Mohon tunggu...
Jeremia Tambunan
Jeremia Tambunan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teologi Di STT HKBP Pematang Siantar

Hal yang hebat dimulai dari hal yang terlupakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teologi Memandang Dinamika Politik Identitas dan Agama dalam Masyarakat Multikultural

15 Juli 2024   08:45 Diperbarui: 15 Juli 2024   08:50 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan  

    Indonesia Merupakan negara dengan komponen Etnis yang sangat beragam. Hal yang sam berlaku untuk ras,agama,dan sekte, serta keyakinan, bahasa dan adat istiadat, orientasi budaya daerah, dan pandangannya terhadap kehidupan. Dengan kata lain, bangsa Indonesia mempunyai potensi, watak, kepribadian, hobi, pendidikan, warna kulit, status ekonomi, kelas sosial, varian agama, dan cita-cita, pendapat, orientasi kehidupan, loyalitas organisasi, kecenderungan ideologis, dan afiliasi yang berbeda. 

      Dalam Studi Antropologi  dan sosiologi mengilustrasikan bahwa masyarakat multikultur merupakan masyarakat yang terangkai oleh keragaman etnis akibat sokongan etnis maupun kebudayaan dalam artian yang luas. Saat ini, pluralisme agama telah menjadi fenomena yang sangat spesifik; Sebab keberagaman menjamin perdamaian dan keharmonisan kehidupan antar warga negara Agama yang berbeda. Setidaknya ada tiga prinsip umum dalam observasi pluralisme Agama :

  •      Pluralisme dapat dipahami dari segi prinsip-prinsipi yang terbaik terkait dengan logika yang berbentk banyak, yaitu Realitas        transendental yang ditemukan di semua agama
  •      Adanya pemahaman bersama tentang kualitas pengalaman beragama
  •      Spiritualitas diakui dan divalidasi dengan menerapkan standarnya sendiri pada agama lain

    Politik Identitas berbasis agama telah menjadi fenomena penting dalam masyarakat multikultural, khususnya di Indonesia yang kaya akan keberagaman suku, budaya, dan agama. Identitas agama seringkali dijadikan alat mobilisasi politik sehingga dapat memicu ketegangan dan konflik sosial. Di sisi lain jika dikelola  dengan  baik, identitas keagamaan juga dapat memperkuat solidaritas dan kohesi sosial. ''Dalam pandangan Jeffrey Week ia menyatakan bahwa Politik Identitas berhubungan erat dengan belonging mengenai persamaan sejumlah individu dan perbedaannya dengan kelompok lainnya". Lebih lanjut, ini menjelaskan bahwa secara teoritis politik identitas mengarah terhadap praktik politis yang berdasar pada identitas kelompok, suku, agama, bahkan dominasi sosial kultural lainnya.

 Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Politik Identitas Berbasis Agama dalama Pembentukan Dinamika Sosial

        Terminologi Politik Identitas yang semakin populer dalam beberapa tahun terakhir mencerminkan kebingungan teoritis di dunia akademis mengenai hubungan antara agama dan politik. Dinamika praktik politik identitas seringkali melampaui penelitian dan diskusi akademis, sehingga fenomena ini memerlukan landasan teori yang kuat agar dapat dijelaskan, dikendalikan, dan diprediksi secara ilmiah. Untuk memahami politik identitas, penting untuk menelusuri hubungan antara agama dan politik. Haryatmoko berpendapat , ada tiga mekanisme utama untuk memahami hubungan antara agama dan politik. 

Pertama, fungsi agama sebagai ideologi, agama berfungsi sebagai perekat masyrakat dengan memberikan kerangka interpretasi terhadap hubungan sosial dan tatanan sosial. Kedua, agama sebagai faktor identitas memberikan rasa memiliki pada kelompok sosial tertentu dan memberikan stabilitas sosial, status, pandangan hidup, cara berpikir, dan etnis spiritual. 

Penggabungan identitas agama dengan identitas etnik dapat memperkuat solidaritas kelompok namun juga berpotensi memicu konflik antaragama. Bagi Bordieau, identitas ini berfungsi sebagai modal sosial, yaitu jaringan atau sumber daya yang menumbuhkan kepercayaan dan solidaritas, meskipun dapat menjadi alat diskriminasi. 

Ketiga, agama berfungsi sebagai legitimasi etis hubungan sosial dan memberikan dukungan etis terhadap tatanan sosial yang berbeda dengan fungsinya sebagai ideologi. Formalisme agama penting dalam apresiasi karena berkaitan dengan pengakuan sosial dan kebanggan kelompok. 

Penggunaan istilah agama dalam suatu sistem sosial, ekonomi, atau budaya meningkatkan fantisme pemeluknya. Oleh karena itu penelitian mengenai politik identitas berbasis agama aharus fokus pada bagaimana agama berperan dalam ideologi, identitas, dan legitimasi etikda dalam dinamika sosial masyarakat.

        Morowitz mendefinsikan politik berbasis identitas bagaikan penanjakan garis yang sangat jelas untuk menentukan siapa yang akan diikutsertakan dan siapa yang akan dikucilkan. Tekad ini ditakdirkan untuk tidak pernah berubah. Oleh karen itu, status keanggotan dan non-anggota terkesan permanen. 

Sementara itu, para ilmuwan yang terlibat dalam rencana politik identitas lainnya telah mengujii menafsirkannya kembali dalam logika yang sangat mudah dan kritis. Sebagai contoh Agnes Heller yang menyatakan politik identitas sebagai aktivitas politik utamanya adalah perbedaan. 

Di sisi lain, ada pula yang memperkuat Politik Identitasa di Indonesia, keberagaman sejarah dan budaya itulah yang menjadi anugerah terbesar negeri ini memiliki populasi terbesar keempat di dunia. Keberagaman sebagai anugerah terkadang bisa menjadi resep bencana jika Politisasi. Sebab politisasi kini menyentuh semua sektor, termasuk swasta Agama, yang berbahaya karena langsung mempolarisasi masyarakat memperkuat politik identitas.

        Klaus Von Boyme dalam Hefner menganalisis perkembangan gerakan identitas dalam tiga tahap: pramodern, modern, postmodern. Pada tahap pramodern, gerakan sosial politik dipicu oleh kelompok kesukuan dan kebangsaan dengan tujuan merebut kekuasaan melalui mobilisasi ideologis yang dipimpin oleh pemimpin dominan. Pada tahap Modern, terjadi keseimbangan antara mobilisasi dari atas dan partisipasi dari bawah, dengan tujuan pembagian kekuasaan dan peran pemimpin menjadi kurang dominan. Pada tahap postmodern, gerakan muncul dari dinamika internal dan protes individu, tanpa ada kelompok dominan, dengan tujuan final kesadaran diri dan otonomi. 

Dampak Politik Identitas dalam Masyarakar Multikultural

       Politik mulikulturalisme menurut Kymlicka tidak hanya soal penghargaan terhadap perbedaan, tetapi juga mencakup penggabungan historis, pembentukan institusi minoritas, dan kepastian hukum dalam konstitusi negara. Tantangan terbesar adalah tuntutan kelompok minoritas untuk diakui identitas politik, agama, dan budaya mereka.

 Kymlicka menekankan pentingnya memahami sumber-sumber keragaman budaya dan agama untuk menciptakan fondasi politik multikultural. Negara multibangsa harus mengakomofasi perbedaan kebangsaan dan etnis dengan tiga hak utama: hak pemerintahan sendiri, hak-hak polietnis, dan hak perwakilan khusus. 

Di Indonesia politik identitas sering berkaitan dengan etnisitas, agama, dan ideologi, yang bisa mengancam demokrasi dan persatuan bangsa jika berlebihan. Media sosial meperdalam perpecahan dan mengganggu kepercayaan terhadap demokrasi. Tantangan utama adalah mengakomodasi berbagai kepentingan tanpa menimbulkan konflik. Kymlicka menekankan pentingnya kebebasan individu dalam menjalankan agama, mengekspresikan budaya, dan mengakses informasi sebagai bagian dari demokrasi liberal. 

      Di Indonesia politik identitas seringkali dimaknai sebagai sesuatu yang negatif oleh masyarakat yang memandang poltik identitas sebagai politik melawan semua orang yang berbeda identitas. 

Mereka menggunakan Identitas sebagai kerangka klaim politik, mempromosikan ideologi dan merangsang tindakan sosiopolitik.  Mereka melakukan semua ketidakadilan dan ketidaksetaraan, dengan tujuan untuk menunjukkan keunikan dan kepemilikan kelompok serta mendapatkan keukasaan dan pengakuan dari kelompok lain, yang sering kali lebih mapan. 

Oleh karena itu, politik identitas di Indonesia seringkali dipicu oleh ketegangan dan perebutan isu pemetaan dan pendefinisian ulang hak untuk menentukan nasib suatu kelompok. Politik Identitas dipandang sebagai konstruksi sosial yang pluralistik. Pada saat yang sama, multikulturalisme hadir sebagai representasi interaksi berbagai elemen masyarakat pada tingkat kehidungan kolektif yang berkelanjutan.

    Kesadaran politik yang rendah di media sosial berdampak negatif pada pendidikan politik dan nilai-nilai demokrasi Pancasila. Fenomena inu menjadi peringatan bagi kehidupan demokrasi di Indonesia dan menunjukkan perlunya bagi kehidupan demokrasi di Indonesia dan menunjukkan perlunya budaya demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Kesimpulan

      Politik Identitas berbasis agama memiliki pengaruh signifikan terhadap dinamika sosial dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia. DI satu sisi, politik identitas dapat memperkuat solidaritas kelompok dan memberikan suara kepada komunitas yang mungkin merasa terpinggirkan dalam sistem politik yang lebih luas. 

Namun, di sisi lain, poltik identitas yang berlebihan dan eksklusif dapat memicu konflik antaragama, meningkatkan ketegangan sosial, dan mengancam persatuan nasional. dalam konteks Indonesia, di mana berbagai agama dan kepercayaan hidup berdampingan, politik identitas berbasis agama sering kali menjadi pedang bermata dua. 

Di satu sisi, agama memainkan peran penting sebagai ideologi yang memberikan makna dan tujuan hidup, identitas yang menghubungkan individu dengan komunitas yang lebih besar, serta legitimasi etis yang mendukung tatanan sosial. Di sisi lain, jika digunakan secara tidak bijaksana, politik identitas agama dapat memperkuat sekat-sekat antara kelompok yang berbeda dan memicu perpecahan. Pentingnya narasi inklusif dan pemahaman mendalam tentang sejarah serta literasi tidak bisa diabaikan  dalam mengelola dampak negatif dari politik identitas. Sejarah dan literasi memberikan konteks dan pengetahuan yang diperlukan untuk memhami dinamika sosial.

Daftar Pustaka

1. Alexander, Michael. "PERDAMAIAN DAN REKONSILIASI; SEBUAH EKSPLANASI KEKERASAN BERBASIS AGAMA DAN UPAYA MELAMPAUINYA." Geneva-Jurnal Teologi dan Misi Vol. 17, No. 2 (Desember 2019)

2. Al-Farisi, Leli Salman. "POLITIK IDENTITAS Ancaman Terhadap Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Dalam Negara Pancasila."JURNAL ASPIRASI Vol. No. 2 (February 2018)

3. Baidawi Ahmad, and Novianti. "Praktek Etnisitas Dalam Politik Identitas Di Tengah Multikulturalisme Bangsa Indonesia." Jurnal Sains Sosio Humaniora Volume 6, No. 2 (Desember 2022)

 


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun