Mohon tunggu...
Jeri Santoso
Jeri Santoso Mohon Tunggu... Nahkoda - Wartawan

Sapiosexual

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pindah Ibu Kota Butuh Karno-Karno Milenial

29 Agustus 2019   04:58 Diperbarui: 29 Agustus 2019   05:15 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: fenomers.blogspot.com

Maka tanggal 4 Januari 1946 dini hari, kereta api tersebut membawa Bung Karno dan rombongan ke Yogyakarta di malam buta. Meski ketakutan menggoncang seluruh penumpang kereta, namun akhirnya tiba juga di Yogyakarta disambut oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Pada 4 Januari 1946 Yogyakarta ditetapkan sebagai ibu kota Republik Indonesia. Pada saat itu Kraton membiayai seluruh operasional dengan dana yang amat besar karena kas negara tidak memadai.

screencapture ibu kota baru (tribunnews.com)
screencapture ibu kota baru (tribunnews.com)
Milenial: Representasi Indonesia Maju
Ada satu quote Sukarno yang paling fundamental, bunyinya: "Berikan aku seribu orangtua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Berikan aku satu pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia."

Quote ini sengaja dipilihkan karena sangat relevan jika dimodifikasi: "berikan aku satu milenial, niscaya akan kuguncangkan dunia." Nah, milenial seperti apa yang dibutuhkan Bung Karno?

Sapiens milenial Indonesia jangan disepelehkan soal urusan kebangsaan di masa mendatang. Kalau bukan mereka, siapa lagi yang akan mengurusi republik ini ke depan. Bahkan sekarang pun, kaum muda terpelajar dan berintegritas tinggi perlu dilibatkan dalam urusan pengambilan keputusan.

Mulai dari space yang paling kecil dalam lingkungan sekolah, komunitas, bahkan lingkup yang lebih besar. Pemindahan ibu kota adalah pertautan yang diskursif dan perlu mendapat perhatian anak-anak bangsa. Pertimbangkan poin-poin berikut!

Pertama, pranata kebijakan pemerintahan perlu menimbang kontribusi milenial dalam pengambilan keputusan. Hasil riset Indonesia Indicator (I2)  menyebutkan sepanjang 1-26 Agustus 2019, antusiasme netizen terhadap isu pemindahan ibu kota cukup besar. 44 persen netizen yang merespon adalah mereka yang berusia 18-25 tahun. Emosi terbesar netizen atas isu tersebut adalah anticipation, surprise, dan trust.

Anticipation berisi tentang percakapan berandai-andai apabila ibu kota dipindahkan apa yang menjadi kecemasan dan harapan mereka. Isu surprise lebih banyak dipicu oleh keterkejutan atas isu pindah ibu kota. Sementara pada level trust, netizen memberi dukungan terhadap keputusan Jokowi.

Kedua, trajektori pendidikan karakter anak bangsa harus dibenahi. Belajar dari tokoh sehereoik Bung Karno, penanaman nilai-nilai kebangsaan di sekolah-sekolah dan komunitas perlu menjadi locus pendidikan karakter. Ibu kota baru harus dihuni oleh milenial yang berjiwa kebangsaan dan patriotisme tinggi, baru kemudian milenial yang mahir Fisika, kalkulus, dan bahasa asing.

Ketiga, literasi digital dimantapkan sejak pendidikan dini. Sepuluh tahun kemudian adalah periode multitasking yang membutuhkan ketangkasan digital anak bangsa. Oleh sebab itu untuk mengantisipasi ketertinggalan, milenial perlu mendapat literasi digital yang mumpuni untuk berkompetisi di masa mendatang.

Peringatan kemerdekaan tahun ini diusung dengan logo SDM Unggul, Indonesia Maju. Milenial harus berkompeten dan tangguh, kitalah representasi untuk Indonesia Maju!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun