Mohon tunggu...
Cecilia Eufrasia Jessica
Cecilia Eufrasia Jessica Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Saya senang mempelajari hal-hal baru untuk menambah wawasan dan pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Jurnalisme Multimedia di Indonesia

19 Desember 2023   03:06 Diperbarui: 19 Desember 2023   03:12 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Freepik.com

Jurnalisme multimedia merupakan fenomena penting dalam era digital saat ini. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, jurnalisme multimedia telah mengalami perkembangan signifikan di Indonesia. Jurnalisme Multimedia menurut Widodo (2020) adalah sebuah bentuk jurnalisme yang menggabungkan berbagai bentuk media seperti teks, audio, video, dan grafik dalam menceritakan sebuah cerita atau melaporkan sebuah berita yang akan didistribusikan di berbagai platform yang ada melalui website, media sosial (Instagram, Youtube, Twitter), dan melalui perangkat seluler. 

Jurnalisme multimedia telah menjadi fenomena yang signifikan dalam era digital saat ini. Di Indonesia, perkembangan jurnalisme multimedia telah mengalami perubahan yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, Jurnalisme multimedia hadir karena hasil dari perubahan dalam sebuah media modern dan tuntutan audiens modern. Menurut McAdams (2018), penggunaan multimedia dalam jurnalisme memungkinkan narasi yang lebih kaya dan menarik, meningkatkan daya tarik dan pemahaman pembaca terhadap suatu cerita.

Namun, satu tantangan yang terus muncul adalah fenomena news avoidance atau kecenderungan untuk menghindari sebuah berita. News avoidance merujuk pada perilaku di mana individu aktif menghindari konsumsi berita atau informasi tertentu. Di Indonesia, beberapa faktor dapat mempengaruhi news avoidance, termasuk kelelahan informasi, ketidakpercayaan terhadap sumber berita, atau bahkan keinginan untuk menghindari topik-topik tertentu yang dianggap kontroversial atau mengganggu (Zollmann, 2021).


Salah satu alasan news avoidance yang signifikan adalah adanya penyebaran informasi palsu atau hoaks. Tandoc Jr dan Lee (2019) menyoroti bahwa ketidakpercayaan terhadap kebenaran berita dapat memicu perilaku menghindari berita secara keseluruhan. Fenomena ini memberikan tantangan besar bagi media untuk membangun dan mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang disampaikan.

Mengatasi news avoidance memerlukan inovasi dalam penyampaian berita. Salah satu pendekatan yang diambil oleh beberapa media adalah meningkatkan literasi media masyarakat. Sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan telah memainkan peran kunci dalam mengajarkan keterampilan kritis untuk menganalisis dan memahami informasi dengan lebih baik (Ward, 2016).

Hal ini terjadi seperti pada berita kemarin mengenai vaksinasi untuk virus Covid-19. Masyarakat yang cenderung tidak membaca berita atau menghindari berita akan dengan mudahnya termakan hoax yang ada dan akhirnya memilih untuk tidak mengikuti vaksinasi yang ada karena takut dirinya akan berubah menjadi seorang titan setelah disuntikkan obatnya, percaya bahwa dalam vaksin tersebut terdapat sebuah chip yang akan masuk ke dalam tubuh kita, dan masih banyak hoax lainnya. Permasalahan ini juga disebabkan karena ketidak merataannya dari askes internet pada setiap wilayah yang ada di Indonesia, sehingga para masyarakat kecil yang berada di kampung atau pelosok tidak dapat mengakses internet seperti masyarakat yang tinggal di perkotaan. 

Contoh lainnya adalah hoax yang ada pada pemilu 2024 mendatang. Berbagai hoax yang ada mengenai pemilu dari capres, cawapres, hingga proses pemilu juga terdapat banyaknya hoax yang beredar. Hal ini karena minimnya literasi di Indonesia dalam membaca dan memahami sebuah berita yang ada, sehingga kurangnya memilah mana yang benar dan mana yang salah dalam sebuah berita karena tidak semua berita itu benar dan baik ada juga berita yang condong ke satu sisi dan juga salah seperti hoax. 

Tantangan dalam Jurnalisme Multimedia di Indonesia salah satunya adalah masalah keberagaman akses internet di berbagai wilayah. Akan tetapi kita masih dapat melihat  bahwa tidak semua wilayah di Indonesia memiliki akses internet yang sama kuat, yang dapat mengakibatkan kesenjangan informasi antar daerah. Selain itu, munculnya informasi palsu atau hoaks menjadi ancaman serius bagi integritas jurnalisme. Menurut Tandoc Jr dan Lee (2019), penggunaan media sosial sebagai sumber berita dapat meningkatkan risiko penyebaran informasi palsu, membingungkan masyarakat dan menghancurkan kepercayaan terhadap media.

Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan tersebut, media di Indonesia telah mengadopsi berbagai inovasi. Salah satu contoh nyata adalah peningkatan penetrasi internet di daerah terpencil melalui proyek-proyek pemerintah dan swasta. Menurut Pew Research Center (2020), upaya untuk memperluas akses internet terus dilakukan guna memastikan seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses informasi dengan lebih merata. 

Selain itu, inisiatif untuk meningkatkan literasi media juga menjadi fokus utama. Sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya mulai memasukkan pendidikan media dalam kurikulum mereka untuk membantu masyarakat memahami kritis dan menganalisis informasi yang diterima dari berbagai sumber. Melalui inovasi ini, media di Indonesia berupaya memberikan solusi konkrit terhadap tantangan yang dihadapi dalam menghadapi era digital. Namun, perjalanan jurnalisme multimedia di Indonesia masih dalam tahap dinamis, dan tantangan baru mungkin muncul seiring dengan perkembangan teknologi yang terus berlangsung.


Daftar Pustaka: 

McAdams, M. (2018). Journalism's R&D department: A case study of multimedia journalism. Journalism Practice, 12(7), 794-808.

Pew Research Center. (2020). News use across social media platforms in 2020. Diakses pada 16 December 2023, dari https://www.pewresearch.org/journalism/2020/07/30/news-use-across-social-media-platforms-in-2020/

Tandoc Jr, E. C., & Lee, C. C. (2019). The third-person effect and fake news: Examining the association between susceptibility to fake news and Facebook use. New Media & Society, 21(9), 2002-2019.

Ward, S. J. A. (2016). Immersive journalism: Immersive virtual reality for the first-person experience of news. Journalism Studies, 17(8), 961-976.

Zollmann, F. (2021). Avoidance of News and its Consequences for Political Engagement. Political Communication, 38(1), 1-20.

Widodo, Y. (2020). Buku Ajar Jurnalisme Multimedia. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun