Semangat dan yel-yel "Hidup telah kembali ke Amerika Serikat" mewarnai persiapan pawai dan demonstrasi besar-besaran kelompok pro-kehidupan (pro-life) menjelang "Pawai Untuk Kehidupan" (March for Life), 18 Januari 2018 atau tanggal 19 Januari 2018 waktu Indonesia. Pawai itu memuncak pada tanggal 19 Januari 2018 atau tanggal 20 Januari 2018 waktu Indonesia ketika ribuan warga pro-kehidupan memadati National Mall.Â
Ribuan warga itu kembali menyerukan posisi moral dan ideologis mereka yang pro-kehidupan, hal yang terus mereka serukan setelah kasus Roe -- Wade tahun 1973 yang mengizinkan praktik aborsi di lima puluh negara bagian AS. Tetapi tahun ini menjadi lebih menarik karena Presiden Donald Trump sendiri akan tampil "live" melalui sebuah layar TV besar yang dapat dipirsa warga dari Rose Garden.
Warga AS tidak peduli dengan berbagai isu miring dan krisis yang sedang menimpa Presiden Trump. Mereka tidak peduli apakah Trump adalah seorang presiden AS yang sedang sehat atau sedang mengalami gangguan mental jika kita menyimak beberapa twitt kontroversialnya seputar imigran, soal keputusannya memindahkan kedutaan besar AS ke Yerusalem Timur, atau soal komentarnya atas skandal pemilihan umum yang melibatkan Rusia.Â
Melalui layar raksasa yang dipasang tidak jauh dari Gedung Putih, Presiden Trump mengatakan dengan penuh keyakinan, "Kami akan selalu bersama kalian semua ... Allah memberkati Anda, dan Allah juga memberkati Amerika." Dan ribuan warga pun menyambutnya dengan tepuk tangan meriah. Mereka berkeyakinan bahwa Tuan Presiden sungguh-sungguh dikirim Tuhan untuk menyelamatkan kehidupan. "Dia telah memilih pergerakan ini dan menjadikannya sebagai miliknya," demikian sebagian peserta meyakininya.
Seperti diberitakan The Atlantic.com, banyak peserta sebetulnya tidak memilih Donald Trump dalam pemilihan umum setahun sebelumnya. Mereka pun seakan tidak peduli dengan posisi moral dan ideologis Donald Trump sebelum pemilihan umum yang sebetulnya secara eksplisit mengatakan bahwa dirinya seorang pengikut Pro-Pilihan (Pro-Choice), alias kelompok yang menghalalkan aborsi. Tampaknya ribuan warga begitu tersihir dengan empat janji yang pernah diajukan Donald Trump.
Presiden Trump berjanji untuk (1) mengangkat orang-orang yang Pro-Kehidupan untuk menduduki posisi Hakim Agung, dan janji ini sudah dia penuhi ketika dia mengangkat Neil Goursuch, seorang hakim konservatif sebagai Hakim Agung. Tiga janji Trump lainnya adalah (2) akan menandatangani UU The Pain-Capable Unborn Child Act;(3) menghentikan pembiayaan program "Menjadi Orangtua Terencana" (Planned Parenthood), dan (4) menjadikan Hyde Amandment sebagai hukum yang permanen.Â
Hyde Amandment adalah dokumen yang dapat mencegah pemerintah federal menggunakan keuangan negara untuk membiayai aborsi. Di bulan April 2018 yang lalu, Presiden Trump sudah menandatangani legislasi yang membolehkan negara menolak penggunaan keuangan federal dalam membiayai aborsi, dan Planned Parenthood memang memperjuangkan aborsi, dan karena itu akan dihentikan pembiayaannya oleh negara. Sementara itu, dalam bulan Januari 2018 ini, Presiden Trump membentuk kantor baru di Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia yang akan memproteksi para pelayan kesehatan yang menolak melakukan aborsi.
Kemajuan Sains Saja Tidaklah Cukup
Apakah betul bahwa kelompok Pro-Kehidupan sedang menemukan momentumnya untuk bangkit? Apakah kebangkitan itu ditentukan hanya oleh kehendak politik dan keberpihakan Presiden Trump, seorang presiden dari Partai Republik yang "terpaksa" mendukung kelompok Pro-Kehidupan hanya karena kepentingan politik? Apakah dapat dipastikan bahwa kelompok Pro-Kehidupan akan terus eksis bahkan memenangkan perdebatan ke depan?
Sebagaimana diulas Emma Green dalam theatlantic.com, kelompok Pro-Kehidupan tampaknya memanfaatkan perkembangan teknologi di bidang neonatal secara cerdas dan maksimal. Teknologi ultra-sound sudah mampu bisa mendemonstrasikan gerakan, ekspresi emosi, dan kehidupan embrio bahkan jauh sebelum masa embrio dapat berkembang di luar rahim (20 minggu kehamilan).Â