Mohon tunggu...
Jessica Marta
Jessica Marta Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswi aktif Program Studi S1 Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sejak tahun 2022. Berspesialisasi di ilmu komunikasi dan sangat tertarik menggeluti bidang komunikasi seperti public speaking, hubungan masyarakat, industri kreatif, dan marketing komunikasi. Saya merupakan seorang pribadi yang senang mempelajari hal-hal baru dan selalu ingin meningkatkan kemampuan diri secara profesional. Saya juga individu yang interaktif serta adaptif. Selain itu, saya juga aktif dan berkontribusi penuh dalam aktivitas keorganisasian kampus, di bidang Pertelevisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Krisis Kebebasan! RUU Penyiaran Siap Menghancurkan Pilar Pers dan Ekspresi

10 Juni 2024   12:52 Diperbarui: 10 Juni 2024   12:52 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika jurnalistik investigasi dilarang, kita bisa kembali ke era di mana korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan tidak terungkap. Contohnya adalah pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto, di mana banyak media dibubarkan karena mencoba mengungkap praktek korupsi. 

Salah satu kasus besar adalah korupsi yang dilakukan oleh Bob Hasan, yang jumlahnya begitu besar hingga sulit diperkirakan. Jika investigasi jurnalistik dilarang, kasus-kasus serupa bisa terjadi lagi tanpa ada yang mengungkapnya, membiarkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan berkembang tanpa kendali. Ini menunjukkan betapa pentingnya kebebasan jurnalistik untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

Pasal Karet dan Ancaman Kebebasan Berpendapat

Selain itu, RUU ini juga mengandung pasal-pasal yang disebut sebagai "pasal karet" karena mengandung istilah-istilah yang multitafsir seperti "penghinaan" dan "pencemaran nama baik". Contohnya adalah Pasal 50B ayat 2 huruf (k) yang berbunyi:

"Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme."

Pasal-pasal semacam ini menurut saya dapat dengan mudah disalahgunakan untuk menekan kebebasan berpendapat dan mengkriminalisasi jurnalis serta aktivis yang mengkritik pemerintah atau pihak-pihak tertentu. Hal ini mengingatkan banyak pihak pada era Orde Baru di mana pers dibungkam dan kritik terhadap pemerintah sangat dibatasi.

Kekhawatiran lainnya muncul dari pengaturan konsentrasi kepemilikan media yang semakin memperkuat oligarki media. RUU ini memungkinkan pemusatan kepemilikan media yang bisa mengakibatkan dominasi informasi oleh segelintir pihak, sehingga mengancam keberagaman informasi dan suara dari berbagai kelompok masyarakat. 

Selain itu, RUU ini juga dapat menghalangi ekspresi kelompok marginal dan kaum muda di media digital. Banyak kalangan, termasuk aktivis dan organisasi masyarakat sipil, menyebut RUU ini sebagai bentuk "penyensoran" yang dapat membungkam suara-suara kritis dan inovatif.

Kesimpulan

RUU Penyiaran dinilai tidak hanya sebagai ancaman bagi kebebasan pers, tetapi juga sebagai langkah mundur yang signifikan dalam demokrasi Indonesia. Pembahasan dan penyusunan RUU ini dianggap kurang melibatkan pemangku kepentingan yang relevan, sehingga banyak pasal yang dianggap tidak jelas dan cenderung multitafsir. 

Dengan segala kontroversi ini, banyak pihak mendesak agar RUU Penyiaran dihentikan dan direvisi secara komprehensif dengan melibatkan lebih banyak pihak untuk memastikan bahwa kebebasan pers dan hak berekspresi tetap terlindungi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun