Tak terasa telah sebulan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di kawasan Gambir Jakarta Pusat, telah beroperasi lagi memasuki masa new normal. Tentu saja ada peristiwa yang terkadang bikin senyum dan geleng-geleng kepala.
Enam hari sebelum Perpusnas melakukan lockdown pada pertengahan bulan Maret 2020 lalu, terjadi peristiwa yang sempat tak disadari oleh banyak pengunjung. Sore itu diriku masih berada di Lantai 19 layanan multimedia. Sekitar pukul 17.18 tiba-tiba saja terasa kepalaku seperti pusing. Beberapa orang ada yang merasakan sama. Namun banyak pula yang tak merasakan apa-apa.
Ketika terjadi goyangan kedua, seluruh pengunjung Perpusnas baru menyadari adanya gempa bumi. Banyak sekali yang terburu-buru keluar ruangan, saling berebutan memasuki pintu lift maupun berlari menuruni tangga darurat.
Diriku sangat kagum dengan kokohnya bangunan Perpusnas, yang dapat beradaptasi dan berakselarasi mengikuti goyangan yang ditimbulkan gempa bumi. Diriku santai saja. Toh percuma saja, lha masih di Lantai 19. Seandainya gedung Perpusnas runtuh, lebih baik mati saat berada di Lantai 19. Iyalah, daripada mati mengenaskan di dalam lift maupun anak tangga pintu darurat. hehehe....
Nah Ini Dia...
Agak seru dan terasa ngeri-ngeri sedaap.
Sore itu 20 Februari 2020 selepas pukul 17.00, diriku tiba di Perpusnas. Kemudian menuju Lantai 19 untuk memanfaatkan layanan fasilitas multimedia.
Setelah cukup lama tak memperhatikan kabar dari sebuah korporasi, isenglah melakukan googling. Ternyata Oh ternyata, ada berita yang nyaris seragam dari berbagai media online yang menuliskan berita kebakaran berupa kepulan asap di sebuah lantai gedung pencakar langit. Kaget juga telat mengetahui peristiwa yang telah sebelas hari berlalu. Hmmm... Jika nomor lantai digabungkan penjumlahannya hingga mengerucut pada satu angka, maka terbentuklah sebuah angka yang dianggap sebuah kesialan dan menandakan kematian oleh masyarakat tertentu.
Tiba-tiba, Eng ing eng...
Diriku shock ketika melihat layar komputer yang tak seperti biasanya. Sangat jelas bahwa akun milik dari super admin Perpusnas tengah beraksi melihat satu per satu dari setiap akun member Perpusnas yang sedang login. Hmmm... Di bawah serangan siber, meretas Perpusnas? Mungkinkah ada kekuatan external yang dapat memasuki akun milik dari super admin Perpusnas?.
Setelah beberapa saat kulihat jam tanganku. Waktu telah menunjukkan pukul 20.00.
"Oh My God", gumamku dalam hati.
"Mungkinkah awal mulanya dimulai dari pukul 19:57?" tanyaku dalam hati. Sebuah pertanyaan yang muncul dalam hati setelah melihat sesuatu yang entah apakah hanya serba kebetulan saja.
Setelah komputer normal lagi, lalu kulihat halaman dari Google yang paling bawah. Location-nya Kec. Menteng.
Biasanya kalo aku mengakses internet di warnet maupun lewat smartphone, location-nya dari halaman Google seringkali diubah-ubah. Â ha-ha-ha...,
Ketika location-ku yang real berada di Bintaro 12330  Jakarta Selatan, eh ternyata location-nya diubah jadi ada di Jakarta Banten. Terkadang jadi ada di Ciracas, di Kramatjati, di Duren Sawit, di Cilandak, di Tanjung Barat Pasar Minggu. Nah ketika location-ku yang real berada di Pondok Pinang, location diubah seringnya menjadi Bintaro 12330.Â
Yang paling menyebalkan ketika saat itu ada interaksi lewat Whatsapp dengan teman-teman baru para kandidat jago akuisisi. Weleh, weleh, location-nya diubah menjadi Kec.Tebet serta Rawamangun Kec.Pulogadung. Niat banget kepoin nomor ponsel teman baruku, sampai tahu location domisilinya segala.
Apalagi ketika internetan kepoin someone, eh location-nya diubah jadi Kebayoran Baru sesuai domisilinya. [Eh memang kandidat terkuat bakal calon apaan ya?...]
Namun hanya halaman Google di komputer milik Perpusnas, yang tak diubah location-nya saat diriku beraktivitas internetan. Memang sih masih wajar jika terkadang berubah jadi Kec.Senen maupun Kec. Matraman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H