ali telah mengubah konsep membayar dalam dunia yang serba materi menjadi suatu yang lebih bernilai.Â
Sejak kepulangan istrinya ke pangkuan Yang Maha Kuasa 3 tahun lalu, beliau memutuskan untuk hidup sendiri tanpa ingin merepotkan anak-anaknya, menurutnya beliau masih jika masih bisa menghidupi dirinya sendiri kenapa harus merepotkan anak-anaknya.
Anak-anak pak Ali sudah berulang kali meminta beliau untuk tinggal bersama mereka, dan jawaban pak Ali tetap sama sejak awal. Pak Ali berkata beliau akan tinggal bersama anaknya jika beliau sudah tidak mampu untuk berdiri sendiri. Pak Ali menjalani kehidupannya dengan penuh kesederhanaan dan keikhlasan bahkan dalam kesehariannya makan nasi karak pun tak masalah untuk mengganjal perut laparnya.
Saat itu jam telah menunjukkan pukul 13.20 WIB, wajahnya tampak begitu ramah. Disambutnya setiap orang yang datang, apapun keperluan orang tersebut.
Ada kalanya yang datang hanya bersapa ria, ada pula yang datang sekedar bertanya ringan, dan adapula mereka yang datang lengkap membawa ban sepeda motor bocor atau kempes.
Pak Ali berpesan bagaimanapun hidupmu nanti jangan lupa untuk bersyukur, dan harus bersabar untuk menghadapi banyak orang, karena menurutnya ada banyak orang pandai tapi tidak memiliki hati.
Pak Ali, seorang tukang tambal ban yang tidak pernah mengeluh akan takdir hidupnya. Beliau menjalani hidupnya dengan ikhlas. Pak Ali, tersenyum dengan bangga dan hati yang penuh sukacita. Meskipun dia mungkin hanya seorang tambal ban dan hidup seorang diri, dia menyadari bahwa tindakan sederhananya dapat memberikan harapan dan kebahagiaan kepada orang lain.
Ia terus melanjutkan pekerjaannya dengan semangat yang sama, menyentuh hati orang-orang dengan setiap ban yang diperbaikinya.
Keputusan Pak Ali untuk menerima pembayaran seikhlasnya adalah simbol bahwa kebaikan tidak harus diukur dengan uang.
Ia mengajarkan kepada kita bahwa ada nilai yang lebih besar dalam memberikan pertolongan kepada orang lain tanpa memandang status atau kemampuan finansial mereka.
Ia memberikan harapan kepada mereka yang sedang dalam kesulitan dan mengingatkan kita akan pentingnya saling peduli dan membantu di dunia ini.Â
Kisah Pak Ali adalah pengingat bahwa di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, ada kebaikan yang bersinar di tepi jalan.
Keputusannya untuk menerima pembayaran seikhlasnya menunjukkan bahwa tidak ada batasan dalam hal memberikan kebaikan dan pertolongan kepada orang lain.Â
Kami sangat merasa senang bisa bertemu Pak Ali, karena dari beliau kami belajar jika kita harus mensyukuri hidup dan nikmat dari Allah, serta menjadi seseorang yang rendah hati dan selalu berbaik sangka kepada orang lain.Â
Dalam setiap kisah pahlawan, kita seringkali membayangkan sosok yang gagah berani berperang melawan musuh yang kuat, menghadapi bahaya yang menakutkan.
Namun, sebenarnya ada banyak pahlawan yang tidak hanya berperang dengan senjata, tetapi juga dengan kebaikan hati mereka.
Salah satu contohnya adalah tukang tambal ban, seorang pahlawan sehari-hari yang tidak hanya memperbaiki kendaraan, tetapi juga menyelamatkan mobilitas dan kehidupan banyak orang.Â
Terima kasih Pak Ali. Semoga kebaikan yang telah Pak Ali berikan diberikan ganjaran yang setimpal.
Sehat selalu Pak Ali, sampai bertemu di waktu terbaik menurut kehendak-Nya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H