Mohon tunggu...
Jessica Anjelina Situmorang
Jessica Anjelina Situmorang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43222120038 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KUIS 10 - Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia pendekatan Robert Klitgaard

15 November 2024   21:05 Diperbarui: 16 November 2024   08:34 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modul Dosen : Prof.Dr.Apollo

Perubahan Spesifikasi dan Volume Proyek: Dalam proyek besar, sangat sering terjadi perubahan spesifikasi atau bahkan volume proyek yang tidak diawasi. Dalam kasus E-KTP, perubahan-perubahan tersebut justru memberi ruang bagi pejabat untuk memanipulasi anggaran dan melakukan penggelembungan harga. Beberapa kontraktor yang terlibat dalam proyek ini juga menerima pembayaran yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang sebenarnya dilakukan.

Discretion atau kewenangan yang luas ini memberikan peluang besar bagi para pelaku untuk menggunakan pengaruhnya dalam proyek E-KTP demi keuntungan pribadi. Klitgaard menekankan bahwa tanpa pengawasan yang ketat, kewenangan yang luas ini dapat disalahgunakan, seperti yang terjadi dalam proyek E-KTP. Hal ini menunjukkan bahwa corruption thrives in environments where decision-making powers are unchecked (korupsi berkembang dalam lingkungan di mana kekuasaan pengambilan keputusan tidak diawasi).

3. Akuntabilitas yang Lemah dalam Proyek E-KTP

Akuntabilitas adalah konsep yang mengharuskan individu atau lembaga untuk bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan yang mereka buat, terutama dalam penggunaan sumber daya publik. Dalam kasus E-KTP, sistem akuntabilitas sangat lemah. Bahkan meskipun proyek ini melibatkan dana yang sangat besar, tidak ada mekanisme pengawasan yang memadai untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan dengan benar dan sesuai dengan peruntukannya.

Beberapa aspek akuntabilitas yang lemah dalam kasus E-KTP antara lain:

  • Keterbatasan Pengawasan Eksternal: Selama pelaksanaan proyek E-KTP, tidak ada lembaga pengawas yang memiliki kewenangan dan kapasitas untuk memantau jalannya proyek secara menyeluruh. Kemendagri, sebagai lembaga yang mengelola proyek, tidak cukup transparan dalam mengelola anggaran dan proses pengadaan. Keterlibatan pihak-pihak yang terkait dalam proyek ini tanpa adanya pengawasan eksternal membuat mereka bebas menyalahgunakan dana proyek.

  • Pengawasan Internal yang Tidak Efektif: Sistem pengawasan internal dalam Kemendagri dan lembaga terkait tidak dapat mendeteksi adanya kecurangan atau penyalahgunaan dana. Para pejabat yang terlibat dalam proyek ini tampaknya memiliki akses yang cukup untuk mengontrol aliran dana dan membuat keputusan yang tidak dipertanggungjawabkan. Dalam banyak kasus, perubahan atau penggelembungan harga dilakukan tanpa ada pertanyaan atau klarifikasi dari pihak lain.

  • Tidak Ada Pertanggungjawaban kepada Publik: Meskipun proyek E-KTP melibatkan dana publik yang besar, tidak ada upaya yang cukup untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan atau pertanggungjawaban. Selain itu, laporan-laporan mengenai penggunaan dana proyek tersebut tidak dipublikasikan secara transparan.

Akuntabilitas yang lemah dalam proyek E-KTP menciptakan peluang besar bagi pejabat dan kontraktor untuk melakukan penyimpangan tanpa takut akan konsekuensi. Klitgaard menekankan bahwa tanpa mekanisme akuntabilitas yang jelas, tindakan-tindakan penyalahgunaan kekuasaan tidak akan terdeteksi, dan ini menjadi lahan subur bagi korupsi.

Penerapan teori Klitgaard dalam analisis kasus korupsi E-KTP menunjukkan bagaimana monopoli, kewenangan yang luas, dan akuntabilitas yang lemah dapat saling berinteraksi untuk menciptakan ruang bagi terjadinya korupsi. Monopoli dalam pengelolaan proyek, kewenangan yang luas yang dimiliki pejabat tanpa pengawasan yang memadai, serta akuntabilitas yang sangat lemah menjadi faktor-faktor utama yang memfasilitasi penyalahgunaan dana publik dalam proyek ini. Oleh karena itu, untuk mencegah terulangnya kasus serupa, sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki sistem pengawasan, meningkatkan transparansi dalam pengadaan, dan membangun sistem akuntabilitas yang kuat dalam setiap proyek besar yang melibatkan dana negara. 

Langkah Pencegahan Berdasarkan Pendekatan Klitgaard

Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption (1988) menawarkan pendekatan yang terstruktur untuk mengatasi dan mencegah korupsi. Pendekatan ini berfokus pada tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya korupsi, yaitu monopoli, kewenangan yang luas (discretion), dan akuntabilitas yang lemah. Klitgaard menyarankan langkah-langkah pencegahan yang secara langsung menargetkan tiga faktor ini untuk mengurangi peluang terjadinya korupsi. Berikut adalah langkah-langkah pencegahan korupsi yang dapat diterapkan berdasarkan teori Klitgaard secara rinci:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun