Dosen Pembimbing: IVANA WARDANI, S.K.M., M.K.M
Penulis: Jesica Uli Panggabean, Fariz aulia abdillah, Aditya hidayah, Ruth Mayana,
Instansi: POLITEKNIK PENERBANGAN MEDAN
Keselamatan penerbangan sebagai suatu aspek krusial dalam transportasi saat ini, yang dimana dihadapkan pada berbagai tantangan, salah satunya adalah ancaman membawa bom palsu. Tindakan ini bukan hanya menciptakan kekhawatiran di antara otoritas penerbangan, tetapi juga memiliki dampak yang mendalam terhadap keselamatan, ketertiban, dan kepastian dalam operasi penerbangan. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Keselamatan Penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
      Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 2018 Pasal 1 Butir ke 2 tentang tindak pidana terorisme menjelaskan bahwa terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhada pobjek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.  Â
      Bom palsu adalah replika dari bahan peledak yang seolah-olah nyata, meskipun tidak memiliki kemampuan meledak. Meskipun demikian, keberadaannya dapat menciptakan kepanikan dan dapat membahayakan keamanan masyarakat. Candaan bom bukanlah sesuatu yang dapat dianggap remeh, hampir setiap orang jika mendengar istilah mengenai bom akan langsung berfikir itu adalah sesuatu yang dapat mengancam keselamatan serta keamanan, candaan mengenai bom sangatlah sensitif bagi setiap orang yang mendengarnya, belum lagi jika mereka yang memiliki trauma dengan kata "bom" (Uzni & Sudiro, 2019).
      Di Indonesia ketentuan pidana dalam membawa bom palsu diatur dalam Pasal 436 dan Pasal 437  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dimana setiap orang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan dipidana berdasarkan
Pasal 436 UU 1/2009, yang berbunyi:
- Setiap orang yang membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau  bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 437 UU 1/2009, yang berbunyi:
Setiap orang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
      Terdapat banyak kasus bom palsu yang terjadi di Indonesia. Seperti pada kasus bom palsu yang dikutip dari berita detikFinance, terjadi pada 7 Desember 2023, dimana pesawat Pelita Air dengan nomor penerbangan IP205 PKPWD yang akan terbang dari Surabaya menuju Jakarta pukul 13.20 WIB batal lepas landas dari Bandara Juanda karena seorang penumpang bernama Surya Hadi Wijaya bercanda membawa bom. Ancaman bom tersebut ternyata hanyalah candaan dari seorang penumpang yang kemudian diidentifikasi sebagai pelanggaran terhadap aturan keselamatan penerbangan. Ancaman bom palsu ini menyebabkan keterlambatan penerbangan dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan penumpang dan pihak berwenang. Maskapai Pelita Air menyatakan bahwa tindakan tersebut melanggar aturan keselamatan penerbangan dan merupakan pelanggaran serius. Pihak berwenang melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pesawat dan penumpang sebelum akhirnya memastikan bahwa tidak ada ancaman nyata (Oswaldo, 2023).