Aku yang sedari dulu mencintai fajar. Yang teramat kagum akan nuansa kesejukan. Hasil kabut dan embun yang senantiasa bercengkrama. Lalu berlabuh pada dedaunan yang menerima apa adanya. Aku mencintai semburat garis horizontal. Elok biru lebamkan pagiku. Lalu muncul cawan kemerahan dari cangkir cakrawala. Mengantar mimpi dengan keraguan seiring dengan mentari, bersama penuh ridho Ilahi. Ini mengapa aku dalam perihal mencinta fajar.
Untukmu,,
Aku ingin belajar menjadi senja. Senjamu khususnya. Belajar dengan hangat demi memberi nyaman. Belajar dengan cahaya semu memancar pada kaki cakrawala, demi menemanimu kembali dari aktivitas yang melelahkan. Menyusun mimpi yang entah untuk beberapa hari kedepan dan merajut ulang asa yang sudah usang.
Aku yang mencintai Fajar dan sedari kini ingin menjadi senjamu. Beri aku rongga untuk menjadi senjamu dengan aku yang tetap dengan fajarku. Aku tahu mereka tak pernah sama, jua berbeda tapi selalu ada. Tanpa yang satu lain pun tak cipta. Sebagai media yang membuka dan mengakhiri realita.
Untukmu,,
Izinkanku menjadi senjamu tanpa meninggalkan fajarku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H