Setelah beberapa lama berkenalan, diskusi, dan berbagi pengalaman sebagai rekan dosen, seorang teman yang mengajar di salah satu perguruan tinggi swasta di daerah mengatakan ini kepada saya, "Saya yakin kamu mendapatkan keistimewaan atau privilese di Atma Jaya Jakarta".
Pernyataan ini mengusik nurani saya. Dalam konteks apakah kira-kira teman saya ini ingin mengatakan? Konteksnya adalah saya sedang menginformasikan kepada Beliau bahwa di tempat saya, terutama di fakultas tempat saya bekerja, suasana kampus sedang tidak nyaman karena ada renovasi besar-besaran, terutama di gedung tempat saya berkantor. Saya bilang kepadanya, bayangkan berapa banyak buku dan dokumen printed yang harus dikeluarkan dari kantor. Saya juga bilang bahwa untuk sementara saya berkantor di salah satu ruangan di Pusat Pengembangan Etika (PPE), di Kampus Induk di Semanggi.
Mungkin dalam konteks itu teman saya mengatakan bahwa saya menikmati semacam privilese di Atma Jaya. Bahwa tampaknya begitu mudah saya berpindah kantor dan mendapatkan ruang kerja. Jika memang ini yang dimaksud, saya harus akui, terutama jika dipertimbangkan dari segi harga sewa kantor di kawasan Sudirman, Thamrin, dan sekitarnya yang mencapai puluhan juta per bulan. Dan saya tampak begitu mudah memindahkan kantor.
Kalau pun kesan ini benar demikian, saya hanya mengatakan kepada teman saya, demikian, "Atma Jaya telah menjadi seperti 'biara' bagi saya. Saya menikmati berada di Atma Jaya, karena ada ruang bagi saya untuk merenung, berefleksi dan berfilsafat." Rekan saya itu tertawa mendengar pengakuan saya ini.
Rasa Syukur
Apakah memang demikian? Di sinilah saya pikir makna privilese itu bagi saya. Atas nama Universitas Katolik, filsafat dan terutama etika memainkan peran penting di Kampus ini. Mahasiswa dari berbagai fakultas wajib memelajari beberapa mata kuliah filsafat dan etika. Termasuk di dalamnya adalah logika yang memang menjadi mata kuliah wajib universitas.Â
Dengan begitu, kami barisan para filsuf dan etikawan di kampus ini, memiliki otoritas yang cukup besar dalam pengajaran filsafat. Kami "menikmati" ruang kerja yang memadai, fasilitas akademik yang mumpuni, bahkan memiliki komunitas akademik bidang etika yang juga dibiayai Universitas. Suasana akademik dan iklim kampus pun dapat dikatakan sangat kondusif untuk berfilsafat.
Privilese yang saya dan teman-teman "nikmati" sekarang adalah tersedianya ruang yang luas dan lebar bagi kami untuk berfilsafat, dan tersedianya fasilitas pendukung untuk berfilsafat. Untuk itu, saya kira ucapan syukur dan terima kasih kepada Atma Jaya patut dan pantas saya berikan.
Rasa Khawatir
Meskipun demikian, ada satu kekhawatiran saya. Para pengajar filsafat dan etika di Atma Jaya Jakarta rata-rata berusia di atas 45 tahun. Saya menghitung hanya staf atau dosen tetap. Itu artinya dalam 15-20 tahun ke depan, jika tidak ada perekrutan baru bagi pengajar filsafat, maka eksistensi filsafat dan etika sebagai bidang kajian dan pengajaran yang serius di Atma Jaya juga akan berakhir.
Apakah kekhawatiran saya ini beralasan? Setidaknya ada dua alasan yang dapat saya berikatn. Pertama, sentimen umum (nasional) terhadap filsafat dan kuliah-kuliah humaniora cenderung buruk. Ini nampak benar dari pengajuan menjadi guru besar dalam bidang fisafat dan humaniora. Para penilai cenderung mengatakan bahwa kajian dan publikasi filsafat itu bukan penelitian tetapi sekadar pendapat. Dan ukuran yang digunakan adalah ukuran cara kerja dan metode ilmu alam.
Kedua, ada semacam eksperimentasi di level fakultas, ketika dosen yang tidak berasal dari pendidikan formal filsafat diminta mengajar filsafat dan etika. Ini menimbulkan kesan seakan-akan filsafat itu mudah dipelajari oleh siapa saja secara tidak formal, dan karena itu bisa diajarkan oleh siapa pun juga yang tidak memiliki ijasah formal filsafat. Jika kesan saya ini benar, maka sebenarnya sedang terjadi penggerusan filsafat sebagai ilmu.
Inilah kira-kira rasa syukur sekaligus keresahan saya. Semoga saja apa yang saya katakan ini tidak terjadi.
Selamat pagi dan selamat beraktivitas. Tuhan memberkati.
Semanggi, 27/07/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H