Selain itu, kritik sosial yang mereka dengungkan betul-betul menggambarkan kondisi NTT yang sesungguhnya terpuruk dalam urusan sosial-ekonomi.
Dalam lagu Kuda Hitam, misalnya; yang dirilis beberapa bulan lalu, pertautan kearifan lokal Indonesia Timur dikedepankan dalam musik dan lirik. Tapi sebetulnya ada kritik sosial yang dikumandangkan dalam lagu tersebut.Â
Front Mic MukaRakat, Lipooz, langsung membuka hook lagu Kuda Tuli dengan potret Indonesia Timur yang  terpinggirkan dalam atmosfir permusikan. "Rambut keriting, kulit hitam, mata menyala. Terlalu lama jadi anak tiri di karya dan negara," lirik pembuka lagu tersebut.
Selanjutnya dalam lagu Indonesia vs Everybody, bersama dua pesohor musik lainnya (Ras Muhamad dan Tuan Tigabelas), lagu tersebut bercerita tentang pentingnya keberagaman dalam menjaga ibu pertiwi yang harmonis.Â
Identitas kebudayaan setiap orang dari Sabang sampai Merauke adalah kekayaan kultural yang perlu dijaga. Keberagaman budaya ditampilkan dalam lagu tersebut, dan barangkali menjadi roh yang kuat untuk didengarkan banyak orang.
Masih tentang isu kearifan lokal, barusan MukaRakat merilis lagu. Judulnya "Lempa Golo". Ini adalah frasa bahasa Manggarai, NTT yang disematkan untuk para petarung arena "caci". Secara harfiah, "lempa golo" artinya berjalan merintangi bukit.Â
Dalam lagu tersebut, "lempa golo" dibikin pemaknaannya lebih kekinian. Bahwa term bahasa tersebut diisyaratkan untuk menggambarkan kehidupan para perantau yang mengadu nasib, bertemu banyak pergulatan.
Membawa serta khazanah budaya dalam produk kesenian adalah ihwal yang mulia. Ini cara paling up to date agar identitas kebudayaan suatu daerah dapat dikenal banyak orang.Â
Industri musik pun demikian. Sedikit sekali, musisi Indonesia yang memadukan unsur etnis yang disematkan dalam lagu-lagu. Baperan melulu bisa bikin bosan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H