Mohon tunggu...
Jessica Carmelia
Jessica Carmelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jessica Carmelia [ Penerima Beasiswa Prestasi STP Trisakti 2022 ]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pasola: Tradisi Lempar Lembing Sambil Naik Kuda?

13 Februari 2023   16:15 Diperbarui: 13 Februari 2023   17:06 1755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Travel Tempo.co

Pasola merupakan tradisi dari Sumba di mana dua kelompok penunggang kuda saling berhadapan untuk beradu ketangkasan dengan menggunakan lembing kayu untuk dilempar ke arah lawan. Berawal dari kata Sola yang berarti kayu lembing, imbuhan 'pa' yang mengawali nama tradisi tersebut pun membuat Pasola mengalami perubahan arti menjadi sebuah permainan.

Meski nama tradisi yang sering diadakan di kampung-kampung Sumba Barat ini dianggap sebagai bentuk dari permainan, Pasola tidak bisa dimainkan oleh sembarang orang, apalagi dilakukan seenaknya. Hal ini disebabkan karena pasola termasuk dalam serangkaian upacara tradisional masyarakat Sumba.

Pasola hanya dilakukan oleh orang-orang Sumba yang masih menganut agama asli masyarakat Sumba, yaitu Marapu, yang pelaksanaannya dilakukan secara bergilir pula di antara bulan Februari sampai Maret pada setiap tahunnya.

Proses upacara dari pasola diawali dengan pelaksanaan adat nyale yang ditandai dengan datangnya musim panen dan cacing-cacing laut (disebut nyale dalam bahasa setempat) mulai keluar dari tepi pantai. Para pemuka suku setempat akan mendapatkan nyale-nyale tersebut untuk diteliti, dan bila bentuk dan warna mereka sehat dan berwarna-warni, maka pasola bisa dilaksanakan karena tahun tersebut diyakini akan membawa kebaikan dari hasil panen yang berhasil.

Pasola kemudian dapat dilaksanakan di padang yang luas di mana masyarakat lokal hingga wisatawan diperbolehkan hadir untuk menyaksikan. Ada dua kelompok yang akan bertanding, boleh jadi total pemain dari pasola terdiri dari 100 pemuda bersenjata tombak. Tombak-tombak yang disiapkan untuk tradisi ini bukanlah tombak runcing, tetapi mereka juga berpotensi memakan korban jiwa. Kepercayaan Marapu menganggap jika ada korban berjatuhan dalam pasola, maka artinya korban tersebut telah mendapat hukuman dari para dewa karena adanya pelanggaran.

Pasola umumnya dilakukan mulai pukul 9 pagi hingga siang dan keberhasilan serta penyelesaian dari permainan dan tradisi ini ditandai dengan penentuan kalah-menang dari kelompok yang bertanding di lapangan.

Bagi masyarakat Sumba, pasola bukan hanya bentuk keramaian dan permainan semata yang dihiasi ringkikan kuda dan derap langkah mereka yang mengundang suasana penuh adrenalin, tetapi juga menjadi salah satu bentuk pengabdian mereka kepada sang leluhur serta kultur religius dari agama Marapu itu sendiri. Karena pasola baru bisa dilaksanakan usai serangkaian tradisi lain, termasuk adat nyale, pasola juga menggambarkan perasaan puji syukur dan kegembiraan penuh berkat karena hasil panen yang baik dan melimpah.

Dari sudut pandang pariwisata dan sosial budaya, selain untuk menghormati bentuk pengabdian dari masyarakat, pasola juga bisa menjadi atraksi budaya yang menarik---yang kemudian dapat membawa tonggak kemajuan bagi pariwisata Sumba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun