Doktrin kedua Kant tentang memperlakukan manusia sebagai tujuan, bukan sebagai sarana, merupakan prinsip etika yang mendalam dan penting yang menekankan penghormatan terhadap martabat, kebebasan, dan otonomi moral manusia. Ini menuntut agar kita tidak pernah memperlakukan orang lain hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan kita, tetapi selalu menghormati hak dan nilai mereka sebagai individu yang rasional dan bebas. Dalam banyak aspek kehidupan, dari hubungan pribadi hingga kebijakan publik, doktrin ini memberikan panduan moral yang kuat tentang bagaimana kita seharusnya memperlakukan orang lain.
   Dengan mengadopsi doktrin ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi, di mana setiap individu dihormati dan diperlakukan dengan adil. Meskipun ada kritik terhadap penerapannya yang kaku, prinsip ini tetap menjadi landasan penting dalam filsafat moral dan etika modern.
Bagaimana hubungan Moral Kant terhadap Integritas Sebagai Sarjana?
 Â
   Hubungan antara moral Kant dan integritas sebagai sarjana sangat erat, karena etika Kantian menekankan pentingnya tindakan moral yang berlandaskan prinsip-prinsip universal dan kewajiban tanpa pamrih. Integritas, sebagai salah satu nilai kunci dalam dunia akademik, merupakan cerminan dari komitmen seorang sarjana untuk memegang teguh standar moral dan etika, tidak hanya dalam pekerjaan akademis tetapi juga dalam interaksi profesional dan sosial.
1. Imperatif Kategoris dan Kewajiban Moral dalam Akademik
   Etika Kantian berpusat pada konsep "imperatif kategoris," yakni prinsip moral yang memerintahkan seseorang untuk bertindak sesuai dengan aturan yang dapat diterima sebagai hukum universal. Dalam konteks integritas sarjana, ini berarti bahwa seorang akademisi harus selalu bertindak berdasarkan prinsip moral yang bisa diterima oleh semua orang dan dalam semua situasi, tidak hanya dalam konteks spesifik. Misalnya, tindakan seperti plagiarisme atau manipulasi data tidak bisa diterima, karena jika tindakan tersebut dijadikan aturan umum, maka integritas ilmu pengetahuan itu sendiri akan runtuh. Integritas sarjana mengharuskan setiap individu bertindak dengan kejujuran, menghormati karya orang lain, dan mematuhi standar akademik yang telah disepakati bersama.
   Kant berpendapat bahwa tindakan moral harus dilakukan karena kewajiban moral itu sendiri, bukan karena adanya manfaat atau konsekuensi yang menguntungkan. Dengan kata lain, seorang sarjana tidak boleh hanya mengikuti aturan akademik karena takut hukuman atau demi mencapai reputasi yang lebih baik, melainkan karena mengikuti kewajiban moral untuk menjaga kejujuran ilmiah dan etika akademik. Integritas tidak boleh menjadi alat untuk mencapai keuntungan pribadi, tetapi harus menjadi komitmen terhadap prinsip moral yang lebih tinggi.
    Contoh: Seorang profesor yang mengajar di universitas mendapatkan akses ke karya ilmiah mahasiswanya. Dalam proses menilai makalah mereka, profesor ini dihadapkan pada dua pilihan: mengakui bahwa satu makalah mahasiswa sangat inovatif dan memberikan penghargaan yang layak, atau mengambil ide tersebut dan mengklaimnya sebagai milik pribadi untuk dipublikasikan. Berdasarkan imperatif kategoris Kant, tindakan yang benar adalah memberikan penghargaan kepada mahasiswa karena tindakan tersebut bisa diterima sebagai hukum universal. Jika semua profesor mencuri ide mahasiswa, dunia akademik akan menjadi tidak etis dan penuh ketidakjujuran. Jadi, integritas akademik mengharuskan profesor bertindak sesuai dengan prinsip moral, tanpa mengejar keuntungan pribadi.
2. Otonomi dan Tanggung Jawab Moral
   Kant juga menekankan pentingnya otonomi dalam tindakan moral, yang berarti bahwa seseorang harus bertindak berdasarkan penilaian rasional mereka sendiri, bukan karena paksaan eksternal atau tekanan dari pihak lain. Otonomi ini terkait erat dengan konsep integritas sarjana, karena integritas mengharuskan individu untuk bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka sendiri dalam konteks akademik.
   Seorang sarjana harus mampu menilai secara rasional dan etis tindakan yang mereka ambil dalam penelitian, pengajaran, dan publikasi. Mereka harus bertanggung jawab atas validitas data yang mereka gunakan, cara mereka menyajikan hasil penelitian, dan bagaimana mereka melibatkan orang lain dalam pekerjaan akademis. Otonomi moral juga berarti bahwa seorang akademisi harus memiliki keberanian untuk menentang tekanan eksternal, seperti tuntutan untuk memalsukan hasil penelitian demi pendanaan atau publisitas. Dalam hal ini, integritas akademik adalah perwujudan dari prinsip otonomi moral yang diajarkan oleh Kant.
    Contoh: Seorang peneliti ilmiah diminta oleh lembaga sponsor untuk mengubah data hasil penelitian agar hasilnya terlihat lebih menguntungkan bagi sponsor. Namun, berdasarkan prinsip otonomi moral Kant, peneliti harus menolak manipulasi data ini. Meskipun mungkin ada tekanan dari pihak sponsor, peneliti harus bertindak sesuai dengan tanggung jawab moralnya untuk menjaga kejujuran ilmiah. Dalam hal ini, otonomi moral berarti bahwa peneliti harus membuat keputusan berdasarkan apa yang benar dan etis, bukan berdasarkan tekanan atau insentif dari pihak luar.
3. Manusia Sebagai Tujuan, Bukan Sarana