Pada era sekarang ini berita dinikmati dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan era lama. Pada era lama, kita menikmati berita melalui langganan koran yang selalu datang setiap pagi dan kita membacanya ditemani oleh secangkir kopi atau teh hangat diatas meja. Berbeda dengan era sekarang, kita menikmati berita secara online yang dapat dibaca dimanapun dan kapanpun yang kita mau. Hal lain yang juga penting adalah semuanya serba cepat, peristiwa atau hal yang terjadi harus segera ada pada laman portal berita dan tidak perlu menunggu hingga esok hari untuk mendapatkan berita tersebut.Â
Oleh karena itu, jurnalisme online hadir di masyarakat. Jurnalisme online menurut Widodo (2020) adalah aktivitas jurnalistik (memproduksi konten digital, meliput audi, video, dan teks) yang diproduksi secara eksklusif dan sesuai dengan etika yang kemudian didistribusikan melalui World Wide Web yang berbasis jaringan internet. Jurnalisme online lahir karena tuntutan dari generasi millenial dan generasi Z yang lebih menyukai hal yang berkaitan dengan internet atau online seperti mencari informasi dan haus akan informasi sehingga lahirlah jurnalisme online.Â
Perkembangan teknologi yang sangat pesat di era sekarang ini, tidak menutup kemungkinan adanya jenis pekerjaan yang baru seperti content creator. Berbagai platform yang ada seperti Tiktok, Instagram, Youtube menghadirkan berbagai jenis konten dari berbagai content creator yang ada untuk menarik masyarakat. Para generasi Z dan Alpha lebih menyukai konten yang menarik dan juga menyenangkan untuk ditonton dan dinikmati. Konten yang disukai juga lebih banyak dibuat dari yang satu generasi atau memilki umur yang sama atau tidak berbeda jauh dari seseorang yang menonton.Â
Berita sekarang tidak lagi menjadi hal yang utama dalam generasi Z dan Alpha, sehingga dibutuhkannya content creator yang dapat menjadi jurnalis agar berita tetap berada pada generasi Z dan generasi Alpha. Banyaknya  content creator yang ada pada Indonesia dapat membantu para generasi muda yang kurang mengikuti isu atau hal yang sedang dihadapi menjadi mengerti dan memahami isu atau hal yang sedang terjadi saat ini.Â
Seperti yang disampaikan pada kominfo.go.id bahwa masyarakat di Indonesia malas membaca tetapi cerewet di media sosial. Masih dilansir dari kominfo.go.id Indonesia berada pada urutan kedua dari bawah mengenai literasi dunia yang berarti minat baca di Indonesia masih sangat rendah, sedangkan dilansir dari databoks.katadata.com 67% Penduduk Indonesia Punya Handphone pada 2022. Hal ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia lebih memilih untuk menonton atau mendengarkan dibandingkan membaca, oleh karena itu adanya content creator sangat dapat mengatasi minimnya informasi sehingga cerewet yang ada di media sosial adalah mencerewetkan hal yang berbobot.Â
Para content creator dapat diberikan kelas khusus untuk dapat memberitakan jurnalistik yang sesuai dengan etika dan ketentuan yang ada sehingga tidak ada pihak yang akan merasa rugi. Kelas khusus yang akan mereka ikuti dapat berbulan-bulan sebelum mereka siap dalam memberitakan sebuah berita yang pasti, analisis, dan berbobot. Selain itu, adanya perlindungan juga diperlukan bagi para content creator yang membantu membahas mengenai isu yang sedang ramai atau rawan terjadinya kekerasan baik dari dunia nyata maupun dunia online. Perlunya diberikan pemahaman bahwa dalam sebuah berita dibutuhkan adanya 5W + 1 H yang perlu disampaikan di dalam video mereka sehingga tetap dapat dikatakan sebagai berita jurnalistik.Â
Tentu saja dalam hal seperti ini tidak akan mudah karena adanya tantangan, tetapi tidak menutup ada peluang untuk mencoba hal tersebut demi kemajuan bangsa. Peluang yang ada berupa adanya jenis berita baru dan kreatif dan berita menjadi tidak hilang ditengah-tengah konten lainnya, peluang lain yaitu membuka lapangan pekerjaan bagi para mahasiswa maupun anak sekolah yang senang dengan dunia jurnalistik dan dapat menjadi pekerjaan mereka serta menambahkan pengalaman bagi mereka.Â
Tantangan yang akan dihadapi adalah dari konten yang dapat di lewati oleh masyarakat, karena banyaknya konten entertaint yang lebih menarik dibandingkan konten yang memiliki sisi jurnalistik. Tantangan lainnya adalah tidak semua generasi menyukai storytelling pada berita jurnalistik, ada yang lebih menyukai bentuk konvensional, ada yang menyukai membaca pada laman portal berita, dan ada yang lebih menyukai berita storytelling.Â
Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk mencoba hal baru ini dan melihat implikasi yang ada pada masyarakat untuk melihat langkah apa yang akan diambil selanjutnya.Â
Daftar Pustaka:Â
Widodo, Y. (2020). Buku Ajar Jurnalisme Multimedia. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kominfo. (2017). Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos. Diakses pada 17 Desember 2023 dari https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_mediaÂ
Databoks. (2023). 67% Penduduk Indonesia Punya Handphone pada 2022, Ini Sebarannya. Diakses pada 17 Desember 2023 dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/67-penduduk-indonesia-punya-handphone-pada-2022-ini-sebarannyaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H