Mohon tunggu...
JepretPotret
JepretPotret Mohon Tunggu... Freelancer - ........ ........

........

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Bermula pada Sesuatu yang Indah, Berakhir dengan Indah Juga

21 Desember 2020   16:54 Diperbarui: 21 Desember 2020   17:00 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah Cinta Abadi Noah dan Allie dalam film The Notebook (2004), kerap menyandang predikat sebagai film paling romantis sepanjang masa. Alunan romansa cinta yang lekang oleh waktu tersebut, dapat dinikmati dari permainan piano dari pianis internasional kelahiran Jakarta yang bernama Edith Widayani.

Keagungan cinta dalam film The Notebook karya Aaron Zigman, dengan sangat menawan disampaikan dari nada demi nada yang digerakkan secara lembut dari jari-jemari Edith.

Kisah cinta Noah Calhoun (Ryan Gosling) dan Allie Hamilton (Rachel McAdams) yang tak hanya berbicara tentang kebahagiaan, tapi lebih banyak diwarnai dengan kisah kesedihan dan pengorbanan yang tanpa batas. Film ini menunjukkan dedikasi cinta tertinggi yang tak dimiliki oleh semua orang, sebuah kisah cinta abadi sampai akhir hayat.

"Lagu ini surprisingly simple tapi mengandung makna yang dalam. Tangga nadanya berawal dan berakhir di tempat yang berbeda dan penuh gejolak di tengah-tengahnya. Tapi tetap bermula pada sesuatu yang indah dan berakhir dengan indah juga," kata Edith Widayani yang meraih gelar doktor musik dari Eastman School of Music, Amerika Serikat.

The Notebook dialunkan dengan piano Fazioli Malachite. Sebuah grand piano yang mewah dan klasik yang mendapat sebutan Crme de la Crme. Keunikan dari piano buatan Italia ini terletak pada hiasan batu permata malachite warna biru yang dipercaya banyak orang dapat memberikan ketenangan. Piano ini dibalut kayu walnut dengan dekorasi ornamen flora serta kombinasi garis dan geometri yang artistik.

"Fazioli Malachite masuk kategori artcase. Seni yang dihasilkan bukan hanya musiknya saja, tapi pianonya itu sendiri sudah merupakan seni," tutur Edith. 

Kesempurnaan dari Fazioli Malachite, merupakan bentuk dedikasi tertinggi dari sebuah seni kerajinan piano yang eksklusif. Piano Fazioli memang menjadi produk masterpiece yang tak diproduksi secara massal tapi dibuat dengan kerajinan tangan. Tak lebih dari 150 unit piano yang diproduksi per tahunnya.

Edith Widayani sudah belajar piano sejak usia tiga tahun. Dia mengenali bakatnya sejak kecil hingga berani memutuskan pindah ke Beijing di usia remaja dan melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat untuk belajar piano dari pianis-pianis kelas dunia. 

Pendidikan Sarjana Musik dari Texas Christian University School of Music diselesaikan dengan predikat magna cum laude. Kemudian dilanjutkan dengan Magister Musik dari Eastman School of Music.  

Selanjutnya, Edith menjadi orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor dari Eastman School of Music. Dia menyelesaikan pendidikan doktoralnya dengan predikat Pi Kappa Lambda dan mendapatkan penghargaan prestisius Henry Cobos Endowed Piano Prize atas pertunjukan pianonya yang sangat mengesankan. 

Edith kini dikenal luas sebagai pianis bukan hanya di Indonesia saja, tapi juga hingga Asia, Eropa dan Amerika Serikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun