Pada saat pertengahan bulan Januari 2004, Kereta Api Gumarang mengantarkanku untuk menginjakkan kaki di kota Surabaya. Tak terasa hingga sebelas tahun lamanya, turut merasakan derap kehidupan kota Pahlawan yang cuacanya beriklim panas.
Sorbeje... Itulah nama kota Surabaya menurut lidahnya orang-orang Madura. Nah salah satu sudut kawasan di kota Surabaya yang paling sering dilintasi dan disinggahi adalah Pasar Turi dan sekitarnya. Dari ratusan kali melintasi kawasan tersebut, ada sebuah keberanian yang terbilang nekat kulakukan pada tahun 2014.
Ini berawal dari penjelajahan (searching / googling) internet, dan mendapati kegiatan sebuah komunitas di Surabaya. Komunitas tersebut melakukan susur rel yang ternyata melintasi jembatan viaduk Jalan Pahlawan yang sangat dekat dari kawasan Pasar Turi, Kantor Bank Indonesia Surabaya, Tugu Pahlawan, dan Kantor Gubernur Jawa Timur.
Ini memunculkan ide untuk melakukannya seorang diri. Melintasi jembatan viaduk belum pernah kulakukan. Tapi sering kulakukan blusukan dengan menyusuri rel kereta api dari palang pintu KA Pasar Turi / pasar kaget Dupak Magersari hingga palang pintu KA di Jalan Rajawali.
Kalau memperhatikan foto paling atas, rangkaian KA datang dari arah Stasiun Pasar Turi. Rel sebelah kiri merupakan arah rel yang akan melewati jembatan viaduk samping Bank Indonesia, Tugu Pahlawan, Kantor Gubernur Jatim, untuk menuju Stasiun Semut dan Stasiun Gubeng. Sedangkan rel sebelah kanan merupakan arah rel ke kawasan Tanjung Perak.
Eng.. Ing... Eng.... Tak lama kemudian tibalah di jembatan viaduk Pasar Turi. Tadinya menyangka akan bisa menyusuri pinggir rel. Oh ternyata, tak ada pinggiran rel dan harus melewati bantalan rel. Kalau balik lagi, berarti harus berputar jauh kembali. Tanggung...! Dengan nyali gede sambil uji nyali apakah ada fobia ketinggian atau tidak, kususuri rel kereta api melewati jembatan viaduk antara sisi belakang Pasar Turi yang menuju sisi belakang Gedung Pemadam Kebakaran Kota Surabaya.
Setelah menoleh ke rel arah Stasiun Pasar Turi dan Stasiun Semut yang dikenal sebagai Stasiun Surabaya Kota, kuyakin sekali gak ada kereta yang bakal melintas. Eng.. Ing... Eng.... Diriku benar-benar berjalan di atas besi-besi bantalan rel, bagaikan beratraksi agar tak terjatuh ke aspal jalan raya dibawahnya. Untunglah aksiku ini tak memancing perhatian banyak orang. Khawatir juga jika sampai banyak orang menyadari dan melihatku, mereka malah dapat mengganggu konsentrasi.
Disisi kiri dan kanan rel benar-benar tak ada tempat berpijak, jadi harus berjalan melangkahi satu-persatu besi bantalan rel. Akhirnya kurang dari dua menit dapat melewatinya tanpa menimbulkan kehebohan, dari lalu lalang orang yang melintas dari Pasar Turi menuju arah Bank BPTN di Jalan Kebonrojo.
Setelah itu kususuri rel yang berada persis dibelakang Gedung Pemadam Kebakaran. Berjalan di sisi kiri rel yang banyak bangunan gubuk rakyat jelata Surabaya. Eng.. Ing... Eng.... Langkahku kembali terhenti persis di dekat jembatan viaduk Jalan Pahlawan. Pikiranku berubah untuk tak melanjutkan perjalanan hingga menyusuri sisi luar dari Stasiun Semut yang menuju Stasiun Gubeng.
Meskipun relatif aman menyusurinya manakala ada kereta api yang melintas, namun baru sempat terpikir baru bisa keluar jalur ini saat tiba di Jalan Gembong dan Jalan Bunguran yang tak jauh dari ITC Megagrosir. Akhirnya kuputuskan untuk turun dan memantapkan hati untuk kapan-kapan saja melakukannya. "Masih banyak waktu," batinku. [Padahal, gak kesampaian hingga kini...].