Mohon tunggu...
Jessica Anjelina Situmorang
Jessica Anjelina Situmorang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43222120038 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

KUIS 12- Edward Coke : Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

30 November 2024   11:04 Diperbarui: 30 November 2024   11:04 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu Actus Reus dan Mens Rea dalam Kasus Korupsi?
what
what

Dalam hukum pidana, actus reus dan mens rea merupakan dua elemen utama yang harus dibuktikan untuk menjerat seseorang atas tindak pidana, termasuk dalam kasus korupsi. Kedua konsep ini saling melengkapi dalam menentukan kesalahan pelaku secara hukum.

Actus Reus: Perbuatan Fisik

Actus reus merujuk pada tindakan fisik atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku. Dalam kasus korupsi, actus reus mencakup serangkaian tindakan yang menyebabkan kerugian keuangan negara atau masyarakat. Misalnya, pada kasus korupsi proyek e-KTP di Indonesia, tindakan fisik yang termasuk dalam actus reus adalah manipulasi proses tender, pemalsuan dokumen kontrak, dan pembagian uang suap kepada pejabat terkait. Perbuatan-perbuatan ini dilakukan untuk mengamankan kemenangan konsorsium tertentu dalam proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun

Actus reus harus dibuktikan melalui bukti-bukti konkret seperti dokumen, rekaman komunikasi, atau analisis aliran dana. Dalam konteks ini, perbuatan yang melibatkan manipulasi anggaran dan kolusi antara pihak pemerintah dan swasta menunjukkan adanya tindakan yang jelas dan dapat diidentifikasi secara hukum.

Mens Rea: Niat Jahat
Sementara itu, mens rea merujuk pada sikap batin atau niat jahat yang menyertai perbuatan tersebut. Dalam tindak pidana korupsi, mens rea mencakup niat untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara ilegal dengan menyalahgunakan kewenangan. Pada kasus e-KTP, mens rea terlihat dari adanya kesepakatan antara pelaku untuk membagi dana hasil korupsi, misalnya dengan memberikan 7% dari nilai proyek kepada anggota DPR sebagai imbalan atas persetujuan anggaran.

Bukti mens rea sering kali lebih sulit diperoleh dibandingkan dengan actus reus. Untuk membuktikan niat jahat, jaksa penuntut dapat menggunakan bukti tidak langsung, seperti komunikasi antara pelaku, saksi yang mengungkap perencanaan korupsi, atau tindakan pelaku yang berusaha menyembunyikan tindak pidana, seperti memalsukan laporan atau menghapus jejak transaksi.

Pentingnya Kombinasi Actus Reus dan Mens Rea
Prinsip hukum pidana yang dikenal sebagai "actus non facit reum nisi mens sit rea" (sebuah perbuatan tidak membuat seseorang bersalah kecuali disertai niat jahat) menegaskan bahwa kedua elemen ini harus terpenuhi untuk menjerat pelaku. Dalam kasus korupsi, penegak hukum tidak hanya harus membuktikan bahwa tindakan tertentu dilakukan (actus reus), tetapi juga bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan kesadaran dan tujuan yang melanggar hukum (mens rea).

Namun, di Indonesia, penerapan prinsip ini masih menghadapi tantangan. Banyak kasus korupsi yang hanya difokuskan pada pembuktian perbuatan fisik tanpa menggali lebih dalam terkait niat pelaku. Ini sering kali disebabkan oleh ketidakjelasan dalam interpretasi undang-undang dan kurangnya koordinasi antarpenegak hukum.


Dalam praktiknya, membuktikan actus reus dan mens rea secara bersamaan menjadi fondasi penting untuk memastikan bahwa pelaku korupsi tidak hanya dihukum berdasarkan perbuatannya, tetapi juga karena niat jahat yang melatarbelakangi perbuatan tersebut. Ini memastikan adanya keadilan yang komprehensif dalam penegakan hukum pidana.

Mengapa Actus Reus dan Mens Rea Penting dalam Kasus Korupsi?

why
why

Dalam hukum pidana, konsep actus reus (perbuatan fisik) dan mens rea (niat jahat) adalah elemen fundamental untuk menentukan apakah suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Dalam konteks korupsi, kedua elemen ini menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil, akurat, dan tidak disalahgunakan.

1. Penentu Keberadaan Unsur Tindak Pidana
Hukum pidana mendasarkan konsepnya pada prinsip "tidak ada pidana tanpa kesalahan" (geen straf zonder schuld). Prinsip ini menegaskan bahwa untuk menjerat seseorang, diperlukan pembuktian adanya actus reus dan mens rea. Dalam kasus korupsi, misalnya proyek e-KTP, actus reus berupa tindakan manipulasi proses tender dan penyalahgunaan wewenang. Sementara itu, mens rea berupa niat jahat untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok melalui tindakan tersebut. Kedua elemen ini harus terbukti secara sah untuk memastikan pelaku benar-benar bersalah.

2. Mencegah Penerapan Hukum yang Sepihak
Penerapan hanya salah satu dari elemen tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan. Jika hukum hanya berfokus pada actus reus, maka setiap tindakan yang tampak melanggar hukum bisa dihukum meskipun tanpa adanya niat jahat. Sebaliknya, jika hanya mens rea yang dijadikan dasar, sulit untuk membuktikan suatu tindak pidana tanpa adanya perbuatan nyata yang dapat diidentifikasi. Dalam kasus korupsi yang sering kali melibatkan banyak pihak dengan peran berbeda, membuktikan keduanya penting untuk menghindari penjatuhan hukuman pada pihak yang tidak bersalah atau pembebasan pelaku utama.

 3. Kompleksitas Kasus Korupsi
Kasus korupsi sering kali melibatkan tindakan yang terencana dengan baik, melibatkan berbagai pihak, dan terjadi dalam sistem yang sistematis. Oleh karena itu, pembuktian actus reus dan mens rea menjadi lebih sulit namun juga lebih penting. Sebagai contoh, dalam skandal e-KTP, actus reus teridentifikasi melalui bukti manipulasi tender, dokumen palsu, dan aliran dana ilegal. Namun, untuk membuktikan mens rea, diperlukan analisis komunikasi antara pelaku, motif di balik perbuatan tersebut, dan niat untuk memperkaya diri sendiri.

4. Mendukung Transparansi dan Akuntabilitas Hukum
Dalam sistem hukum Indonesia, kasus korupsi sering kali menjadi sorotan publik karena melibatkan kerugian besar dan pejabat tinggi negara. Penegakan hukum yang transparan dan berbasis pada bukti yang valid dari actus reus dan mens rea membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum. Ketidakmampuan untuk membuktikan elemen-elemen ini, seperti dalam beberapa kasus sebelumnya, dapat merusak kredibilitas lembaga seperti KPK atau kejaksaan.

Actus reus dan mens rea adalah elemen yang saling melengkapi dalam penegakan hukum pidana korupsi. Kedua elemen ini membantu membedakan pelaku sebenarnya dari pihak yang tidak bersalah, menegakkan prinsip keadilan, dan memastikan bahwa proses hukum berjalan secara transparan. Dalam kasus seperti korupsi e-KTP, penegakan hukum berdasarkan kedua elemen ini penting untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi, mengurangi kerugian negara, dan memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana. 

Bagaimana Membuktikan Actus Reus dan Mens Rea?

how
how

Membuktikan actus reus dan mens rea adalah langkah krusial dalam penanganan tindak pidana, termasuk korupsi. Kedua elemen ini tidak hanya menjadi dasar untuk menentukan kesalahan pelaku, tetapi juga memastikan bahwa penegakan hukum berjalan secara adil dan akuntabel. Dalam kasus korupsi seperti skandal proyek e-KTP, pembuktian kedua elemen ini melibatkan proses yang kompleks dan membutuhkan bukti yang kuat.

1. Pembuktian Actus Reus (Perbuatan Fisik)

Pembuktian actus reus dalam kasus korupsi berfokus pada tindakan nyata atau perbuatan fisik yang dilakukan oleh pelaku yang melanggar hukum. Tindakan ini bisa berupa penyalahgunaan wewenang, manipulasi prosedur, penggelapan, atau pencairan dana secara ilegal. Berikut adalah cara-cara yang digunakan untuk membuktikan actus reus:

  • Pengumpulan Bukti Fisik dan Digital:
    Dokumen yang relevan, seperti kontrak kerja, laporan keuangan, atau rekaman komunikasi, dapat menjadi bukti tindakan melanggar hukum. Dalam kasus e-KTP, misalnya, dokumen tender yang dimanipulasi dan aliran dana ke rekening tertentu menunjukkan adanya perbuatan fisik yang merugikan negara.

  • Pemeriksaan Saksi:
    Kesaksian dari pihak yang terlibat, seperti pejabat yang menandatangani dokumen atau pihak yang menyaksikan manipulasi tender, menjadi bukti penting untuk membuktikan adanya tindakan ilegal. Misalnya, dalam kasus e-KTP, beberapa pejabat mengaku diarahkan untuk memenangkan konsorsium tertentu.

  • Audit Keuangan dan Forensik Digital:
    Investigasi terhadap aliran dana melalui analisis rekening bank atau pencatatan transaksi menjadi langkah penting untuk menunjukkan tindakan korupsi. Hal ini membantu menelusuri jalur uang yang diterima pelaku.

2. Pembuktian Mens Rea (Niat Jahat)

Mens rea menunjukkan sikap batin atau niat jahat pelaku saat melakukan tindak pidana. Pembuktian elemen ini lebih kompleks dibandingkan dengan actus reus, karena memerlukan bukti tidak langsung yang menunjukkan adanya kesengajaan. Langkah-langkahnya meliputi:

  • Pengakuan Pelaku atau Saksi:
    Dalam beberapa kasus, pengakuan pelaku atau kesaksian pihak yang bekerja sama dengan pelaku dapat mengungkap niat jahat. Misalnya, dalam kasus e-KTP, terungkap bahwa para pelaku bersepakat untuk membagi keuntungan secara tidak sah kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri.

  • Rekaman atau Bukti Percakapan:
    Komunikasi antara para pelaku, baik melalui pesan tertulis, surel, maupun rekaman suara, dapat menunjukkan niat untuk melakukan korupsi. Dalam kasus ini, percakapan terkait pengaturan pemenang tender atau pembagian dana suap menjadi bukti kunci.

  • Indikasi Perencanaan:
    Niat jahat dapat dibuktikan melalui pola tindakan yang terorganisir, seperti manipulasi prosedur sejak awal, pemalsuan dokumen, atau pengaturan aliran dana untuk menyembunyikan kejahatan. Dalam kasus korupsi, pola-pola ini sering kali terungkap melalui investigasi menyeluruh.

3. Tantangan dalam Pembuktian

Meskipun pembuktian actus reus dan mens rea adalah prosedur standar dalam hukum pidana, ada beberapa tantangan yang dihadapi:

  • Kerumitan Jaringan Pelaku: Kasus korupsi sering melibatkan banyak pihak, sehingga sulit menentukan siapa yang memiliki peran utama.
  • Manipulasi dan Upaya Penghindaran Hukum: Pelaku korupsi sering kali menggunakan cara-cara untuk menyembunyikan bukti, seperti pencucian uang atau penggunaan rekening fiktif.

Pembuktian actus reus dan mens rea memerlukan strategi yang sistematis, penggunaan teknologi, dan pengumpulan bukti yang komprehensif. Dalam kasus korupsi besar seperti proyek e-KTP, keberhasilan dalam membuktikan kedua elemen ini menunjukkan pentingnya kerja sama antara penegak hukum, auditor, dan saksi untuk menciptakan keadilan yang transparan

Kesimpulan

Konsep actus reus dan mens rea adalah dua elemen utama dalam hukum pidana yang digunakan untuk membuktikan tindak pidana, termasuk korupsi. Actus reus merujuk pada perbuatan fisik yang melanggar hukum, seperti manipulasi tender, pemalsuan dokumen, atau penggelapan dana. Sementara itu, mens rea mengacu pada niat jahat atau kesadaran pelaku untuk melakukan tindakan tersebut secara melawan hukum. Kedua elemen ini harus dibuktikan agar pelaku dapat dinyatakan bersalah secara sah.


Pentingnya actus reus dan mens rea dalam kasus korupsi terletak pada kemampuannya untuk memastikan keadilan hukum. Dengan adanya dua elemen ini, penegak hukum dapat membedakan antara pelaku yang bertindak dengan niat jahat dan mereka yang mungkin tidak memiliki kesadaran atas tindakan mereka. Dalam kasus kompleks seperti korupsi e-KTP, pembuktian ini mencegah kesalahan vonis, mengidentifikasi pelaku utama, dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas proses hukum. Hal ini juga menegaskan prinsip bahwa tidak ada tindak pidana tanpa kesalahan yang disengaja atau sadar.


Membuktikan actus reus dan mens rea memerlukan pendekatan yang sistematis. Untuk actus reus, bukti seperti dokumen resmi, rekaman komunikasi, dan analisis aliran dana digunakan untuk menunjukkan adanya perbuatan fisik melanggar hukum. Sementara itu, mens rea dibuktikan melalui kesaksian, komunikasi internal pelaku, dan bukti pola perencanaan yang terorganisir. Tantangan dalam pembuktian, seperti jaringan pelaku yang rumit dan usaha pelaku untuk menyembunyikan jejak, memerlukan kolaborasi antara penegak hukum, auditor, dan ahli teknologi untuk membongkar kejahatan secara menyeluruh.

Daftar Pustaka

  • Habibie, Muhammad Hafidz. (2017). Analisis Yuridis Mens Rea (Sikap Batin Jahat) dalam Tindak Pidana Korupsi yang Dapat Merugikan Keuangan Negara. Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang. Diakses dari lib.unnes.ac.id
  • Setiyadi, Agus dan Harjanto, Andreas. (2019). Kronologi dan Fakta Kasus Korupsi e-KTP. Diakses dari tirto.id
  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  • Muladi. (1995). Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Bandung: Alumni.
  • Eddy O.S. Hiariej. (2016). Teori dan Hukum Pembuktian. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun