Mohon tunggu...
Jessica Layantara
Jessica Layantara Mohon Tunggu... Ilmuwan - iiii

Rohaniawan. Pengajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

LGBT: Kristen Konservatif VS Kristen Liberal

11 Februari 2016   15:25 Diperbarui: 11 Februari 2016   18:14 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara tradisi dan teologis, Kekristenan adalah salah satu agama yang menentang keras homoseksualitas. Bukan hanya menentang, tetapi Kekristenan pada umumnya juga menggolongkan setiap orang yang terlibat dalam homoseksualitas sebagai orang-orang berdosa. Setidaknya di dalam Alkitab ada tujuh rujukan mengenai homoseksualitas yang telah menjadi dasar dan pegangan orang Kristen untuk menentang homoseksualitas, antara lain Kisah Sodom dan Gomora dalam Kejadian 19, tentang laki-laki yang tidur dengan laki-laki di dalam Imamat 18:22 dan Imamat 20:13, tentang persetubuhan yang tak wajar dalam Roma 1:26-27, mengenai orang-orang cabul yang tidak akan mendapat bagian di Kerajaan Sorga dalam 1 Kor. 6:9, pandangan negatif Paulus terhadap orang-orang homoseksual dalam I Timotius 1:3-10, dan Yudas 1:7 yang memperkuat bahwa orang-orang Sodom dan Gomora dihukum dalam api kekal.

Namun sejak LGBT menjadi viral karena disahkan oleh Undang-Undang di Amerika tahun 2015, rupanya banyak orang Kristen mulai mempertanyakan lagi pandangan tradisional Kristen terhadap LGBT. Beberapa penafsir Kristen bahkan mulai menulis artikel-artikel baru mengenai hal ini, dan terbukti ternyata tidak semua aliran Kristen sejalan dalam menanggapi isu ini. Sebut saja aliran Kristen liberal, mereka menentang keras tafsiran-tafsiran Kristen tradisional (khususnya Protestan atau Reformed) terhadap tujuh ayat sakti yang menentang LGBT di atas, dan mereka membuat tafsiran-tafsiran baru yang menurut mereka lebih tepat dan historis dibandingkan tafsiran orang Kristen fundamentalis selama ini. Mari kita lihat bagaimana para Kristen Liberal menafsirkan ketujuh ayat tersebut, dalam hal ini saya akan mengutip pandangan dari Stephen Suleeman (seorang aktivis pendukung LGBT dan sekaligus dosen di STT Jakarta) dan Ioanes Rakhmat (mantan pendeta GKI yang sekarang menggolongkan diri sebagai Scientist yang Agnostik, tetapi dalam menanggapi tujuh ayat ini, beliau masih menggunakan pendekatan liberal yang sangat rinci dan layak dibahas).

1.       Kisah Sodom dan Gomora (Kej 19)
Menurut Stephen Suleeman, ayat-ayat di dalam Kejadian 19 sama sekali tidak merujuk kepada dosa homoseksual, yang membuat Sodom dan Gomora dihukum oleh Tuhan. Menurutnya, ketika warga Sodom dan Gomora ingin menggagahi dua orang pria (sebenarnya adalah malaikat) yang berkunjung ke rumah Lot, itu bukanlah karena mereka memiliki orientasi seksual sebagai gay, melainkan karena mereka ingin menunjukkan bahwa kedua orang itu tidak layak menjadi hakim atas bangsa itu, dengan jalan pemerkosaan massal. Menurut Ioanes Rakhmat, pemerkosaan massal semacam itu (antara laki-laki dengan laki-laki lewat anal seks) merupakan hal yang wajar di Timur Tengah saat itu sebagai lambang kemenangan atas musuh-musuh mereka. Lagipula, menurut Suleeman, kaum laki-laki yang datang mengepung rumah Lot saat itu juga bervariasi, ada yang muda dan tua, ini menunjukkan bahwa mereka heteroseksual (dapat menghasilkan keturunan).

Oke, katakanlah tafsiran mereka benar terhadap peristiwa ini, yaitu bahwa di Timur Tengah sudah bisa diadakan pemerkosaan massal untuk membuktikan kemenangan atas musuh. Tetapi yang menjadi pertanyaan saya, siapakah dua orang itu sehingga orang-orang Sodom dan Gomora ingin menunjukkan kekuasaan mereka atau kemenangan mereka atas dua orang ini? Ioanes Rakhmat beralasan orang-orang Sodom dan Gomora marah karena dua orang itu adalah orang asing tetapi ingin menjadi hakim atas mereka (19:9). Tapi mari cermati lagi, siapakah yang dituduh oleh orang-orang Sodom dan Gomora hendak menjadi hakim atas mereka? Mari cermati ayat 9 dengan tepat:

Tetapi mereka (orang-orang Sodom dan Gomora) berkata: "Enyahlah!" Lagi kata mereka: "Orang ini datang ke sini sebagai orang asing dan dia mau menjadi hakim atas kita! Sekarang kami akan menganiaya engkau lebih dari pada kedua orang itu!" Lalu mereka mendesak orang itu, yaitu Lot, dengan keras, dan mereka mendekat untuk mendobrak pintu.

Jadi, siapakah yang dituduh mau menjadi hakim atas mereka? Ya, orang itu adalah Lot, yang memang merupakan orang asing di tanah Sodom dan Gomora! Sangat tidak beralasan mengapa dua orang itu, yang adalah tamu Lot, tiba-tiba dituduh menjadi hakim atas mereka dan dengan demikian harus dipermalukan dengan cara diperkosa secara massal. Kalau demikian, benar adanya tafsiran kita selama ini, bahwa memang orang-orang Sodom dan Gomora datang untuk menyetubuhi dua orang malaikat ini, bahkan Lot juga akan jadi korban mereka. Sodom dan Gomora, jelas merupakan kota yang cabul dengan hebatnya, bukan hanya secara hetero, melainkan juga secara homoseksual. Mereka bisa digolongkan sebagai orang-orang yang hanya memikirkan kesenangan seksual mereka sendiri, dengan cara apapun dan dengan siapapun. Itulah mengapa Tuhan harus menghukum mereka.

2.       Larangan bersetubuh sesama jenis (Imamat 18:22 dan Imamat 20:13)
Im. 18:22 Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, r  karena itu suatu kekejian.
Im. 20:13 Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.

Menurut Suleeman, ayat-ayat ini seluruhnya berbicara mengenai penyembahan berhala yang seringkali dilakukan pada jaman itu oleh bangsa-bangsa lain. Jadi, yang Allah larang bukanlah kegiatan tidur atau bersetubuh dengan sesama jenis itu sendiri, melainkan karena kegiatan itu juga dilakukan oleh bangsa-bangsa lain sebagai wujud kekafiran mereka.
Rakhmat mengatakan bahwa ayat-ayat ini harus dilihat dari konteks ayat-ayat sebelumnya, yang menunjukkan dengan jelas bahwa kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyembahan berhala pada saat itu dilarang, termasuk kegiatan pelacuran bakti (termasuk pelacuran sesama jenis). Sama dengan Suleeman, ia berpendapat bahwa bukanlah homoseksualitas yang ditentang Allah, melainkan tujuan kegiatan itu sebagai penyembahan berhala.

Mari kita bahas pendapat ini berdasarkan konteks ayat-ayat ini. Dalam pasal 18 (yang sangat mirip juga dengan pasal 20), ayat 6-20 berbicara mengenai larangan incest, lalu ayat 21 berbicara mengenai penyembahan terhadap Dewa Molokh, dan baru ayat 22-23 berbicara mengenai persetubuhan tidak lazim (homoseksual dan dengan binatang). Benarkah konteks seluruh pasal ini adalah mengenai penyembahan berhala seperti yang dikatakan Suleeman dan Rakhmat? Dewa Molokh adalah sesembahan bangsa Amon, Asyur, Kanaan dan bangsa-bangsa lain di sekitaran bangsa Israel. Untuk menyembah Dewa Molokh, biasanya seseorang harus mengorbahkan anak-anak, entah itu anak mereka sendiri atau anak orang lain yang diculik untuk menjadi tumbal. Perbuatan ini adalah kejijikan bagi Tuhan. Tetapi tidak ada indikasi bahwa Dewa Molokh menganjurkan mereka juga untuk melakukan incest (ayat 6-20) atau bersetubuh dengan tidak wajar (ayat 22-23). Berarti jelas bahwa perintah Allah dalam ayat 6-20, ayat 21, ayat 22-23 adalah perintah yang berbeda, sama sekali tidak mengacu hanya pada penyembahan dewa Molokh atau berhala manapun. Melainkan jika kita membaca ayat 24-25, jelas Tuhan menggolongkan perbuatan-perbuatan itu sebagai perbuatan najis yang membuat mereka dihukum. Jadi ketiga perbuatan itu adalah perbuatan yang berbeda, dan ketiga-tiganya (incest, penyembahan berhala, homoseksualitas/penyimpangan lainnya) dibenci oleh Tuhan. Jelas pula bahwa apa yang menjadi fokus Tuhan di pasal ini adalah perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan bangsa lain yang merupakan kekejian di mata-Nya (18:3), dan tentu terlalu dangkal jika kita memahami perbuatan serta kebiasaan itu terbatas hanya dalam penyembahan berhala saja. Bangsa-bangsa itu juga punya kebiasaan-kebiasaan lain, khususnya percabulan, incest, dan persetubuhan tidak wajar.

Ah, tidak mau tau, pokoknya pasal itu berbicara mengenai penyembahan berhala! Oke, jika mereka tetap bersikukuh bahwa seluruh pasal ini memang berbicara mengenai penyembahan berhala, berarti mereka secara tidak sadar mengakui bahwa homoseksualitas adalah lambang penyembahan berhala yang merupakan kekejian di hadapan Tuhan. Mengapa seseorang harus mempertahankan sesuatu yang dibenci Tuhan, bahkan dianggap sebagai penyembahan berhala itu? Suleeman membela pandangannya dengan berkata bahwa kebanyakan perintah dalam PL tidak perlu lagi diikuti di jaman PB (seperti larangan makan babi, dsb), tetapi adakah PB menolak perintah Allah untuk tidak menyembah berhala? Perintah untuk tidak menyembah berhala adalah perintah yang inti dari keseluruhan ajaran Kristen, terbukti ketika Yesus mengatakan hal ini:
Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu , dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama (Mat. 22:37-38).

3.       Persetubuhan tak wajar (Roma 1:26-27)
“Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tidak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, lelaki dengan lelaki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun