Saat bersamaan juga telah terbentuk Pusat Studi Autoimun Rematik dan Alergi (AURA) PMB FKUB. Tak ada yang kebetulan di dunia ini. Elvira mendapatkan perjumpaan dengan para pakar lupus seperti Profesor Handono dan Profesor Kusworini. Bersama mereka, Elvira turut mendirikan Pusat Kajian Lupus FKUB pada tahun 2015. Setahun kemudian Elvira diangkat menjadi dosen di FKUB. Akhirnya Parahita telah bermetamorfosa menjadi Yayasan Kupu Parahita Indonesia pada tahun 2017. Elvira mendapatkan amanah untuk memimpin organisasi yang beranggotakan para pasien Lupus di Malang Raya, Tulungagung, Blitar dan Jember.
"Apa ya saya bisa," renung Elvira ketika itu, yang merasa memiliki banyak hal keterbatasan.
Elvira merasakan depresi terdalam, dalam usahanya hidup berdampingan dengan lupus. Hb 6,1; trombosit 39.000 dan tensi 80/40. Tiga hari berturut-turut harus merasakan pulse metilpredisolon. Untunglah berkat dukungan penuh tim dokter RSSA dan Pusar Kajian Lupus FKUB, hasil lab Elvira telah membaik  Hb sudah 8,1; trombosit 279.000, dan tensi 120/80. Kini dalam usia 26 tahun, Elvira telah tujuh tahun bersahabat dengan Lupus. Awal persahabatan yang karena keterpaksaan, kini patut disyukuri sebagai sebuah anugerah terindah dalam hidupnya.
9 tahun Parahita yang dirayakan pada 1 Agustus 2017 lalu, kini mendapatkan kado istimewa berupa apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 bidang kesehatan di tingkat propinsi. Namun perjuangan Elvira dan para pejuang Parahita tentu saja masih tiada titik akhir. Menggelorakan Semangat Tak Pupus oleh Lupus, diperlukan sikap kesabaran, tawakal, keikhlasan, serta bersedia mau belajar terus menerus.Â
Semangat Terus Parahita!Â
Parahita Tak Pupus Oleh Lupus!
Kisah inspiratif anak muda pejuang Lupus ini, sejalan dengan berbagai nilai-nilai luhur sang pendiri Astra William Soeryadjaya yang terkristralisasi dalam Catur Dharma Astra. Warisan nilai-nilai luhur yang telah mengakar kuat selama enam puluh tahun, kini menjadikan Astra sebuah pohon rindang besar bagi hampir lebih 240 ribuan karyawan dalam naungan 7 lini usaha dan 9 yayasan.
Perjuangan berat seorang Kian Liong, nama kecil William Soeryadjaya, telah dimulai pada masa perang kemerdekaan. Pada usia 12 tahun, William kecil telah menjadi yatim piatu bersama adik-adiknya pada tahun 1934. William pun mulai berdagang apa saja saat berusia 19 tahun dan intuisi bisnisnya mulai terasah. Bahkan penjajah Jepang dan Belanda yang terkenal kejam, dapat didekati William untuk keperluan logistik usahanya di wilayah Bandung - Cirebon dan Bandung - Jakarta. Tak pantang jera dan tak pernah menyerah, walaupun harus merasakan jeruji penjara karena fitnahan korupsi di perusahaan yang didirikannya sendiri.Â
Ketika mulai masuk ke industri manufaktur otomotif dengan modal nekat tanpa pengalaman, William tentu saja sangat membutuhkan mitra usaha berpengalaman. Sempat tercatat ada dua raksasa industri otomotif dunia menolak tawarannya. William tak patah arang dan berdoa penuh keyakinan bahwa Tuhan pasti akan mengirim mitra usaha yang sejalan dengan visinya. Akhirnya Toyota-lah yang dapat menjadi teman sehati bagi Astra hingga kini. [Memang tiada duanya hingga kini, tiada henti terus berinovasi].
Astra yang saat itu hanyalah anak bawang namun dapat meminang Toyota, sungguh dapat menarik hati para prinsipal industri raksasa Jepang lainnya. Maka berbondong-bondonglah Fuji Xerox, Honda Motor, Komatsu, Daihatsu, Isuzu, Nissan Diesel (kini UD Trucks), mempersunting Astra sebagai mitra usahanya.