Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Terjebak dalam Dunia Material

24 Juli 2018   16:54 Diperbarui: 25 Juli 2018   08:47 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin banyak orang mencapai jenjang pendidikan tinggi. Inilah yang menyebabkan mengapa manusia modern tidak hanya rasional, tetapi menggunakan seluruh kemampuan nalarnya dengan baik dalam mengambil keputusan-keputusan dalam hidupnya. Manusia modern, dengan demikian, semakin lama semakin menjauhkan dirinya dari hal-hal yang bersifat tahayul.

Akhirnya, manusia modern juga sangat percaya pada kebaikan. Mereka percaya tidak hanya pada hakikat manusia sebagai baik, tetapi juga pada dunia dan kehidupan bersama sebagai baik. 

Manusia modern berkeyakinan bahwa kebaikan itu ada di sekitar kita tanpa harus mempersoalkan dari mana kebaikan itu berasal, siapakah yang menciptakan kebaikan, apakah ada kebaikan yang sifatnya ultim dan final, dan sebagainya. Keyakinan inilah yang mendorong manusia modern untuk mengusahakan dan merealisasikan kebaikan, pertama-tama demi kebahagiaan dirinya, tetapi kemudian demi kebaikan bersama.

Jika kita mengaku sebagai orang beragama, apakah empat nilai yang diperjuangkan ilmu pengetahuan dan semakin dihidupi manusia modern sekarang harus diterima begitu saja tanpa sikap kritis? Saya justru mengusung posisi yang harus mempersoalkan dan mengkritisi keempat nilai ini lebih lanjut.

Menurut saya, kritik kita sebaiknya tidak sekadar difokuskan pada membangun argumen kontra bagi masing-masing nilai tersebut. Misalnya, mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas tetapi bertanggung jawab (kontra argumen terhadap nilai pertama). 

Atau mengatakan bahwa kemampuan memilih manusia itu bersifat terbatas, termasuk juga kemampuan nalarnya yang bersifat terbatas persis karena manusia adalah makhluk yang terbatas (argumen kontra terhadap nilai kedua dan ketiga). Atau mengatakan bahwa kebaikan sebagai nilai yang selalu ada di sekitar kita seharusnya merupakan perwujudan dari suatu kebaikan yang lebih besar dan tinggi sifatnya. Bahwa tanpa rujukan pada suatu kebaikan ultim, kita sulit memahami suatu kebaikan konkret (argumen kontra terhadap nilai keempat).

Saya ingin mengatakan demikian. Seberapa pun gencarnya kita mengkritik dan melawan nilai-nilai sekuler yang diwartakan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita justru semakin sulit meyakinkan masyarakat modern, bahwa nilai-nilai yang mereka idam-idamkan dan perjuangkan itu tidak sanggup membuat mereka berbahagia. Ini karena kita sekarang telah kehilangan apa yang disebut sebagai dunia metafisik. Kita telah kehilangan realitas ontologis, dan di situlah keberhasilan utama ilmu pengetahuan, yakni telah membunuh ontologi.

Kehilangan realitas ontologis inilah yang kemudian meniscayakan kematian Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun