Â
Raden Ngabehi Ranggawarsita, seorang pujangga besar Jawa abad ke-19, telah meninggalkan warisan pemikiran yang masih relevan hingga saat ini. Salah satu konsep yang terkenal dari Ranggawarsita adalah "Tiga Era", yang terdiri dari Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu. Konsep ini tidak hanya memberikan gambaran tentang siklus perubahan dalam masyarakat, tetapi juga dapat digunakan untuk menganalisis fenomena sosial kontemporer, termasuk masalah korupsi di Indonesia.Â
Apa yang dimaksud dengan Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu?
1. Kalasuba
  Â
Kalasuba adalah era kemakmuran dan kebahagiaan. Pada masa ini, masyarakat hidup dalam keadaan sejahtera, aman, dan damai. Pemerintahan berjalan dengan baik, dan rakyat menikmati hasil dari kerja keras mereka.
Kalasuba sangat penting karena mewakili kondisi ideal yang diidamkan oleh setiap masyarakat. Dalam era ini, terdapat keseimbangan antara pemimpin dan rakyat, di mana pemimpin menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, sementara rakyat mendukung pembangunan dengan penuh partisipasi. Kalasuba menggambarkan harmoni dalam kehidupan sosial, di mana keadilan dan kemakmuran merata dirasakan oleh semua.Â
Dalam kondisi ini, masyarakat tidak hanya memperoleh kesejahteraan material, tetapi juga ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Era Kalasuba menjadi simbol bagi masyarakat tentang keadaan yang mereka cita-citakan.
Untuk mencapai Kalasuba, dibutuhkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus menjalankan tugasnya dengan jujur, adil, dan transparan, menciptakan kebijakan yang menjamin kesejahteraan dan keadilan sosial bagi semua lapisan masyarakat. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan sangatlah penting.Â
Masyarakat perlu berkontribusi secara positif, baik dalam bentuk kerja keras, inovasi, maupun dukungan terhadap kebijakan yang memperbaiki kualitas hidup bersama.Â
Pendidikan yang baik serta penanaman nilai-nilai moral dan etika menjadi dasar utama bagi tercapainya Kalasuba, karena hanya dengan masyarakat yang berpendidikan dan bermoral baik, era kemakmuran dan kebahagiaan ini bisa terwujud dengan kokoh dan berkelanjutan.
2. Katatidha
  Â
Katatidha adalah era kekacauan dan kebingungan. Pada masa ini, masyarakat mengalami ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam berbagai aspek kehidupan. Nilai-nilai moral mulai terkikis, dan kepercayaan terhadap pemimpin menurun.
Pada era Katatidha, masyarakat mengalami kondisi yang tidak menentu dan tidak terkendali. Berbagai permasalahan muncul di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, sosial, politik, hingga keamanan. Nilai-nilai moral dan etika yang sebelumnya dipegang teguh mulai terkikis, sementara kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin juga menurun drastis.
Terjadinya Katatidha dipicu oleh melemahnya sistem sosial dan pemerintahan. Korupsi menjadi salah satu faktor utama yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan institusi negara. Ketidakadilan dalam penegakan hukum serta ketimpangan ekonomi memperparah situasi, menciptakan ketidakpuasan sosial yang luas.
 Masyarakat mulai kehilangan arah karena ketidakpastian dalam struktur sosial dan politik yang mereka hadapi sehari-hari. Hal ini juga disertai dengan krisis moral yang semakin parah, di mana nilai-nilai etika tradisional mulai luntur.
Untuk menghadapi era Katatidha, dibutuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki keadaan. Reformasi dalam sistem pemerintahan menjadi langkah awal yang penting, terutama dengan memerangi korupsi dan menciptakan sistem yang lebih adil dan transparan.Â
Penegakan hukum yang tegas dan merata juga sangat diperlukan agar keadilan dapat ditegakkan di setiap lapisan masyarakat. Selain itu, revitalisasi nilai-nilai moral dan etika harus ditekankan melalui pendidikan dan kebijakan sosial, untuk mengembalikan tatanan moral yang kuat dalam masyarakat.
Penting juga bagi masyarakat untuk lebih aktif terlibat dalam pengambilan keputusan dan pengawasan kekuasaan. Partisipasi masyarakat yang lebih kuat dapat membantu mengurangi ketidakpuasan dan mendorong terciptanya kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat. Dengan usaha bersama yang dilandasi pada prinsip keadilan, moralitas, dan reformasi, era Katatidha dapat dilalui dan kehidupan yang lebih stabil serta harmonis dapat terwujud kembali.Â
3. Kalabendhu
  Â
    ÂKalabendhu adalah era kehancuran dan malapetaka. Pada masa ini, masyarakat berada dalam kondisi terburuk, di mana kekacauan mencapai puncaknya. Konflik, kekerasan, dan ketidakpercayaan mewarnai kehidupan sehari-hari.
Kalabendhu sangat berbahaya karena dapat mengancam eksistensi suatu bangsa. Era ini menandai runtuhnya tatanan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini menjadi fondasi kehidupan bersama. Ketika masyarakat tidak lagi memiliki kepercayaan pada pemimpin, institusi, maupun sistem hukum, kehancuran tidak dapat dihindari. Konflik yang berlarut-larut dapat menghancurkan struktur negara dan mengakibatkan disintegrasi.Â
Kalabendhu tidak hanya membawa kehancuran fisik melalui perang, kerusuhan, dan konflik, tetapi juga kehancuran moral, di mana manusia kehilangan arah, kebersamaan, dan empati satu sama lain. Tanpa tindakan nyata untuk menghentikan siklus ini, peradaban suatu bangsa dapat runtuh dan sulit untuk bangkit kembali.
Menghindari Kalabendhu membutuhkan upaya kolektif yang besar dari seluruh elemen masyarakat. Pertama, diperlukan pemimpin yang visioner, berintegritas, dan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat melalui kepemimpinan yang bijaksana dan tegas. Sistem hukum yang kuat dan adil juga harus ditegakkan, memastikan bahwa keadilan dilaksanakan tanpa diskriminasi.Â
Di sisi lain, masyarakat harus cerdas dan kritis, berani menyuarakan kebenaran dan menuntut perubahan ketika melihat ketidakadilan. Pendidikan moral dan etika harus kembali menjadi fokus utama dalam membentuk karakter bangsa.Â
Selain itu, revitalisasi nilai-nilai budaya dan agama penting dilakukan untuk membangun kembali moralitas dan solidaritas sosial yang rusak. Hanya dengan membangun kembali fondasi ini, masyarakat dapat menghindari kehancuran total dan bergerak menuju era yang lebih stabil dan damai.
Fenomena Korupsi di Indonesia
Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Di Indonesia, korupsi telah menjadi masalah kronis yang menggerogoti berbagai sektor kehidupan, mulai dari birokrasi pemerintahan hingga sektor swasta.
Mengapa Korupsi Menjadi Masalah Serius?
Korupsi menjadi masalah serius karena dampaknya yang luas dan merusak. Korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menghambat pembangunan, merusak moral bangsa, dan menciptakan ketidakadilan sosial. Korupsi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi publik.
Bagaimana Korupsi Terkait dengan Tiga Era Ranggawarsita?
Fenomena korupsi di Indonesia dapat dianalisis menggunakan konsep Tiga Era Ranggawarsita:
Kalasuba dan Korupsi:
Kalasuba merepresentasikan kondisi ideal di mana korupsi minimal atau bahkan tidak ada. Pada era ini, pemerintahan berjalan dengan transparan dan akuntabel. Namun, Indonesia masih jauh dari kondisi ini.Katatidha dan Korupsi:
Era Katatidha sangat mencerminkan kondisi Indonesia saat ini dalam konteks korupsi. Masyarakat mengalami kebingungan dan kekecewaan melihat maraknya praktik korupsi di berbagai level. Kepercayaan terhadap pemerintah dan penegak hukum menurun, menciptakan atmosfer ketidakpastian.Kalabendhu dan Korupsi:
Jika korupsi dibiarkan merajalela tanpa penanganan serius, Indonesia berisiko memasuki era Kalabendhu. Pada tahap ini, korupsi sudah menjadi budaya yang mengakar, merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesimpulan
Konsep Tiga Era Ranggawarsita memberikan kerangka berpikir yang relevan untuk memahami dan mengatasi fenomena korupsi di Indonesia. Saat ini, Indonesia berada dalam fase Katatidha, di mana korupsi telah menciptakan kebingungan dan ketidakpercayaan dalam masyarakat. Namun, dengan upaya bersama dari seluruh elemen bangsa, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk bergerak menuju era Kalasuba.
Pemberantasan korupsi bukan hanya tugas pemerintah atau penegak hukum semata, tetapi merupakan tanggung jawab seluruh warga negara. Dengan memahami konsep Ranggawarsita dan mengimplementasikan langkah-langkah konkret, Indonesia dapat membangun fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih baik, bebas dari korupsi, dan mencapai kesejahteraan bersama.
Perjalanan menuju Indonesia bebas korupsi mungkin panjang dan penuh tantangan, tetapi dengan tekad yang kuat dan kerja sama yang solid, cita-cita tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan. Melalui pemahaman akan konsep Tiga Era Ranggawarsita, kita diingatkan bahwa perubahan adalah sesuatu yang niscaya, dan bahwa kita memiliki peran dalam menentukan arah perubahan tersebut menuju Indonesia yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Ranggawarsita. (n.d.). Serat Kalatidha. Surakarta: Reksa Pustaka.
Suseno, F. M. (1988). Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia.
Magnis-Suseno, F. (1997). Javanese Ethics and World-View: The Javanese Idea of the Good Life. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Purwadi. (2007). Sejarah Sastra Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2021). Laporan Tahunan 2020. Jakarta: KPK.
Transparency International. (2022). Corruption Perceptions Index 2021. Berlin: Transparency International.
Tempo. (2022, April 10). Kasus Korupsi di Indonesia Masih Tinggi, Ini Langkah KPK. Tempo.co.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H