Beberapa teman mengatakan setengah bercanda, "Sebaiknya pemilihan umum dimulai hari ini saja, biar damai Indonesiaku!" Ucapan yang bernada guyon tapi terkesan merupakan ekspresi dari rasa frustrasi ini sebenarnya muncul karena ruang publik kita yang terlalu gaduh.Â
Harus diakui, sejak Pemilihan Umum Kepalal Daerah (Pilkada) DKI dan Pilkada serentak lainnya di Indonesia, berita bohong dan ujaran kebencian dipilih sebagai sarana kampanye demi menjulang suara.Â
Para pihak yang terlibat dalam kompetisi pemilihan umum mengkapitalisasi berita bohong dan ujaran kebencian sebegitu rupa demi meraih kekuasaan. Dampak kerusakan sosial yang dapat ditumbulkan oleh berita bohong dan ujaran kebencian tampaknya tidak masuk menjadi bagian dari pertimbangan dan pengambilan keputusan para pihak yang berkompetisi, apakah menggunakan berita bohong dan ujaran kebencian atau tidak. Dan itu menyedihkan.
Baca juga :Program Tantangan Membaca Literasi Digital yang Berpihak pada Murid
Tidak sulit menemukan berbagai informasi mengenai betapa masifnya penyebaran berita buruk dan ujaran kebencian ini. Data Hoax dan ujaran kebencian yang dirilis Kepolisian Republik Indonesia di awal tahun 2019 ini menunjukkan masifnya penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian selama tahun 2017-2018.Â
Diwartakan bahwa sejak pertengahan tahun 2017 sampai akhir tahun 2018, ada sekitar 3.884 konten hoax dan ujaran kebencian. Bahwa lebih dari setengah konten itu diproduksi tahun 2018, ini menunjukkan peningkatan penyebaran berita buruk dan ujaran kebencian.
Disebutkan bahwa konten berita bohong dan ujaran kebencian disebar oleh 643 akun asli, 702 akun semi anonym dan 2.533 akun anonim. Kepolisian RI juga mencatat bahwa jumlah akun anonim meningkat seratus persen di tahun 2018 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 733 akun.
Baca juga : Lebih Baik Membaca Al Quran melalui Mushaf atau Hafalan?
Faktor Penyebab
Beberapa penyebab menyebarnya berita hoax dan ujaran kebencian menarik untuk disimak. Kepolisian RI melihat kepemilikan gawai sebagai salah satu penyebab. Kepolisian RI berkeyakinan bahwa 143 gawai yang terhubung internet dari 174 kepemilikan gawai saat ini berpotensi menjadi sarana penyebaran berita buruk dan ujaran kebencian.
Meskipun begitu, kita tahu dengan baik, bahwa benda mati seperti gawai tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Harus ada manusia (subjek) yang memencet dan menyebarkan berita buruk dan ujaran kebencian. Jadi, harus ada pelaku, dan pelaku itu harus didorong oleh motif dan kepentingan tertentu.