Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebahagiaan Hanya Bisa Dicapai Melalui Cinta

3 Juli 2018   14:16 Diperbarui: 3 Juli 2018   14:20 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan kebahagiaan adalah jalan cinta dan pemberian diri demi kebaikan orang lain. Sumber: https://www.pri.org

Jalan paling baik atau mungkin paling tepat untuk mencapai kebahagiaan adalah melalui kehidupan etis (ethical life). Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang etis. Relasi yang baik antarsesama dan memikul tanggung jawab akan membuat seseorang menjadi bahagia hidupnya.

Masalahnya adalah orang-orang yang baik tidak selamanya dan tidak selalu menjadi orang-orang yang berbahagia. Mengapa? Ini karena kebaikan (goodness) adalah keadaan ideal, sesuatu yang menjadi cita-cita dan tujuan hidup, keadaan yang kepadanya kita mengarahkan hidup dan gerak kehidupan kita. 

Kebahagiaan memang bisa dicapai, tetapi umumnya bersifat sementara dan mudah menghilang. Kondisi-kondisi mengalami perubahan dan kita akan sekali lagi berjuang untuk mencapai cita-cita menjadi manusia yang baik. Bahkan seorang pemanah yang hebat dan terampil pun tidak selamanya dapat memanah tepat sasaran. Kondisi-kondisi eksternal memungkinkan seseorang mencapai kebahagiaannya dengan lebih mudah. 

Misalnya, seorang pemanah tampaknya akan lebih mudah memanah dan mengena pada sasarannya jika dia menggunakan busur yang terbaik. Tak seorang pun memiliki segala hal yang dibutuhkan sebagai kondisi untuk mencapai kebahagiaan, misalnya waktu yang damai, kesehatan yang sempurna, masyarakat yang adil, orang tua yang pengertian dan penuh cinta, guru-guru yang peduli, dan sebagainya.

Tak seorang pun mengklaim mengalami kebahagiaan sepanjang waktu. Meskipun demikian, setiap kita dapat mendekati dan mengalami kebahagiaan bersama-sama dalam keluarga yang baik, bersama seorang teman yang baik, pemerintahan yang baik, memiliki harta yang cukup, dan kesehatan yang memadai. Seorang pemanah yang tidak didukung oleh kondisi-kondisi eksternal yang baik tidak akan memanah tepat sasaran.

Tentang hal ini, mungkin kata-kata Goethe bisa direnungkan: "Saya telah sampai pada suatu kesimpulan yang menakutkan bahwa sayalah yang menjadi elemen yang paling utama. Adalah pendekatan personal saya yang mampu menciptakan iklim. Adalah keadaan hati harian saya yang membuatnya menjadi lebih kaya. 

Saya memiliki daya-kekuatan yang luar biasa besarnya untuk mengubah kehidupan yang menyedihkan menjadi kehidupan yang menyenangkan. Saya dapat menjadi sebuah bagi penganiayaan, tetapi saya juga dapat menjadi alat bagi inspirasi. Saya dapat mempermalukan orang, tetapi saya juga dapat membuat orang lain tertawa, tersakiti, atau tersembuhkan. 

Dalam segala situasi, adalah tanggapan saya yang pada akhirnya memutuskan apakah sebuah krisis itu bereskalasi (berkesinambungan) atau terhentikan (tidak perlu dilanjutkan lagi), dan seseorang itu dipermalukan atau dimanusiakan. Jika kita memperlakukan orang lain sebagaimana adanya (sebagaimana keadaannya), maka kita membuat mereka menjadi lebih buruk. Tetapi jika kita memperlakukan mereka sebagaimana seharusnya, kita membantu mereka untuk menjadi pribadi di mana mereka sendiri sebenarnya memiliki kemampuan untuk mewujudkannya.

(I accept Goethe's comment, "I have come to the frightening conclusion that I am the decisive element. It is my personal approach that creates the climate. It is my daily mood that makes the weather. I possess tremendous power to make life miserable or joyous. I can be a tool of torture or an instrument of inspiration, I can humiliate or humor, hurt or heal. In all situations, it is my response that decides whether a crisis is escalated or de-escalated, and a person is humanized or de-humanized. If we treat people as they are, we make them worse. If we treat people as they ought to be, we help them become what they are capable of becoming.")

Kita sungguh sadar, bahwa kebahagiaan tidak mungkin dialami selama-lamanya, tetapi kita juga seharusnya sadar, bahwa sekurang-kurangnya kebahagiaan pernah sekali dialami dalam hidup. Lebih dari itu, Anda dapat menengok ke belakang sejarah hidupnya dan kemudian mengatakan bahwa kamu memang pernah berbahagia. Pada akhirnya, kebahagiaan itu menyangkut bagaimana kita menilai kehidupan kita sendiri, bukan sesuatu yang sifatnya episodik. Kita melihatnya dalam keseluruhan gambar, dan bukan pada etape tertentu saja dalam hidup.

Kebahagiaan yang benar adalah ketika Anda mampu mengambil jarak dengan diri Anda sendiri dan dengan cara ini Anda bisa menemukan cara yang lebih baik untuk berkembang dan mengembangkan diri. Mengambil jarak itu terjadi ketika Anda mulai mencintai hal-hal yang benar dan mencintai mereka dengan cara yang benar. Relasi yang baik secara etis justru menegaskan bahwa setiap kita menengok kembali ke sejarah hidup kita dan kemudian mengatakan, "Saya telah menghidupi sebuah kehidupan yang baik."

Masih dalam konteks etika, mari kita ingat bahwa masih ada sesuatu mengenai kebahagiaan yang sifatnya independen dari kebajikan. Dan itu adalah kebahagiaan yang ditemukan dan dialami dalam rasa gembira (joy) atas eksistensi (kegembiraan mengada), rasa tercerahkan bahwa seseorang itu eksis. Dan ini dapat dialami entah dalam relasi dan kehidupan yang membahagiakan bersama dengan orang lain atau dialami dalam momen kesendirian. 

Ini berhubungan dengan tipe kepribadian dan temperamen kita. Ada orang yang mengalami kegembiraan mengada bersama dan di antara orang banyak karena temperamennya demikian. Disposisi individu dan perkembangan diri akan membawa kita kepada menemukan kebahagiaan dalam cara yang berbeda. Beberapa dari kita memang memiliki pembawaan untuk bersosialisasi dengan orang lain, mudah bergaul dan sebagainya. 

Tetapi ada juga dari kita yang lebih penyendiri. Demikianlah, ada orang yang menemukan kebahagiaan bersama dengan orang lain, tetapi ada juga yang mengalaminya dalam kesendiriannya, ketika sedang berjalan sendiri dalam sebuah hutan, di tengah kota, dan sebagainya, ketika sedang membaca dan menikmati suatu buku, musik, film, sedang makan sendiri, dan sebagainya.

Apapun juga tipe atau kecenderunan temperamenmu dalam mengalami kebahagiaan, yang tidak pernah boleh dilupakan adalah kenyataan bahwa pengalaman kebahagiaan itu senantiasa didampingi dengan pengalaman cinta, karena pada akhirnya kebahagiaan itu tidak lain adalah cinta akan kehidupan itu sendiri, sebuah perayaan kehidupan. 

Tanda bahwa Anda sedang berbahagia adalah bahwa Anda semakin peka terhadap kehidupan di sekitar, dan Anda mengakui ketergantungan hidup dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitar, dan bahwa dengan berada di dalam dan bersama dengan lingkungan dan orang lain, Anda dipenuhi dengan cinta dan kebaikan hati.

Kata Lao Tzu: Orang yang mengasihi dunia sebagai tubuhnya sendiri kepadanya dapat diserahi seluruh kerajaan. Sumber: https://depositphotos.com
Kata Lao Tzu: Orang yang mengasihi dunia sebagai tubuhnya sendiri kepadanya dapat diserahi seluruh kerajaan. Sumber: https://depositphotos.com
Anda ingin menaruh kepedulian pada apa yang Anda cintai, dan Anda mengarahkan hidupmu ke situ. Orang yang menemukan kebahagiaannya melalui kasih adalah dia yang dapat dipercaya akan membawa kebahagiaan kepada orang lain. Inilah yang dimaksudkan oleh Lao Tzu ketika dia mengatakan, "Orang yang mengasihi dunia sebagai tubuhnya sendiri kepadanya dapat diserahi seluruh kerajaan."

Masih ada banyak orang yang telah memiliki segala sesuatu tetapi tetap saja belum merasa bahagia. Mereka merasa bisa mencapai kebahagiaan tetapi dalam sikap acuh-tak-acuh. Kenyataan dan kebenarannya justru sebaliknya: kebahagiaan menuntut adanya sikap syukur (gratitude) dan sikap mengakui adanya kesalingketergantungan dengan orang dana lam sekitar. Semakin kaya secara material tidak akan membuat Anda berbahagia, kecuali Anda juga memiliki relasi dengan orang lain dan lingkunan yang semakin mendalam dan semakin baik.

Tempat-tempat yang membahagiakan bersifat kekal, sumber-sumber untuk mencapai kebahagiaan tidak pernah berkesudahan. Dan kita semua berada dan hidup di dalam tempat-tempat yang memungkinkan kita mencapai kebahagiaan itu. Di sini masing-masing kita dituntut untuk selalu membuka hati dan mengizinkan orang lain dana lam semesta masuk dan singgah di hati kita.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun