Instrumental dan Emansipatoris Belajar Menuju Dunia yang Lebih Berkelanjutan: Pertimbangan Enviromental Education sebagai salah satu kebijakan untuk pembangunan berkelanjutan.
Masalah lingkungan sudah menjadi masalah serius bagi masyarakat dunia yang tidak hanya disebabkan oleh alam tapi juga karena aktivitas manusia. Untuk itu dibutuhkan sebuak kebijakan yang diharapkan mampu membuat pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dalam aspek lingkungan belakangan ini menjadi fokus utama dalam pembuatan kebijakan. masyarakat sebagai aktor yang penting dalam memberikan banyak pemikiran akan pentingnya kebijakan yang berkelanjutan. Di seluruh dunia, pembuat kebijakan sedang mencari cara untuk menggunakan strategi pendidikan dan komunikasi untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan. Akan tetapi, mereka sering menemukan diri mereka terjebak antara instrumental (perubahan perilaku) dan emansipatoris (pembangunan manusia). Penelitian ini ingin menyelidiki empat kasus teladan (The Adopt a Chicken Campaign, Creating Sustainable Urban Districts, Den Haneke, The Story of the Heuvelrug Region) yang mewakili kedua orientasi dan gabungan daripadanya. Salah satu hasil dari penelitian ini adalah bahwa Enviromental Education pembuat kebijakan tetapi disisi lain juga harus profesional, EE pertama harus mencerminkan pada jenis perubahan tantangan yang dipertaruhkan. Hanya kemudian mereka dapat menentukan jenis pendidikan, partisipasi, komunikasi, atau campuran daripadanya yaitu yang paling tepat, apa jenis hasil terbaik dapat dicapai, dan apa sistem monitoring dan evaluasi terbaik dapat digunakan.
Tulisan ini merupakan sebuah laporan hasil penelitian dari negara Belanda dengan objek utamanya merupakan EE (Enviromental Education) dan LSD (Learning Sustainable Development).Negara Belanda mempertimbangkan penggunaan EE (Enviromental Education) dan LSD (Learning Sustainable Development) sebagai kebijakan komunikasi lingkungan untuk mempromosikan akan pentingnya pembangunan berkelanjutan kepada masyarakat.
Modal ini dapat dibangun didalam masyarakat melalui institusi yang berkaitan untuk menciptakan orang-orang memiliki visi misi akan pembangunan berkelanjutan. Peran penting sebuah institusi seperti institusi pendidikan dalam memberikan pendidikan lingkungan dan strategi komunikasi sangat akan menentukan nasib lingkungan dimasa depan.
INSTRUMEN PENDIDIKAN DAN KOMUNIKASI LINGKUNGAN
Pendidikan lingkungan merupakan salah satu alternatif yang rasional untuk membuat agar masyarakat setuju dan mampu memberikan dukungan dalam kebijakan yang dibuat pemerintah dalam hal lingkungan. Tujuan dari adanya pendidikan lingkungan sendiri merupakan suatu bentuk upaya untuk mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran mayarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan. Sederhananya, pendekatan yang berperan di EE dimulai dengan merumuskan tujuan spesifik dalam hal perilaku yang disukai oleh "Kelompok sasaran" sebagai target utama pasif "receiver" yang perlu dipahami dengan baik. Model yang mendasari pendekatan semacam itu telah menjadi andalan selama bertahun-tahun mulai dari kesadaran untuk bertindak secara pribadi. Pemerintah Belanda, dan banyak lainnya pemerintah di seluruh dunia untuk itu, menggunakan dan mendukung berbagai kegiatan pendidikan dan strategi komunikasi untuk mempengaruhi perilaku lingkungan warga: kesadaran kampanye, iklan layanan masyarakat.
PENDIDIKAN LINGKUNGAN EMANSIPATORIS
Pendekatan emansipatoris berbeda, pendekatan ini mencoba untuk terlibat dalam dalam dialog yang aktif antar warga untuk membangun tujuan, makna, dan rencana bersama. Hal ini ditentukan sendiri dari tindakan untuk melakukan perubahan ketika mereka sendiri menganggap perubahan ini penting dan di harapkan. Akhirnya, pemerintah berkontribusi pada masyarakat yang lebih berkelanjutan sebagai pendukung kegiatan masyarakat. Proses belajar secara sosial, didukung oleh metode partisipatif, yang telah diidentifikasi sebagai upaya untuk mewujudkan pendekatan pendidikan lingkungan (van der Hoeven et al., 2007; Wals, 2007) dan untuk pengelolaan lingkungan (Tajam et al., 2005). Pemerintah Belanda telah menghasilkan kebijakan yang secara khusus berfokus pada menciptakan ruang untuk partisipasi berbagai pihak untuk situasi yang lebih berkelanjutan, kebijakan yang tidak menguraikan hasil perilaku tertentu, selain membuat orang secara aktif terlibat dan memungkinkan menyumbang beberapa suara, termasuk pendapat-pendapat yang terpinggirkan yang mempunyai hak juga untuk didengar. Memorandum Belanda secara khusus mengidentifikasi pembelajaran sosial sebagai kunci titik fokus. Dalam memorandum itu dinyatakan bahwa proses "pengaturan belajar" perlu didukung di mana para pemangku kepentingan, warga, dan organisasi dibawa bersama dalam situasi konkret, dan dirangsang untuk terlibat dengan satu lain dalam proses pembelajaran kolektif. Pada hal ini penekanan ditempatkan pada pengembangan kapasitas, lembaga, dalam menciptakan ruang dan struktur yang memungkinkan untuk munculnya pembelajaran sosial. Dengan pendekatan relative ini, pertanyaan baru dan ketidak pastian muncul antara pembuat kebijakan: Bagaimana kami menilai apakah dengan menyediakan ruang tersebut dan menciptakan struktur yang mendukung sebenarnya efektif? Pendekatan pemecahan masalah jatuh sebagai transisi menuju dunia yang lebih berkelanjutan membutuhkan lebih dari upaya untuk mengurangi dunia di sekitar kami masalah dikelola dan dipecahkan. Sebagai gantinya, transisi tersebut memerlukan lebih sistemik dan cara refleksif berpikir dan bertindak dengan Kesadaran bahwa dunia kita adalah salah satu yang terus-menerus perubahan dan ketidakpastian selalu hadir. Kritikus pendekatan seperti ini cenderung berpendapat bahwa kita tahu banyak tentang apa yang berkelanjutan dan apa yang tidak, dan bahwa pada saat kita semua menjadi dibebaskan, diberdayakan, refleksif, dan kompeten, daya dukung bumi akan menjadi bertambah habitatnya.
GABUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, KOMUNIKASI, DAN PARTISIPASI LINGKUNGAN
Gert Spaargaren, seorang sosiolog lingkungan Belanda menanggapi melandaskan penelitian pada teori Gidden strukturasi. teori strukturasi Gidden yang menghubungkan antara aktor dengan struktur. Spaargaren melakukannya dengan menempatkan praktek-praktek sosial di pusat di mana manusia sudah dimediasi oleh gaya hidup. Interaksi yang timbul antara lembaga dan struktur merupakan hasil dari berbagai praktik sosial. Model Spaargaren ini mungkin dianggap sebagai jembatan antara lingkungan hidup dengan pendekatan perilaku yang lebih emansipatoris.
Memahami belajar cara terjadi dan apa yang merangsang perilaku lingkungan sama pentingnya dengan informasi lingkungan Setiap individu harus memutuskan untuk mengubah perilaku mereka, tetapi perubahan juga harus terjadi pada tingkat yang lebih luas dalam rangka untuk memiliki dampak lingkungan yang signifikan. (Jensen dan Schnack) menekankan bahwa aksi lingkungan disengaja dan memberikan kontribusi langsung untuk memecahkan masalah confrontional (hubungan antara manusia - lingkungan) atau pengaruh orang lain untuk berkontribusi untuk memecahkan permasalahan pada hubungan dekat atau dalam (hubungan people-to-people). tindakan pro-lingkungan kolektif bisa memaksa pelaku utama, seperti bisnis dan pemerintah , untuk mengambil tanggung jawab untuk lingkungan dan membuat kebijakan yang berkelanjutan untuk individu (misalnya, energi mobil yang efisien, transportasi ramah lingkungan seperti, sepeda). pendidikan lingkungan juga harus menumbuhkan minat dan keterlibatan orang muda dalam isu-isu publik dan prinsip-prinsip demokrasi agar dapat secara efektif menangani masalah-masalah lingkungan. Wals et al. Membuat konsep dengan membagi pendidikan lingkungan menjadi instrumental, yang bertujuan untuk mengubah perilaku lingkungan yang telah ditentukan, dan emansipatoris, yang berusaha untuk terlibat peserta dalam dialog aktif untuk menetapkan tujuan dan rencana individu untuk aksi lingkungan. Demikian pula, Sterling meneliti tentang belajar intrinsik dan instrumental dalam pendidikan berkelanjutan. Dalam melakukannya, Sterling menjelaskan adanya kategori pendidikan ketiga yang berfokus pada pertumbuhan pribadi atau kompetensi yang terkait dengan perkembangan yang sehat dan sukses gaya hidup (misalnya, kompetensi sosial, rasa tujuan, minat belajar). Schusler dan Krasny, melaporkan bahwa aksi lingkungan adalah konteks berharga bagi perkembangan remaja yang positif.