Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pembangunan, Imajinasi Politik Mengenai Ruang dan Teritori serta Perasaan sebagai Bangsa Indonesia

2 Juni 2018   11:02 Diperbarui: 2 Juni 2018   11:18 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan yang gencar dilakukan harus diikuti dengan konstruksi narasi yang membangkitkan imajinasi keindonesiaan. Sumber: https://kesbangpol.kemendagri.go.id/upload/1387962089.jpg
Pembangunan yang gencar dilakukan harus diikuti dengan konstruksi narasi yang membangkitkan imajinasi keindonesiaan. Sumber: https://kesbangpol.kemendagri.go.id/upload/1387962089.jpg
Bagi saya, berbagai pembangunan yang sedang gencar dilakukan itu sebenarnya mampu membangkitkan imajinasi ruang dan teritori politik, dan ujungnya, akan membangun dalam diri kita apa yang disebut sebagai "imajinasi kebangsaan". Sejak awal, Ben Anderson, seorang Indonesianis kawakan dari Cornel University itu sudah mengatakan, bahwa nasionalisme Indonesia itu dibangun di atas dasar "imagined community".

Melalui percakapan di warung kopi, tukar menukar informasi di media sosial, tontonan dan bacaan-bacaan kita di berbagai situs berita dan video online, kita sebetulnya bisa menciptakan sebuah imaginasi ke-Indonesia-an dalam diri seluruh warga.

Bahwa Indonesia itu tidak saja sebuah negara yang besar dengan ribuan pula, ribuan suku bangsa dan bahasa dan dengan kekayaan alam melimpah, tetapi juga sebuah "ruang bersama" yang mampu menyatukan setiap anak bangsa.

Ruang bersama itu sedang dan akan terus dibangun oleh Presiden Jokowi, di mana orang Papua tidak akan lagi merasa seperti anak tiri, orang Sumatera dan Kalimantan tidak merasa hanya sebagai objek eksploitasi dan semacamnya. Dalam arti itu, tesis Anderson itu teruji, bahwa nasionalisme itu dibayangkan untuk kemudian direalisasikan, dan media sosial dapat menjadi alat yang mampu mengemban peran ini.

Di situlah pilihannya menjadi penting, terutama dalam hal bagaimana membangun narasi di balik berbagai gegap-gempita pembangunan itu. Keberhasilan pembangunan seharusnya tidak sekadar dilihat sebagai keberhasilan perealisasian APBN, juga tidak sekadar sebagai upaya meningkatkan ekonomi rakyat, menembus keterisolasian wilayah, dan sebagainya.

Keberhasilan pembangunan juga seharusnya diikuti dengan konstruksi narasi yang mampu memperkuat semangat nasionalisme dan rasa cinta bangsa. Dalam hal ini, perang konstruksi narasi di media sosial tampaknya akan terus terjadi. Media sosial di tangan para musuh politik Jokowi akan menjadi alat untuk menyerang dan melemahkan semangat pembangunan. Dan itu sekaligus melemahkan roh nasionalisme. Sebaliknya, media-media sosial yang pro pemerintah akan terus berusaha membangun narasi positif, narasi nasionalisme, narasi kita sebagai bangsa Indonesia.

Bagi saya, setiap keberhasilan pembangunan adalah cara merajut Indonesia menjadi satu bangsa dan satu negara bernama NKRI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun