Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Anies Baswedan Soal Banjir dan Reaksi Netizen

19 Desember 2017   09:52 Diperbarui: 19 Desember 2017   15:17 3839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau lokasi tanggul jebol di Jati Padang, Senin (11/12/2017). Sumber: http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/12/12/gara-gara-banjir-anies-baswedan-surati-pasukan-oranye-hingga-satpol-pp-begini-isinya

Sebuah berita diberi judul "Anies Soal Banjir, Saya Minta Bapak Ibu, Bagaimana Caranya, Bereskan!" dilansir kompas.com di tengah hari menjelang sore, 18 Desember 2017. Seperti berita-berita lainnya yang langsung menjadi viral jika narasumbernya adalah Gubernur Anies Baswedan, kali ini pun demikian. Hingga saya menuliskan ulasan ini di hari ini, 19 Desember 2017, pukul 08:06 WIB, sudah ada 177.284 orang yang membaca berita tersebut dan ada 228 komentar.

Kompas.com mewartakan adanya rapat yang dipimpin Anies Baswedan pada tanggal 13 November 2017 yang sekarang baru bisa diakses publik karena kegiatan itu tidak langsung ditayangkan di saluran Youtube milik Pemrov DKI. 

Rapat sebulan yang lalu dan sebagaimana tampak dalam tayangan youtube tersebut, tampak Anies membahas secara khusus keluhan seorang warga Jalan Padang, Kampung Baru Ulujami, Jakarta Selatan, bahwa sudah empat tahun (sejak 2013) mereka terbebas dari banjir. Dan tahun ini kawasan pemukiman mereka justru dilanda banjir.

Tanggapan dan Perintah Anies

Cara Anies Baswedan menanggapi "musibah" ini dan solusi yang dikemukakannya ternyata memicu beragam reaksi dan komentar pembaca. Anies melihat bahwa keluhan warga Kampung Baru Ulujami itu merupakan salah satu yang paling keras, karena sudah empat tahun bebas banjir dan sekarang malah kebanjiran lagi.

Dari sinilah Anies Baswedan kemudian memberi instruksi kepada bawahannya. "Nah, sekarang giliran saya minta bapak-bapak, ibu-ibu semua, bagaimana caranya, pokoknya bereskan," perintah Anies. Anies beralasan, publik atau masyarakat taunya bebas banjir, bagaimana caranya, itu urusan pemerintah.

Anies tampak berusaha mencari informasi dan menjawab persoalan mengapa Kampung Baru Ulujami itu sekarang kebanjiran lagi? Tanya Anies, "Sudah empat tahun tidak ada masalah, sekarang kok ada masalah? Apakah tidak ada bersih-bersih di tempat itu." Gubernur DKI yang diusung Gerindra itu kemudian memerintahkan Wali Kota Jakarta Selatan untuk membereskannya. 

"Pak Wali nanti dicek, ya. Kalau ada yang tidak menjalankan, diberi peringatan dua level, kepada yang tidak bertanggung jawab dan atasannya yang bertanggung jawab. Dua-duanya kena peringatan," ucap Anies.

Anies tahu dengan baik, bahwa harapan publik sangat tinggi, dan suka atau tidak, pasti dibandingkan dengan masa kepemimpinan Jokowi-Ahok-Djarot. Empat tahun warga terbebas dari banjir itu artinya selama masa kepemimpinan Jokowi-Ahok-Djarot, banjir tidak pernah lagi menggenangi perkampunan warga. Apakah itu semata-mata karena "tidak ada bersih-bersih di tempat itu" sebagaimana diduga Anies Baswedan? 

Jika tidak ada bersih-bersih, apakah itu berarti ada masalah dengan pasukan oranye yang di masa kepemimpinan Ahok-Djarot justru sangat diandalkan? Lalu, apakah perintah kepada Wali Kota Jakarta Selatan untuk mengatasi masalah sudah dianggap tepat, terutama jika dihubungkan dengan tipe kepemimpinan sebagaimana tampak dari reaksi dan komen para netizen di kompas.com?

Beragam Tanggapan

Menurut saya, seluruh tanggapan pembaca berita itu dapat dikelompokkan menjadi empat. Pertama, kelompok pembaca yang menghubungkan kemampuan Anies dalam mengatasi banjir dengan janji kampanye. Kedua, kelompok pembaca yang menghendaki pemimpin yang tahu dengan baik dan tepat duduk persoalan (masalah) sebelum mengeksekusinya dan memberikan perintah pelaksanaannya kepada bawahannya. 

Ketiga, kelompok pembaca yang menyoroti kinerja pasukan oranye dan para pejabat terkait. Dan keempat, kelompok pembaca yang menyarankan pentingnya belajar "keberhasilan" Ahok-Djarot dalam mengatasi banjir, misalnya dengan "sowan" ke kedua eks pemimpin DKI itu untuk "berguru".

Sejauh pengamatan saya, tidak ada satu komentar pun yang bernada (cukup) positif. Tampak jelas, semua komentar yang ada datang dari pembaca yang dapat dihubungkan dengan entah para pendukung Ahok-Djarot atau kelompok yang melihat/mengapresiasi keberhasilan kepemimpinan Ahok-Djarot.

Empat kategori tanggapan pembaca kompas.com itu dapat dielaborasi lebih lanjut. Pertama, janji kampanye Anies-Sandi terlanjur diingat, terutama keinginan mereka untuk membuat banjir tidak lagi menggenangi ibu kota dengan cara melibatkan seluruh warga masyarakat. Juga keinginan mereka membuat biopori supaya semua aliran air tidak lagi mengalir tetapi masuk ke dalam tanah. 

Warga juga ingat cara Anies-Sandi "nyinyir" terhadap pemerintahan Ahok-Djarot. Anies misalnya, pernah memberi tanggapan terhadap banjir di Jakarta dengan kalimat yang sarkastik, katanya, ""Kirain sudah bebas banjir." Inilah alasannya mengapa sekarang warga menghendaki agar janji-janji kampanye itu benar-benar direalisasikan. Menurut saya, kalaupun janji itu tidak bisa direalisasikan pada tahun pertama -- seperti sekarang ini -- setidaknya Anies-Sandie memperlihatkan langkah-langkah yang cukup meyakinkan soal bagaimana mengatasi banjir. Hal terakhir ini -- soal langkah-langkah yang akan diambil dan cukup meyakinkan -- yang belum saya lihat.

Kedua, menurut saya, langkah-langkah yang agak jelas dan tegas seharusnya mulai kelihatan dalam bagaimana menangani banjir. Misalnya, bagaimana menggerakkan pasukan oranye, apa yang harus dilakukan jika bawahan tidak bertanggung jawab, seperti apa upaya penanganan sementara bagi para korban banjir, tetapi juga soal revitalisasi kali, upaya menjaga kebersihan kali, pengelolaan sampah, dan sebagainya. 

Dan ini semua terkait dengan komentar para pembaca kompas.com. Para pembaca bahkan mendukung jika Anies-Sandi berani memecat bawahan yang tidak sanggup bekerja dalam menangani dan menanggulangi banjir. Tetapi lagi-lagi ini sangat ditentukan oleh seberapa meyakinkan rencana penanganan dan pengatasan banjir ke depan.

Pasukan oranye tampak sedang bekerja membersihkan sampah dari got. Peran mereka sangat krusial dalam mengatasi banjir di DKI. Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/11/22/338/1818766/sudah-bekerja-3-tahun-pasukan-oranye-bisa-jadi-pns
Pasukan oranye tampak sedang bekerja membersihkan sampah dari got. Peran mereka sangat krusial dalam mengatasi banjir di DKI. Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/11/22/338/1818766/sudah-bekerja-3-tahun-pasukan-oranye-bisa-jadi-pns
Ketiga, soal gaya kepemimpinan Anies yang dalam kasus penanganan banjir sebagaimana diberitakan itu tampak "main perintah" dan terkesan "tidak mengerti duduk persoalan". Tampaknya ini mencerminkan gaya kepemimpinan yang sangat berbeda. 

Tidak sekadar dipersepsikan tetapi memang begitulah kenyataannya, bahwa Ahok adalah seorang pemimpin yang mengetahui persoalan secara detail dan mendalam. Pengetahuannya inilah yang memampukan dia memberi instruksi dan perintah yang tegas, rigid, dan detail kepada bawahannya, berikut cara kontrol yang juga sangat presisi.

Tipe kepemimpinan ini, menurut saya, berbanding terbalik dengan kepemimpinan Anies Baswedan. Ada saja orang berpendapat, bahwa cara kepemimpinan Anies ini sangat positif, karena memberdayakan bawahan dalam pengatasan masalah. Bahwa pemimpin hanya berperan sebagai penggerak, tidak perlu mengetahui masalah secara detail. Gaya kepemimpinan semacam ini bukanlah hal yang tabuh dalam budaya organisasi. 

Meskipun begitu, menurut saya, seorang pemimpin tetap harus mengetahui secara detail dan presisi berbagai persoalan yang dihadapi warga. Bahwa kemudian para bawahan diberi kebebasan untuk menjalankan perintah atau kebijakan, mereka setidak-tidaknya sudah mengetahui duduk persoalannya, dan informasi itu seharusnya datang dari seorang pemimpin.

Keempat, sebagian warga yang mengusulkan Anies-Sandi "berguru" ke Ahok-Djarot soal bagaimana cara menangani banjir. Usul semacam ini dapat menyinggung perasaan dan mengecilkan kemampuan Anies-Sandi dalam menangani banjir. Tetapi saya melihat bahwa usul ini sangat positif. 

Dengan semangat kerendahan hati, mau membuka diri untuk belajar dari senior, dan kehendak untuk merangkul semua pihak dalam menangani masalah DKI, saya kira Anies-Sandie bisa melakukan semacam "sharing pengetahuan" dan pengalaman ini. Jika ini dilakukan, pesan politiknya akan sangat kuat. Pertama-tama, ini akan menjadi simbol yang kuat untuk merangkul warga, terutama 42 persen yang tidak memilih mereka. 

Tetapi selain itu, langkah ini akan menjadi pertanda adanya silaturahmi dan ajakan untuk membangun DKI secara bersama-sama.

Anies-Sandi masih akan memimpin DKI lebih dari empat tahun ke depan. Upaya mengatasi problem warga di tahun pertama ini akan menjadi preseden bagi keberlangsungan pemerintahan mereka ke depan dan sejauh mana mereka akan didukung seluruh warga. Semoga semboyan "maju kotanya bahagia warganya" dapat mereka realisasikan di bumi Jakarta ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun