Selain itu, para peneliti juga sedang melakukan penelitian agar dapat menghasilkan bahan kemasan berbentuk cair yang dimana para pengusaha makanan hanya menyemprotkan cairan tersebut ke produk atau yang dikenal dengan edible spray on. Penyemprotan cairan ini mengubah suatu larutan cair menjadi tetesan yang kecil-kecil. Jika memiliki jumlah larutan cairan yang sama, maka tetesan ini akan memiliki luas permukaan yang lebih besar dan tetesan tersebut akan menutupi lebih banyak area produk.Â
Berdasarkan pembentukan tetesan, metode edible spray on dapat dibagi menjadi atomisasi semprotan udara dan atomisasi tekanan. Di atomisasi semprotan udara, udara yang berkecepatan tinggi dapat digunakan untuk mengubah cairan menjadi tetesan. Sedangkan, di atomisasi tekanan, tekanan yang tinggi yang dapat mengubah cairan menjadi tekanan. Metode edible spray on ini memiliki kelemahan yaitu biopolimer yang kental tidak dapat di semprotkan. Sedangkan, biopolimer yang viskositas tinggi lebih disukai. (Suhag et al. (2020)).
Gambar diatas merupakan langkah-langkah penyemprotan agar dapat menghasilkan film atau lapisan yang tebal yang dapat melindungi produk dan makanan. Jumlah cairan yang di semprotkan ke produk tentunya juga akan mempengaruhi ketebalan yang dihasilkan.Â
Inovasi dan penelitian bahan pengemasan sendiri masih banyak kekurangannya dan diharapkan di beberapa tahun mendatang mulai digunakan untuk produk makanan ringan, food service, dll. Di Indonesia, Limbah pengemasan yang dihasilkan oleh para pengusaha food service cukup banyak jadi diharapkan di beberapa tahun yang akan datang edible packaging seperti kasein dan Edible Spray On sudah mulai di gunakan dan dapat ditemukan bahan-bahan lain yang dapat membantu dan lebih efektif.Â
DAFTAR PUSTAKAÂ
Saez-Orviz, S. et al. (2017). Approaches for casein film uses in food packaging.
Kumar, L. et al. (2021). Edible films and coatings for food packaging applications: a review.
