Mohon tunggu...
Jessica Nathania
Jessica Nathania Mohon Tunggu... Mahasiswa - an undergraduate veterinary student at Universitas Airlangga

Saya seorang mahasiswi baru yang sedang beradaptasi dengan kehidupan perkuliahan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pencegahan Infeksi Gastrointestinal pada Babi dalam Menjaga Kepercayaan Konsumen

13 Juni 2024   20:57 Diperbarui: 13 Juni 2024   22:00 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Ternak babi dipelihara untuk tujuan penyedia sumber protein hewani, menambah pendapatan, lapangan pekerjaan, tabungan serta penghasil pupuk. Babi dianggap sebagai salah satu sumber daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki karakteristik yang menguntungkan, seperti pertumbuhan yang cepat, reproduksi yang produktif, efisiensi dalam penggunaan pakan, serta kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan pakan. Namun, peternak babi harus memperhatikan sistem pemeliharaan yang baik untuk memastikan daging babi yang berkualitas dan mencegah berbagai penyakit yang dapat mengurangi produktivitas dan kesehatan babi. Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah infeksi endoparasit, seperti cacing, yang dapat merugikan performa dan kesehatan babi.

Salah satu faktor utama yang menghambat efisiensi produksi babi adalah infeksi gastrointestinal, di mana babi terkena cacing-cacing yang menyerang saluran pencernaan mereka. Jenis cacing nematoda yang umum menginfeksi babi termasuk Ascaris suum, Trichuris suis, Strongyloides ransomi, dan berbagai jenis cacing dari ordo Strongylida seperti Oesophagostomum dentatum, Oesophagostomum quadrispinulatum, Hyostrongylus rubidus, dan Globocephalus urosubulatus. Di daerah perkampungan Papua, babi sering dipelihara secara bebas, di mana mereka menggali tanah dengan mulutnya untuk mencari makanan seperti cacing atau rumput, yang kadang-kadang mengakibatkan mereka menelan telur cacing secara tidak sengaja.

Telur cacing ini kemudian menetas di lingkungan yang lembab dan berubah menjadi stadium infektif, dan jika telur ini tertelan oleh babi, mereka akan menetas dan berkembang menjadi cacing dewasa di saluran pencernaan. Penularan cacing gastrointestinal pada babi sering terjadi melalui konsumsi larva cacing yang terdapat dalam makanan atau air minum yang terkontaminasi oleh feses babi.

Telur cacing nematoda gastrointestinal yang ditemukan dalam sampel feses babi memiliki ciri-ciri morfologi yang membedakannya. Sebagai contoh, telur cacing Ascaris suum, yang umumnya ditemukan pada babi, memiliki bentuk oval dengan permukaan bergerigi kecil, berwarna coklat muda, dan dinding tebal. Menurut penelitian Matsubayashi et al. (2009), morfologi telur Ascaris suum terdiri dari bentuk oval pendek dengan panjang sekitar 50–70 mikron dan lebar 40–50 mikron. Namun, telur cacing ini terkadang kehilangan lapisan protein pada dindingnya, membuatnya sulit untuk diidentifikasi.

Telur cacing Strongyloides, jenis lain yang sering menginfeksi babi, memiliki bentuk elips atau lonjong dengan dinding telur yang tipis dan terdapat embrio larva cacing di dalamnya. Levine (1994) menyebutkan bahwa telur Strongyloides ransomi, spesies yang umum ditemukan pada babi, memiliki ukuran sekitar 45–55 mikron panjangnya dan 26–35 mikron lebarnya. Sementara itu, telur cacing Trichuris, yang ditemukan pada babi, memiliki warna kecoklatan dan bentuk seperti tempayan dengan operkulum di kedua kutubnya. Dinding telurnya terdiri atas dua lapisan, dengan bagian dalam yang jernih dan bagian luar yang berwarna kecoklatan. Ukuran telur Trichuris suis, spesies yang umum pada babi, adalah sekitar 50–56 mikron panjangnya dan 21–25 mikron lebarnya.

Terakhir, telur cacing tipe Strongyle, seperti yang ditemukan pada babi, memiliki bentuk yang mirip di antara spesies-spesiesnya, seperti Oesophagostomum dan Hyostrongylus. Telur-telur ini berbentuk lonjong dan memiliki segmen embrio di dalamnya. Lee (2012) mencatat bahwa telur-telur tipe Strongyle sering sulit untuk dibedakan karena morfologinya yang serupa di antara spesies-spesiesnya.

Morfologi cacing gastrointestinal dewasa pada usus babi merupakan bentuk bulat silindris, bilateral simetris, dan tidak beruas/bersegmen. Ascaris suum jantan berukuran lebih kecil dibandingkan betina, dengan panjang tubuh yang berkisar 21,3-33,4 cm dan diameter tubuh berkisar 0,3-0,5 cm. Warna tubuh berkisar coklat dan keputihan. Trichuris suis memiliki panjang tubuh 2-3 cm, diameter tubuh 0,4 cm, dan warna tubuh putih. Strongyloides ransomi memiliki panjang tubuh 1-2 cm, diameter tubuh 0,3 cm, dan warna tubuh putih. A. suum, T. suis, dan S. ransomi memiliki alat penghisap (sucker) dan ekor yang bulat. Cacing gastrointestinal dewasa pada usus babi dapat diketahui melalui pengamatan makroskopis dan mikroskopis, seperti pada Gambar 1a dan 1b.

Gejala klinis pada babi yang terserang parasit cacing gastrointestinal nematoda dapat bervariasi, tergantung pada tingkat infestasi dan jenis cacing yang menginfeksi. Babi yang terinfeksi cacing gastrointestinal cenderung mengalami penurunan nafsu makan, gangguan pertumbuhan, dan penurunan efisiensi konversi pakan. Diare dan kematian babi dapat muncul pada tingkat infestasi yang parah, sementara kondisi fisik, seperti bulu yang kasar dan kekurusan, dapat menjadi tanda infestasi cacing. Penting untuk mengidentifikasi jenis cacing yang menginfeksi babi guna mengambil tindakan yang sesuai, terutama karena beberapa spesies cacing juga dapat menular pada manusia. Pemantauan dan pengendalian infestasi cacing sangat penting untuk kesehatan ternak dan manusia.

Adanya infeksi Ascaris suum pada babi tidak menutup kemungkinan dapat menginfeksi manusia yang mengkonsumsi daging tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian (Tolistiawaty et al, 2016) di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah yang menyatakan bahwa cacing jenis Fasciola sp., Ascaris sp. dan Trichuris sp. merupakan kelompok cacing yang bersifat zoonosis.

Pengobatan dan pencegahan penyakit dari parasit cacing gastrointestinal pada babi dapat dilakukan dengan berbagai tindakan. Pengendalian infestasi cacing melalui pengendalian pakan, pengendalian tumbuhan, dan pengendalian pasca panen adalah langkah yang penting untuk mengurangi infestasi cacing pada babi. Pengobatan kimia dapat dilakukan dengan menggunakan anthelmintik yang efektif terhadap cacing gastrointestinal, seperti ivermectin, albendazol, dan levamisol. Pengobatan alternatif dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan herbal, seperti ekstrak daun pepaya, daun kemangi, dan daun kelor. Pemantauan dan pengendalian infestasi cacing pada babi secara teratur, serta pengendalian zoonosis dan pasca panen, adalah langkah yang penting untuk mengurangi infestasi cacing pada babi.

Untuk pencegahan penyakit cacing gastrointestinal pada babi, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, seperti pengendalian kondisi lingkungan, pengendalian telur cacing, pengendalian zoonosis, pembersihan kandang, pemberian obat cacing, pengendalian infeksi koksidiosis, dan pembersihan telur cacing. Pengendalian kondisi lingkungan meliputi pengendalian pakan, pengendalian tumbuhan, dan pengendalian pasca panen. Pengendalian telur cacing dapat dilakukan dengan mengumpulkan feses babi dan menimbangkan telur cacing dengan menggunakan saringan. Pengendalian zoonosis meliputi pengendalian pakan, pengendalian tumbuhan, dan pengendalian pasca panen. Pembersihan kandang secara rutin dapat dilakukan dengan membersihkan kandang dan desinfektan kandang dengan larutan fenol. Pemberian obat cacing sebaiknya diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi cacing. Pengendalian infeksi koksidiosis dapat dilakukan dengan memisahkan babi yang terkena koksidiosis dari babi yang sehat dan melakukan pengobatan (golongan sulfa) untuk babi yang terinfeksi koksidia. Pembersihan telur cacing dapat dilakukan dengan menggunakan larutan fenol atau larutan klorin.

Infestasi cacing pada babi dapat menyerang semua organ, diantaranya organ pencernaan, liver/hati, paru-paru, ginjal, otot/daging, mata, dan alat pencernaan. Jika infestasi cacing sudah parah, berpotensi mengakibatkan terganggunya fungsi organ, yang dapat menyebabkan komplikasi penyakit bahkan kematian. Pemberian obat cacing sebaiknya diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi cacing, serta untuk mengurangi kerugian ekonomi yang dapat disebabkan oleh infestasi cacing pada babi.

Oleh karena itu, menurut saya, babi sebagai salah satu hewan ternak dengan salah satu tingkat konsumen terbanyak harus senantiasa diawasi ketat dalam perkembangannya. Pencegahan infeksi cacing sangat penting untuk memastikan kesehatan babi dan kualitas daging yang dihasilkan. Pengelolaan ternak yang baik meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk babi, sehingga dapat meningkatkan nilai jual dan keuntungan peternak. Dengan demikian, pemantauan dan pengendalian infeksi cacing tidak hanya berkontribusi pada kesehatan ternak tetapi juga pada keberlanjutan ekonomi peternakan babi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun