Belum lama ini, regulasi yang telah ditetapkan dan diterima oleh khalayak ingin diubah oleh Menteri Agama yang menyuarakan gagasannya untuk menjadikan KUA sebagai tempat pelayanan keagamaan bagi seluruh agama di Indonesia. Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) menegaskan "Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama." Pernyataan tersebut mendapat respons yang mendukung "KUA bukan kantor urusan Agama Islam saja jadi seharusnya bisa melayani pencatatan nikah agama lain juga" timpal Nizar Ali selaku Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY. Baginya, hal itu sebagai pengejawantahan dari sila 1 Pancasila yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" hak seluruh rakyat juga harus dapat terpenuhi termasuk dalam pencatatan pernikahan memperhitungkan selama ini pencatatan pernikahan umat Islam biasanya dilakukan di KUA sedangkan umat beragama non-Islam harus mengurus pencatatan nikah di Kantor Catatan Sipil.
Sehubungan dengan hal ini, Yaqut mempersilakan agar undang - undang nomor 24 tahun 2013 tentang adminduk untuk direvisi meskipun ia tidak menyebutkan secara eksplisit bagian mana yang ingin direvisi. Menyadari merevisi undang-undang akan menyita banyak waktu, sedangkan jumlah orang yang ingin melangsungkan pernikahan setiap harinya pasti akan bertambah, maka Yaqut menawarkan MoU dengan kemendagri supaya umat beragama non-Islam tetap dapat melakukan pencatatan pernikahan di KUA. Alasannya bersikeras ingin supaya KUA dapat melayani urusan keagamaan seluruh agama karena mengingat bahwa rakyat-rakyat non-Islam yang harus mencatatkan pernikahannya di kabupaten. Mengingat jarak tempuh, waktu, serta biaya (ongkos) maka semua itu ingin dipermudah melalui gagasannya ini. Ditambah lagi demi mengoptimalkan dan merealisasikan tugas Kantor Urusan Agama, karena sesungguhnya tentang pencatatan yang berhubungan dengan agama bukanlah tugas catatan sipil melainkan menjadi tugas Kementerian Agama.
- Perspektif Hukum Islam
Negara kita diwarnai dengan kekayaannya dan keunikannya yang begitu memukau. Keberagaman itu meliputi suku bangsa, ras, golongan, etnis, bahasa, adat istiadat, dan agama. Dengan melihat persoalan diatas hukum islam memandang hal ini dengan mengimplementasikan prinsip toleransi / tasamuh . Dalam prinsip tersebut dijelaskan bahwa Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya. Toleransi hanya dapat dianggap benar apabila tidak merugikan agama Islam. Wahbah Al-Zuhaili, mengartikan prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur'an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syariat aturan hukum Islam. Cakupan toleransi tersebut tidak hanya tentang ibadah saja tetapi juga meliputi seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya. Tasamuh dalam hukum Islam ini lebih menekankan bagaimana umat Islam tidak boleh memaksa dan merugikan umat beragama lain. Dalil dari tasamuh ini telah diatur dalam
Artinya: "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil" (QS Al-Mumtahanah: 8).
serta
Artinya: "Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim" (QS Al-Mumtahanah: 9).
Dari sudut pandang hukum Islam sesungguhnya tidak menentang menjadikan KUA untuk memberikan pelayanan kepada semua agama karena sama sekali tidak merugikan agama Islam dan berlawanan dari prinsip hukum Islam beserta dalil-dalil tentang tasamuh itu sendiri.
Selain prinsip toleransi, prinsip selanjutnya adalah prinsip keadilan yang mencakup berbagai aspek, seperti keadilan dalam hal hubungan antara individu dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dengan masyarakat, hubungan antara individu dengan hakim dan lain-lain selama prinsip keadilan diartikan sebagai prinsip moderasi. Prinsip keadilan ini menjadi penguat alasan kaca mata hukum islam mendukung KUA untuk melayani urusan semua agama termasuk dalam pencatatan pernikahan, karena demi terciptanya keadilan bagi umat - umat yang beragama non-muslim sebagaimana telah diatur dalam diantaranya surah Al-Maidah ayat 8 : "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Yang ketiga adalah prinsip persamaan / egalite.
Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam hukum Islam dimana menekankan bahwa semua umat manusia mempunyai persamaan hak dihadapan konstitusi tanpa terkecuali.
Hal ini berkaitan dengan bagaimana layanan KUA diperuntukan. Seharusnya prinsip persamaan ini juga berlaku terhadap penetapan / kebijakan bagaimana pelayanan yang diberikan KUA ditujukan. Seharusnya ditujukan sama rata tanpa adanya pertimbangan akan perbedaan agama.