Mohon tunggu...
Jerry Simo
Jerry Simo Mohon Tunggu... -

Hiker, Aviator, Accountant, Pedestrian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Surat Keberatan Sertifikasi PHPL PT. Toba Pulp Lestari oleh Sucofindo

12 Desember 2010   12:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:48 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_79598" align="alignleft" width="500" caption="Hutan kemenyan warga Pandumaan - Sipituhuta, Sumut"][/caption] Subject: Surat Keberatan Sertifikasi PT TPL No          : /Studi-Adv/KSPPM/ XII/2010                                                         Parapat, 1 Desember 2010 Lamp     : 1 (satu) berkas Hal          : Pengajuan Keberatan dan Saran Terhadap Hasil Penilaian PHPL PT Toba Pulp Lestari Tbk. Kepada Yth : SUCOFINDO ICS Graha Sucofindo Lantai B1 Jl. Raya Pasar Minggu Kav.34 Jakarta Selatan Up : Sdr.Yuki Mahardhito Dengan hormat, Sesuai dengan Lampiran 5 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.P.02/VI-BPPHH/2010 tentang Pedoman Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Dalam Pelaksanaan PHPL dan Verifikasi Legalitas Kayu (LK), maka bersama ini kami dari KSPPM, jaringan LSM (NGO), bersama masyarakat dampingan yang saat ini sedang berkonflik dengan pihak PT Toba Pulp Lestari, menyampaikan keberatan atas hasil penilaian Auditor Sucofindo ICS terhadap PT Toba Pulp Lestari dengan memberikan Sertifikat PHPL. Adapun keberatan yang kami sampaikan merujuk pada hasil penilaian Sucofindo ICS dibandingkan dengan penilaian KSPPM, jaringan LSM, dan Masyarakat dampingan sebagai berikut : KRITERIA, INDIKATOR, HASIL PENILAIAN DAN KETERANGAN Sucofindo ICS (Sucofindo) KSPPM & Masyarakat (Masyarakat) 1. PRASYARAT Indikator 1.1   Kepastian Kawasan Pemegang Ijin Sucofindo  : Buruk Masyarakat: Buruk Keterangan: Penataan batas tidak pernah dilaksanakan. Indikator 1.2   Komitmen Pemegang Ijin IUPHHK-HTI Sucofindo  : Baik Masyarakat: Buruk Keterangan: Implementasi misi & visi tidak terbukti. Fakta di lapangan, terjadi pecah belah terhadap masyarakat. Paradigma baru hanya di atas kertas. Terjadi penebangan kayu alam dan tanaman endemik di wilayah adat dan di hutan lindung. 3. EKOLOGI Indikator 3.1   Keberadaan, kemantapan dan kondisi kawasan dilindungi pada setiap tipe hutan Sucofindo  : Baik Masyarakat: Buruk Keterangan: Tidak ada kawasan yang dilindungi, yang ada sistem tebang habis. Tanaman endemik (kemenyan) di kab.Humbahas juga ditebang. Hutan kemenyan merupakan hulu dan DAS yang mengalir hingga ke Danau Toba, akibat penebangan hutan DAS terganggu (banyak anak sungai yang mati). Indikator 3.2   Perlindungan dan pengamanan hutan Sucofindo  : Baik Masyarakat: Buruk Keterangan: Terjadi illegal logging, perambahan hutan, oleh pengusaha kayu lokal. Hama penyakit menyerang tanaman petani di kampung Parlombuan, desa Aek Nauli III, kec.Sipahutar, Taput. Indikator 3.3  Pengelolaan dan pemantauan dampak terhadap tanah dan air akibat pemanfaatan hutan Sucofindo  : Baik Masyarakat: Buruk Keterangan: Penebangan hutan berdampak negatif terhadap tanah dan air yang mengakibatkan peningkatan erosi, debit sungai tidak menentu, dan terjadi penurunan kualitas air. Bahkan mengakibatkan longsor dan banjir di kab.Samosir dan kec.Tarabintang (Humbanghas) Indikator 3.4   Identifikasi spesies flora dan fauna yang dilindungi dan/atau langka (endangered), jarang (rare), terancam punah(threatened) dan endemik. Sucofindo  : Baik Masyarakat: Buruk Keterangan: Terjadi penebangan tanaman endemik (kemenyan) Indikator 3.5   Pengelolaan flora untuk (1) Luasan tertentu dari hutan produksi yang tidak terganggu, dan bagian yang tidak rusak. (2) Perlindungan terhadap species flora dilindungi dan/atau jarang, langka dan terancam punah dan endemik. Sucofindo  : Baik Masyarakat: Buruk Keterangan: Tanaman endemik (kemenyan) di kecamanat Parlilitan dan Pollung (Humbanghas) ditebang habis. 4. SOSIAL Indikator 4.1   Kejelasan luas dan batas dengan kawasan masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat setempat yang telah mendapat persetujuan para pihak. Sucofindo  : Buruk Masyarakat: Buruk Keterangan: Tidak ada kejelasan luas & batas kawasan/areal kerja IUPHHK dngan masyarakat.  Pembuatan batas kawasan secara parsitipatif oleh masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta dan Aek Lung (Humbanghas) tidak diakui. Konflik batas kawasan terjadi di beberapa tempat, berlarut-larut dan tidak terselesaikan: kasus Pandumaan dan Sipituhuta (Humbanghas), Parlombuan-Sipahutar (Taput), Parlilitan dan  Aek Lung (Humbanghas), Samosir Indikator 4.2   Jenis dan jumlah perjanjian yang melibatkan masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat dalam kesetaraan tanggung-jawab pengelolaan bersama. Sucofindo  : Baik Masyarakat: Buruk Keterangan: Kesetaraan nihil, Tidak ada implementasi/realisasi pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab terhadap masyarakat Indikator 4.3   Perencanaan dan implementasi pengelolaan hutan telah mempertimbangkan hak masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat. Sucofindo  : Baik Masyarakat: Buruk Keterangan: Melanggar hak-hak masyarakat adat, Dana CSR hanya untuk kalangan tertentu, mekanisme pendistribusian manfaat pada para pihak tidak tepat sasaran. Indikator 4.4   Perlindungan hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat. Sucofindo  : Baik Masyarakat: Buruk Keterangan: Hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat tidak diakomodir. Peran serta masyarakat tidak ada, justru memecah belah dan menimbulkan konflik. Masyarakat adat kehilangan tanah dan sumber mata pencaharian utama, dan menjadi buruh di tanah adat milik sendiri. Indikator 4.5   Peningkatan peran serta & aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat yang berbasis hutan Sucofindo  : - Masyarakat: Buruk Keterangan: Aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat menurun bahkan hilang. Yang menjadi supllier kebutuhan IUPHHK adalah para kontraktor (mitra kerja).

Berdasarkan hasil penilaian kami, maka IUPHHK HTI PT TPL tidak layak mendapatkan Sertifikat PHPL, dalam hal ini kami melihat bahwa pihak auditor PT Sucofindo ICS tidak memperhatikan pengertian dari setiap indikator. Sebagai contoh pengertian Kriteria Sosial indikator 4.2 secara jelas disebutkan IUPHHK untuk menyertakan masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat secara adil dan setara dalam pengelolaan kawasan hutan. Bagaimana mungkin dapat diberikan nilai Baik sementara IUPHHK HTI PT TPL sama sekali tidak menjalankan kewajibannya apalagi mau bersikap adil dan menyertakan masyarakat setempat dalam pengelolaan kawasan hutan. Yang ada cuma menyertakan para kontraktor, dan bukan masyarakat setempat (masyarakat adat/pemilik). Demikian juga halnya dengan Kriteria Ekologi, yang seluruhnya bernilai Baik, padahal banyak konsesi PT TPL berada di hulu sungai (DAS) yang bermuara ke Danau Toba. Bahkan tidak rahasia umum lagi bahwa banyak anak sungai yang debitnya menurun bahkan kering dan mati. Juga penggunaan limbah padat pabrik sebagai pengganti aspal untuk pengeras jalan di hutan yang tentunya berdampak terhadap tanah dan air. Bukankah auditor telah melakukan pertemuan dan wawancara dengan kami (KSPPM, Bakumsu, utusan masyarakat desa-desa berkonflik, dan NGO di Sumut) di KSPPM dan di Bakumsu, dan ketika itu kami sudah menyampaikan informasi, data, dan fakta lapangan? Apakah masukan-masukan dari kami tersebut tidak dijadikan sebagai bahan penilaian?

Kami berharap Auditor Bidang Sosial dan Ekologi PT Sucofindo ICS bersedia melakukan tindakan koreksi atas indikator-indikator tersebut, sehingga hasil penilaian ini benar-benar valid, jujur, dan sesuai dengan fakta di lapangan.

Kami dari KSPPM, dan Masyarakat Adat yang saat ini sedang berkonflik dengan pihak PT TPL sangat terbuka untuk menyelesaikan masalah konflik lahan ini dan berharap adanya pihak independent yang bersedia membantu sebagai mediator agar penyelesaian konflik dapat dilakukan dengan adil.

Selama in Unit Manajemen IUPHHK HTI PT TPL selalu bersikukuh mengatakan bahwa IUPHHK HTI PT TPL memiliki izin konsensi dan tidak melaksanakan kewajibannya untuk “Apabila di dalam areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Tanaman terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut dikeluarkan dari areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman”.

Demikian surat pengajuan keberatan ini kami sampaikan, dan mohon menjadi perhatian untuk menjadi pertimbangan dalam memberikan penilaian.

Tembusan Yth :

1. Ditjen Bina Usaha Kehutanan, Jakarta

2. Kadishut Prov Sumut, di Medan

3. Kadishut Tapanuli Utara, di Tarutung

4. Kadishut Humbang Hasundutan, di Doloksanggul

5. Kadishut Samosir, di Pangururan

5. Kadishut Tobasa, di Balige

6. PT Toba Pulp Lestari Tbk, di Porsea

7. Pertinggal

Hormat kami :

Suryati Simanjuntak

Koord Divisi Studi Advokasi KSPPM

Turut Mendukung:

1. Dimpos Manalu, KSPPM Parapat

2. Benget Silitonga, BAKUMSU Medan

3. Monang Siringoringo, PETRA Medan

4. Jimmi Panjaitan, KPHSU Medan

5. Prof DR BA Simanjuntak, UNIMED Medan

6. Pirmauli Pakpahan, Pengmas GKPI Pematangsiantar

7. Eliakim Sitorus, Pemerhati hutan dan lingkungan, Jakarta

8. Saur Tumiur Situmorang, Pemerhati hutan dan lingkungan, Jakarta

9. James Sinambela, Ketua kelompok masyarakat Pandumaan-Sipituhuta, kec.Pollung, Humbanghas

10. Toga Sitanggang, Kelompok masyarakat Sionom Hudon, kec.Parlilitan, Humbanghas

11. Rudi Silaban, Kelompok masyarakat Parlombuan, kec.Sipahutar, Taput

12. Robert Simamora, Kelompok masyarakat Aek Lung, kec.Doloksanggul, Humbanghas

13. Esbon Siringoringo, Ketua Serikat Tani Kabupaten Samosir

14. Endi Tambunan, Ketua Serikat Tani Taput

15. Warinson Sitio, Ketua Serikat Tani Tobasa

16. Dedy Ginting, Ketua Serikat Tani Sumatera Utara

KAJIAN PENGAJUAN KEBERATAN

PENILAIAN KINERJA PENGOLAHAN HUTAN IUPHHK HTI PT TOBA PULP LESTARI

Oleh: Suryati Simanjuntak

1. KRITERIA : PRASYARAT

1.1. INDIKATOR :

Kepastian Kawasan Pemegang Ijin

Pengertian :

Kepastian status areal unit manajemen IUPHHK-HTI terhadap penggunaan lahan, tata ruang wilayah, dan tata guna hutan memberikan jaminan kepastian areal yang diusahakan.

Kegiatan penataan batas merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam kerangka memperoleh pengakuan eksistensi areal IUPHHK HTI, baik oleh masyarakat, pengguna lahan lainnya maupun oleh instansi terkait.

Pal batas merupakan salah satu bentuk rambu yang memberikan pesan bahwa areal yang berada didalamnya telah dibebani oleh ijin.

ALAT PENILAIAN:

1) Kesesuaian Areal IUPHHK HTI PT Toba Pulp Lestari

2) Realisasi Tata Batas

3) Legitimasi Batas IUPHHK HTI PT TPL

4) Pengakuan para pihak atas eksistensi areal IUPHHK HTI PT TPL

KAJIAN PENILAIAN:

1) Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Kehutanan No.7 tahun 1990 disebutkan bahwa ”Areal hutan yang dapat diusahakan sebagai areal HTI adalah kawasan hutan produksi tetap yang tidak produktif.

2) Fakta,areal kerja HTI PT TPL berada di lahan yang telah menjadi hak milik masyarakat adat dan sudah dikelola secara turun temurun sejak beratus-ratus tahun yang lalu yakni: keturunan Raja Pangumban Bosi Simanjuntak dan Op Pagar Batu Pardede di Kampung Parlombuan Desa Tapian Nauli III, Kecamatan Sipahutar, kab.Tapanuli Utara; keturunan Ama Raja Medang Simamora di desa Aek Lung, kec.Doloksanggul, kab.Humbanghas; masyarakat adat di dea Pandumaan dan Sipituhuta, kec.Pollung, kab.Humbanghas; masyarakat adat turunan Sionom Hudon, di kec.Parlilitan, kab.Humbanghas; masyarakat adat di Samosir; dll.

Lahan-lahan ini berupa tombak haminjon (hutan kemenyan), perladangan, tegalan, sawah, bekas perkampungan bahkan situs-situs budaya berupa makam keluarga masih bisa ditemukan di areal hingga sekarang. Berdasdarkan sepengetahuan kami tanah-tanah adat ini, belum pernah ada pengukuhan sebagai kawasan hutan (hutan produksi, hutan lindung) bahkan masyarakat selama ini tidak pernah mendengar bahwa tanah adat mereka adalah kawasan hutan.

3) Berdasarkan Pasal Keputusan Menteri Kehutanan No.493 /Kpts-II/92 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri, HTI PT TPL berkewajiban untuk melaksanakan pengukuran dan penataan batas areal kerja paling lambat 36 bulan sejak SK diterima. Namun sejak Indorayon (TPL) berdiri sampai saat ini belum ada bukti dilakukan penataan batas. Bahkan ketika batas-batas ini ditanyakan pada rapat para pihak di tingkat II dan I (Sumut), pihak PT TPL dan Dinas Kehutanan, tidak mengetahui batas-batas ini. Tetapi masyarakat adat, dapat dengan mudah menunjukkan batas-batas wilayah adat mereka, karena mereka mengenal dan hidup di sana.

4) Legitimasi batas IUPHHK HTI PT TPL sampai saat ini belum mendapatkan ketetapan hukum tetap karena belum melaksanakan kegiatan penataan batas.

5) Masyarakat adat yang saat ini sedang berkonflik dengan PT TPL, sama sekali tidak memberikan pengakuan atas eksistensi IUPHHK HTI PT TPL yang menggunakan wilayah adat mereka dan menganggap IUPHHK HTI PT TPL memasuki wilayah adat secara illegal dan arogan.

KESIMPULAN PENILAIAN:

1) Keberadaan HTI PT TPL di wilayah adat (keturunan Raja Pangumban Bosi Simanjuntak dan Op Pagar Batu Pardede di Kampung Parlombuan Desa Tapian Nauli III, Kecamatan Sipahutar, kab.Tapanuli Utara; keturunan Ama Raja Medang Simamora di desa Aek Lung, kec.Doloksanggul, kab.Humbanghas; masyarakat adat di dea Pandumaan dan Sipituhuta, kec.Pollung, kab.Humbanghas; masyarakat adat turunan Sionom Hudon, di kec.Parlilitan, kab.Humbanghas; masyarakat adat di Samosir; dll) dikategorikan illegal.

2) IUPHHK HTI PT TPL mengabaikan kewajibannya untuk melaksanakan Penataan Batas sehinggan mengakibatkan konflik lahan dan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat.

HASIL PENILAIAN : BURUK

1.2. INDIKATOR :

Komitmen Pemegang Izin IUPHHK -HTI

Pengertian :

Pernyataan visi, misi dan tujuan perusahaan pemegang ijin, serta implementasinya oleh pemegang IUPHHKHA/ HT/HTI untuk melaksanakan pemanfaatan hutan secara lestari selama masa kegiatan ijin usahanya.

ALAT PENILAIAN :

1) Sosialiasi Misi, Visi dan Tujuan Perusahaan

2) Kesesuaian Misi dan Visi.

KAJIAN HASIL PENILAIAN :

1) Kesesuaian Misi dan Visi dengan fakta di lapangan sangat berbeda, khususnya di wilayah adat, implementasi kegiatan Penataan Kawasan dan perencanaan tidak dilaksanakan. Hal tersebut terbukti HTI PT TPL memasuki lahan masyarakat (wilayah adat) secara illegal yang sudah secara de facto masyarakat telah menguasai tanah tersebut secara turun temurun sejak beratus-ratus tahun yang lalu, dan merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan aktifnya masyarakat selama ini mengelola lahan, adanya surat perjanjian meminjam tanah untuk program reboisasi dan penghijauan dengan jangka waktu 30 tahun, adanya situs-situs budaya, bekas perkampungan, makam, dan bukti sejarah lainnya yang melekat dalam masyarakat adat.

KESIMPULAN :

IUPHHK – HTI PT Toba Pulp Lestari tidak memiliki komitmen secara nyata dari misi dan visi sehingga fakta di lapangan sangat berbeda dari Misi dan visi yang dibuat di atas kertas. Sesuai dengan pengertian komitmen pemegang izin IUPHHK maka misi dan visi harus diimplementasikan dengan baik dan benar.

HASIL PENILAIAN : BURUK

3. KRITERIA: EKOLOGI

3.1. Indikator

Keberadaan, kemantapan dan kondisi kawasan dilindungi pada setiap tipe hutan

Pengertian:

Fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan berbagai spesies & sumber keanekaragaman hayati bisa dicapai jika terdapat alokasi kawasan dilindungi yang cukup. Pengalokasian kawasan dilindungi harus mempertimbangkan tipe ekosistem hutan, kondisi biofisik, serta kondisi spesifik yang ada. Kawasan dilindungi harus ditata dan berfungsi dengan baik, serta memperoleh pengakuan dari para pihak.

Alat Penilaian:

1) Luasan kawasan dilindungi.

2) Penataan kawasan dilindungi (persentase yang telah ditandai, tanda batas dikenali).

3) Kondisi kawasan dilindungi.

4) Pengakuan para pihak terhadap kawasan dilindungi.

5) Laporan pengelolaan kawasan lindung hasil tata ruang areal/ landscaping/deliniasi makro dan mikro.

KAJIAN PENILAIAN

1) Fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan berbagai spesies & sumber keanekaragaman hayati tidak terlindungi. Terbukti dengan tidak adanya kawasan yang dilindungi, yang ada sistem tebang habis. Tanaman endemik (kemenyan) di kab.Humbahas juga ditebang dan akan berakibat terhadap punahnya berbagai spesies dan tanaman langka. Kemenyan hanya bisa tumbuh dengan baik dan menghasilkan di daerah ini, dan jika tumbuh bersama-sama dengan jenis kayu alam lainnya. Menebang pohon/kayu alam di sekitarnya, akan mengakibatkan kemenyan tidak menghasilkan getah dan perlahan-lahan akan mati. Karena itu pernyataan pihak PT TPL dengan konsep kemenyan tertata, dan melindungi tanaman kehidupan (kemenyan) adalah tidak benar dan tidak dapat diterima masyarakat.

2) Tidak ada kawasan yang dilindungi, bahkan hutan lindung di blok Sitonggitonggi (Samosir) dan kemenyan di Humbanghas ikut ditebang.

3) Penandaan areal (plakat) hanya dilakukan menjelang evaluasi, dan tanda batas tidak ada. Dokumen, data, laporan dan peta hanya di atas kertas. Terbukti hutan kemenyan di humbanghas terancam punah.

KESIMPULAN PENILAIAN:

1) IUPHHK – HTI PT Toba Pulp Lestari tidak memiliki komitmen untuk melindungi fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan berbagai spesies & sumber keanekaragaman hayati. Fakta di lapangan sangat berbeda dengan laporan di atas kertas.

2) IUPHHK HTI PT TPL selalu mengabaikan kearifan/pengetahuan lokal masyarakat adat dalam mengelola kemenyan, dengan menyebutkan konsep kemenyan tertata. Padahal masyarakat sudah beratus-ratus tahun mengelola kemenyan (haminjon jalangan) dan tidak mengenal konsep kemenyan tertata.

HASIL PENILAIAN : BURUK

3.2. INDIKATOR

Perlindungan dan pengamanan hutan

Pengertian:

Sumberdaya hutan harus aman dari gangguan, yang meliputi kebakaran hutan, illegal logging, penggembalaan liar, perambahan hutan, perburuan, hama penyakit. Perlindungan hutan merupakan upaya pencegahan & penanggulangan untuk mengendalikan gangguan hutan, melalui kegiatan baik bersifat preemptif, preventif dan represif. Untuk terselenggaranya perlindungan hutan harus didukung oleh adanya unit kerja pelaksana, yang terdiri dari prosedur yang berkualitas, sarana prasarana, SDM dan dana yang memadai.

Alat Penilaian:

1) Ketersediaan prosedur perlindungn yang sesuai dgn jenis-jenis gangguan yang ada;

2) Sarana prasarana perlindungan gangguan hutan;

3) SDM perlindungan hutan;

4) Implementasi perlindungan gangguan hutan (preventif/kuratif/represif);

5) Laporan pelaksanaan pengamanan dan perlindungan hutan

KAJIAN PENILAIAN:

1) Fakta di lapangan terjadi tumpang tindih ijin dan terjadi illegal logging, perambahan hutan, oleh pengusaha kayu lokal dan sawmil. Dalam hal ini IUPHHK – HTI PT Toba Pulp Lestari tidak transparan.

1) Muncul berbagai hama penyakit dan menyerang tanaman petani di kampung Parlombuan, desa Aek Nauli III, kec.Sipahutar, Taput, akibat penggunaan pupuk dan pestisida oleh UM.

KESIMPULAN PENILAIAN:

1) IUPHHK – HTI PT Toba Pulp Lestari tidak memiliki komitmen untuk menanggulangi illegal logging, perambahan hutan, oleh pengusaha kayu lokal, bahkan terkesan melakukan kerjasama dalam penjualan kayu.

2) IUPHHK HTI PT TPL tidak memiliki komitmen untuk melindungi pertanian masyarakat dari hama dan penyakit sebagai akibat dari penyemprotan racun tanaman di areal HTI yang berdekatan dengan lahan pertanian.

HASIL PENILAIAN: BURUK

3.3. INDIKATOR

Pengelolaan dan pemantauan dampak terhadap tanah dan air akibat pemanfaatan hutan

Pengertian: Kegiatan pemanfaatan hasil hutan hutan (PWH, pemanenan) harus mempertimbangkan penanganan dampak negatifnya terhadap tanah dan air sesuai dengan tipe ekosistemnya.Dampak negatif dapat berupa penurunan kualitas fisik dan kimia tanah, peningkatan erosi, subsidensi, sedimentasi, debit sungai dan penurunan kualitas air. Penanganan dampak negatif perlu didukung adanya unit kerja pelaksana, yang terdiri dari prosedur yang berkualitas, sarana prasarana, SDM dan dana yang memadai.Tersedianya prosedur operasi standar penilaian perubahan kualitas air untuk mengetahui besar dan pentingnya dampak negatif permanen dapatmemberikan informasi dini mengenai potensi konflik yang mungkin yang terjadi.

Alat Penilaian:

1) Ketersediaan prosedur pengelolaan dan pemantauan dampak terhadap tanah & air.

2) Sarana pengelolaan dan pemantauan dampak terhadap tanah dan air.

3) SDM pengelolaan dan pemantauan dampak terhadap tanah dan air;

4) Rencana dan implementasi pengelolaan dampak terhadap tanah dan air (teknis sipil dan vegetatif).

5) Rencana dan implementasi pemantauan dampak terhadap tanah dan air.

6) Dampak terhadap tanah dan air

7) Laporan pelaksanaan usaha pencegahan erosi dan limpasan permukaan melalui teknik konservasi tanah atau penanaman di daerah terbuka/mudah tererosi serta melakukan pengukuran erosi dan limpasan permukaan melalui SPAS dan bak erosi.

KAJIAN PENILAIAN:

1) IUPHHK – HTI PT Toba Pulp Lestari tidak jujur dalam melakukan pemantauan dampak terhadap tanah dan air. Fakta di lapangan, PT TPL menggunakan limbah padat pabrik sebagai pengganti aspal untuk pengeras jalan di hutan. Tentunya hal ini akan menimbulkan dampak terhadap kualitas tanah dan air, dimana air menjadi berubah warna dan tidak bisa lagi dikonsumsi. Di beberapa tempat, masyarakat yang menggunakan air sungai mengalami penyakit gatal-gatal.

2) Perubahan fungsi hutan (polykultur) dengan penanaman eucalyptus (monokultur) sebagai tanaman pengganti, berdampak terhadap kualitas tanah dan air.

3) IUPHHK – HTI PT Toba Pulp Lestari juga melakukan penebangan kayu yang berada di areal curam dan pinggiran sungai.

KESIMPULAN PENILAIAN:

1) IUPHHK – HTI PT Toba Pulp Lestari tidak memenuhi pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan. Dokumen Amdal hanya di atas kertas.

2) Penilaian tidak bisa dikatakan baik kalau hanya sekedar dari data-data dan laporan yang diberikan UM tetapi fakta di lapangan banyak desa yang terkena dampak dan mengalami penyakit gatal-gatal karena menggunakan air sungai, dan ini harus juga menjadi materi penilaian.

HASIL PENILAIAN: BURUK

3.4. INDIKATOR

Identifikasi spesies flora an fauna yang dilindungi dan/atau langka (endangered), jarang (rare), terancam punah (threatened) dan endemik.

Pengertian:

Identifikasi flora dan fauna dilindungi, penting bagi IUPHHK HA/HT/HTI untuk pengambilan keputusan pengelolaan hutan yang mendukung kelestarian keanekragaman hayati. Upaya identifikasi dimaksud, perlu didukung dengan adanya prosedur dan hasilnya didokumentasikan.

Alat Penilaian:

1) Ketersediaan prosedur identifikasi flora dan fauna yang dilindungi dan/atau langka (endangered), jarang (rare), terancam punah (threatened) dan endemik mengacu pada perundangan yang berlaku.

2) Implementasi kegiatan identifikasi.

3) Ketersediaan data dan informasi hasil identifikasi jenis flora dan fauna yang dilindungi dan/atau langka (endangered), jarang (rare), terancam punah (threatened) mencakup seluruh tipe hutan secara periodik

KAJIAN PENILAIAN:

1) Fakta di lapangan tidak ada perlindungan terhadap flora dan fauna yang dilindungi dan langka sehingga terancam punah. Seperti halnya kemenyan yang hanya dapat tumbuh dengan baik di tempat tertentu, yang berada di kabupaten Humbanghas. Sekitar 2/3 areal kemenyan sudah ditebang habis dan diganti menjadi hamparan eucalyptus.

2) Species langka terancam punah karena habitatnya terganggu akibat penebangan hutan. Binatang buas masuk ke desa Pandumaan dan mengobrak-abrik rumah dan tanaman masyarakat. Akibatnya perladangan (lahan pertanian) masyarakat rusak.

KESIMPULAN PENILAIAN:

1) IUPHHK – HTI PT Toba Pulp Lestarimelanggar UU perlindungan keanekaragaman hayati, dan menyebabkan flora dan fauna yang dilindungi dan langka terancam punah. Data dan informasi hasil identifikasi hanya di atas kertas.

2) Data dan dokumen yang diberikan UM saja tidak bisa dijadikan dasar penilaian tetapi juga harus melihat fakta di lapangan.

HASIL PENILAIAN: BURUK

3.5. INDIKATOR

Pengelolaan flora untuk :

1. Luasan tertentu dari hutan produksi yang tidak terganggu, dan bagian yang tidak rusak.

2. Perlindungan terhadap species flora dilindungi dan/atau jarang, langka dan terancam punah dan endemik.

Pengertian:

Kontribusi IUPHHK-HA/HT/HTI dalam konservasi keanekaragaman hayati dapat ditempuh dengan memegang prinsip alokasi, dengan cara mempertahankan bagian tertentu dari seluruh tipe hutan di dalam hutan produksi agar tetap utuh/tidak terganggu dan prinsip implementasi teknologi yang berorientasi untuk melindungi spesies flora yang termasuk kategori dilindungi serta melindungi ciri biologis khusus yang penting di dalam kawasan produksi efektif.Ketersediaan dan implementasi prosedur di atas merupakan input dan proses penting dalam pengambilan keputusan IUPHHK untuk mengurangi dampak kelola produksi terhadap keberadaan spesies flora dilindungi.

Alat Penilaian:

1) Ketersedian prosedur pengelolaan flora yang dilindungi mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku

2) Implementasi kegiatan pengelolaanflora sesuai dengan yang direncanakan

3) Ketersediaan data dan informasi hasil pengelolaan flora yang dilindungi mencakup luasan tertentu dari hutan produksi yang tidak terganggu

4) Kondisi spesies flora dilindungi dan/atau jarang, langka dan terancam punah dan endemik.

KAJIAN PENILAIAN:

1) Fakta di lapangan bahwa tanaman tertentu/langka ikut ditebang dan dirusak, dan digantikan dengan eucalyptus. Hutan alam berubah menjadi monokultur. Justru ketika masyarakat mempertahankan tipe hutan alam, dan melindungi tanaman endemik (kemenyan) dari penebangan dan pengrusakan, masyarakat dikriminalisasi.

KESIMPULAN PENILAIAN:

1) IUPHHK-HA/HT/HTI tidak benar melindungi tanaman tertentu (endemik) dan telah melanggar prinsip alokasi.

HASIL PENILAIAN: BURUK

4. KRITERIA : SOSIAL

4.1. INDIKATOR :

Kejelasan luas dan batas dengan kawasan masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat setempat yang telah mendapat persetujuan para pihak.

Pengertian :

Hak adat dan legal dari masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat untuk memiliki, menguasai dan memanfaatkan lahan kawasan dan sumberdaya hutan harus diakui dan dihormati. Pengelolaan SDH harus mengakomodir hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat (hak hidup, pemenuhan pangan, sandang, papan dan budaya).

ALAT PENILAIAN :

1) Kejelasan luas & batas kawasan/areal kerja IUPHHK dengan masyarakat

2) Mekanisme dan implimentasi pembuatan batas kawasan secara partisipatif dan penyelesaian konflik batas kawasan.

3) Persetujuan para pihak atas luas dan batas areal kerja IUPHHK

KAJIAN PENILAIAN:

1) SK Menteri Kehutanan No.493/Kpts-II/1990 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Kepada PT Inti Indorayon Utama, dalam amar Kedua ayat (2) Luas dan batas definitive areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri tersebut ditetapkan oleh Menteri Kehutanan setelah diadakan pengukuran dan penataan batas di lapangan. Sementara fakta di lapangan kejelasan luas dan batas areal kerja IUPHHK HTI PT TPL dengan wilayah adat masyarakat adat tidak ada.

2) Hak adat dari masyarakat hukum adat untuk memiliki dan menguasai lahan warisan tidak diakui dan dihormati IUPHHK HTI PT TPL. Tombak Haminjon (hutan kemenyan) yang merupakan tanaman endemik, danmerupakan sumber hidup utama mayoritas masyarakat adat di kab.Humbanghas, khususnya masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta, dan turunan Sionom Hudon di kec.Parlilitan, ditebang dan dirusak; situs makam keluarga Raja Pangumban Bosi Simanjuntak pernah di Buldozer untuk dijadikan Hutan Tanaman; Pembuatan batas secara partisipatif dan penyelesaian konflik batas yang diinisiasi oleh masyarakat adat (Pandumaan-Sipituhuta, Aek Lung, Parlombuan, Parlilitan) juga tidak ditanggapi pihak manajemen PT TPL.

3) Pihak masyarakat adat berkonflik di atas, tidak akan memberikan persetujuan batas, jika pihak IUPHHK HTI PT TPL belum juga mengeluarkan tanah milik adat (wilayah adat) dari areal kerjanya.

KESIMPULAN PENILAIAN:

1) Batas antara IUPHHK HTI PT TPL dengan wilayah adat tidak ada sehingga PT TPL mengokupasi wilayah adat.

2) Terdapat konflik antara IUPHHK HTI PT TPL dengan masyarakat adat.

3) Manajemen IUPHHK HTI PT TPL sama sekali tidak memiliki mekanisme penyelesaian konflik bahkan Good Will saja tidak punya, pihak manajemen selalu mengatakan bahwa mereka sudah memiliki izin tetapi melupakan kewajibannya melaksanakan penataan batas.

HASIL PENILAIAN : BURUK

4.2. INDIKATOR :

Jenis dan jumlah perjanjian yang melibatkan masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat dalam kesetaraan tanggung jawab pengelolaan bersama

Pengertian :

Pemberian konsesi kepada IUPHHK dari pemerintah yang terletak dikawasan hutan memberikan konsekuensi kepada IUPHHK untuk menyertakan masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat secara adil dan setara dalam pengelolaan kawasan hutan yang memperhatikan hak dan kewajiban para pihak secara proporsional dan bertanggung jawab.

ALAT PENILAIAN :

1) Sosialisasi pemahaman masyarakat terhadap hak dan kewajiban IUPHHK terhadap masyarakat dalam mengelola SDH.

2) Tersedianya mekanisme dan implementasi pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab terhadap masyarakat.

3) Realisasi pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab terhadap masyarakat

KAJIAN PENILAIAN:

1) SK Menteri Kehutanan No.493/Kpts-II/1990 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Kepada PT Inti Indorayon Utama, amar Kelima ayat (5) Pemegang HPHTI berkewajiban melaksanakan penataan batas seluruh areal kerjanya selambat-lambatnya 36 (tiga puluh enam) bulan sejak ditetapkannya keputusan ini. Dalam hal ini pihak PT TPL menutup-nutupi kewajibannya untuk melakukan penataan batas dan dapat dikategorikan mengabaikan kewajibannya karena pada dasarnya masyarakat tidak memahami.

2) Menjadi pertanyaan besar benarkah PT TPL memiliki mekanisme dan implementasi dalam pemenuhan kewajiban dan tanggungjawab terhadap masyarakat. Faktanya kewajiban untuk mengeluarkan lahan masyarakat (wilayah adat) dari areal kerja tidak dilaksanakan dan tidak bertanggung jawab dan tidak bersikap adil terhadap masyarakat.

3) Reaslisasi pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab terhadap masyarakat khususnya di daerah berkonflik di atas, dapat dikategorikan tidak ada.

KESIMPULAN PENILAIAN:

·Pengertian indikator 2.2, menyebutkan IUPHHK untuk menyertakan masyarakat hukum adat setempat secara adil. Jangankan untuk menyertakan masyarakat, untuk memenuhi kewajibannya saja PT TPL tidak bertanggung jawab dan bersikap arogan. Konflik lahan dengan masyarakat adat di atas sudah menjadi berita umum, baik di tingkat lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Konflik dengan masyarakat adat ini selalu dihadapi dengan membenturkan masyarakat dengan aparat Polsek. (Bukti: Kliping media)

·Penilaian tidak bisa dikatakan baik kalau hanya sekedar dari data-data yang diberikan dari sebagian kecil masyarakat yang tidak ada konflik tetapi fakta di lapangan banyak desa yang ada konflik lahan dan ini harus juga menjadi materi penilaian. Fakta di lapangan menunjukkan PT TPL hanya merekayasa dan mengadu domba masyarakat.

HASIL PENILAIAN : BURUK

4.3. INDIKATOR :

Perencanaan dan implementasi pengelolaan hutan telah mempertimbangkan hak masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat

Pengertian :

Hak adat dan legal dari masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat untuk memiliki, menguasai dan memanfaatkan lahan kawasan dan sumberdaya hutan harus diakui dan dihormati. Pengelolaan SDH harus mengakomodir hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat (hak hidup, pemenuhan pangan, sandang, papan dan

budaya).

ALAT PENILAIAN :

1) Keberadaan rencana pemanfaatan SDH yg telah mengakomodir hak-hak dasar masyarakat hukum adat & atau masyarakat

2) Kejelasan hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat dalam perencanaan pemanfataan SDH.

3) Ketersediaan mekanisme & implementasi perencanaan pemanfataan SDH oleh UM yang mengakomodir hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat.

4) Realisasi akomodasi hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat dalam pengelolaan SDH.

KAJIAN PENILAIAN:

1) Hak-hak dasar masyarakat adat untuk mempertahankan hak asal usul (eksistensi/identitas)) yang melekat padanya telah dirusak oleh IUPHHK HTI PT TPL, dimana wilayah adat yang merupakan warisan leluhur, dan merupakan identitas atau asal usul marga-marga (bona ni pasogit/bona ni pinasa), Tombak Haminjon yang merupakan sumber hidup utama telah ditebang dan dirusak, beberapa situs budaya dan perkampungan telah dibuldozer;

2) Sama sekali tidak ada perlindungan dan kejelasan pengakuan atas hak-hak masyarakat hukum adat;

3) Mekanisme yang mengakomodasi hak-hak dasar masyarakat hukum adat tidak ada, yang ada hanya pendekatan kekuasaan dengan mekanisme aparat polisi.

KESIMPULAN PENILAIAN:

·IUPHHK HTI PT TPL sama sekali tidak mempertimbangkan hak-hak masyarakat setempat, bagaimana mungkin PT TPL dapat dikatakan mempertimbangkan hak-hak masyarakat, sementara konflik dengan masyarakat adat banyak terjadi, dan tidak ada penyelesaian, meskipun dan sudah melibatkan pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, DPRD, bahkan propinsi, tetapi PT TPL sama sekali tidak bergeming dan sama sekali tidak melakukan kewajibannya untuk mengeluarkan wilayah/tanah adat dari areal kerjanya.

·Metoda Penilaian Auditor Sucofindo perlu dipertanyakan, apakah memang benar melakukan survey lapangan dan wawancara dengan orang yang tepat (tokoh masyarakat ?) Atau pengambilan sampel lokasi sudah dikondisikan dan tokoh masyarakat juga sudah direkayasa? Bagaimana pula sampel lokasi dan kontak person yang kami (KSPPM dan BAKUMSU) rekomendasikan? Apakah tidak dilakukan kunjungan lapangan ke daerah konflik di atas? Dan bagaimana pula masukan fakta-fakta lapangan yang kami sampaikan dalam pertemuan dua kali yakni di KSPPM dan Bakumsu?

HASIL PENILAIAN : BURUK

4.4. INDIKATOR :

Peningkatan peran serta & aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat yang aktivitas ekonomi berbasis hutan.

Pengertian :

Hak adat dan legal dari masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat untuk memiliki, Aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat yang berbasis hutan meningkat, baik dalam bentuk keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan maupun pengembangan ekonomi sejalan dengan kehadiran IUPHHK. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi supllier kebutuhan IUPHHK dan masyarakat dapat mengembangkan ekonomi berbasis hutan kayu maupun bukan kayu

ALAT PENILAIAN :

1) Keberadaan rencana pemanfaatan SDH yg telah mengakomodir hak-hak dasar masyarakat hukum adat & atau masyarakat

2) Kejelasan hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat dalam perencanaan pemanfataan SDH.

3) Ketersediaan mekanisme & implementasi perencanaan pemanfataan SDH oleh UM yang mengakomodir hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat.

4) Realisasi akomodasi hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat dalam pengelolaan SDH.

KAJIAN PENILAIAN:

1) Hak-hak dasar masyarakat adat untuk mempertahankan hak asal usul (eksistensi/identitas) yang melekat padanya telah dirusak oleh IUPHHK HTI PT TPL, bahkan Tombak Haminjon (hutan kemenyan) yang merupakan wilayah adat, dan merupakan sumber mata pencaharian utama mayoritas masyarakat di kab.Humbanghas, khususnya masyarakat adat di desa Pandumaan-Sipituhuta, kec.Pollung, dan masyarakat adat turunan Sionom Hudon di kec.Parlilitan, dirusak dan ditebang;

2) Sama sekali tidak ada perlindungan dan kejelasan hak-hak masyarakat hukum adat

3) Mekanisme yang mengakomodasi hak-hak dasar masyarakat hukum adat tidak ada, yang ada adalah pendekatan kekuasaan dengan mekanisme aparat polisi.

KESIMPULAN PENILAIAN:

·IUPHHK HTI PT TPL sama sekali tidak mempertimbangkan hak-hak masyarakat setempat, bagaimana mungkin PT TPL dapat dikatakan mempertimbangkan hak-hak masyarakat sementara konflik lahan sudah berlangsung puluhan tahun dan sudah melibatkan Camat Sipahutar dan Bupati Tapanuli Utara tetapi PT TPL sama sekali tidak bergeming dan sama sekali tidak melakukan kewajibannya untuk mengeluarkan tanah adat dari areal kerjanya.

·Metoda Penilaian Auditor Sucofindo perlu dipertanyakan, apakah memang benarmelakukan survey lapangan dan wawancara dengan orang yang tepat. Atau pengambilan sampel lokasi sudah dikondisikan dan tokoh masyarakat juga sudah direkayasa? Bagaimana pula sampel lokasi dan kontak person yang kami (KSPPM dan BAKUMSU) rekomendasikan? Apakah tidak dilakukan kunjungan lapangan ke daerah konflik di atas? Dan bagaimana pula masukan fakta-fakta lapangan yang kami sampaikan dalam pertemuan dua kali yakni di KSPPM dan Bakumsu?

HASIL PENILAIAN : BURUK

4.5. INDIKATOR:

Peningkatan peran serta & aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat yang aktivitas ekonomi berbasis hutan.

Pengertian:

Aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat yang berbasis hutan meningkat, baik dalam bentuk keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan maupun pengembangan ekonomi sejalan dengan kehadiran IUPHHK. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi supllier kebutuhan IUPHHK dan masyarakat dapat mengembangkan ekonomi berbasis hutan kayu maupun bukan kayu.

Alat Penilaian:

1) Keberadaan dokumen rencana IUPHHK yang mendukung peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi berbasis hutan.

2) Kejelasan peran serta dan aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat yang akan dikembangkan.

3) Mekanisme proses dan imple mentasi peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat oleh UM.

4) Meningkatnya peran serta dan aktivitas ekonomi (kualitas & kuantitas) masyarakat hukum adat dan atau masyarakat.

KAJIAN PENILAIAN:

1) Fakta di lapangan kehadiran IUPHHK HTI PT TPL mengabaikan peran serta masyarakat adat dalam pengelolaan hutan. Akibat penebangan hutan, khususnya kemenyan, masyarakat terganggu dalam mencari nafkah dan terancam kehilangan sumber mata pencaharian utama, seperti yang dialami masyarakat adat di kecamatan Pollung dan Parlilitan, kab.Humbanghas. Perubahan fungsi tanah, dari perladangan menjadi HTI, mengakibatkan masyarakat kehilangan tanah dan tidak memiliki tanah untuk pengembangan pertanian, seperti yang terjadi di kampung Parlombuan, desa Aek Nauli III, kec.Sipahutar, kab.Taput; di desa Aek Lung, kec.Doloksanggul, kab.Humbanghas.

2) Peningkatan peran serta masyarakat adat hanya di atas kertas, terbukti timbul konflik di berbagai tempat. Fakta di lapangan, justru terjadi pecah belah, konflik horizontal, dimana pihak UM melakukan pendekatan hanya kepada orang tertentu dan menakut-nakuti serta membodohi masyarakat dengan mengatakan wilayah adat tersebut adalah tanah negara dan sudah diberikan ijin kepada PT TPL untuk mengelola dan melakukan penebangan.

KESIMPULAN PENILAIAN:

1) IUPHHK HTI PT TPL tidak menghormati keberadaan masyarakat adat, dan menggunakan ijin sebagai tameng dalam melegalkan setiap tindakannya.

2) IUPHHK HTI PT TPL tidak pernah jujur dan mengabaikan keberadaan masyarakat adat dalam proses pengajuan RKT.

3) Kehadiran IUPHHK HTI PT TPL telah menghancurkan sumber-sumber ekonomi masyarakat adat dan memiskinkan masyarakat adat.

HASIL PENILAIAN: BURUK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun