Mohon tunggu...
JepretPotret
JepretPotret Mohon Tunggu... Freelancer - ........ ........

........

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Celebrating The Moment, Merayakan Sang Momen

1 Juli 2017   22:02 Diperbarui: 2 Juli 2017   08:44 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat itu dalam kurun waktu 2005-2010, ada seorang direksi PT Astra Nissan Diesel memiliki kebiasaan untuk merekam jejak perjalanannya dengan kamera. Kapan saja dan dimana saja, insan Astra yang bernama Henry C Widjaja sangat rajin memotret kegiatan kesehariannya. Hal itu dilakukan di sela waktu bekerja di dalam negeri maupun perjalanan dinas ke luar negeri.

Berbagai karya hasil jepretannya, telah banyak dapat dinikmati di berbagai jaringan situs komunitas fotografi berbasis mailing-list di Indonesia. Namun keunikan foto hasil pengembaraannya merekam sebuah "perjumpaan" ini, memiliki ciri khas berupa foto yang dilengkapi untaian puisi. Sinergi antara Puisi dan Foto yang menjadi Puisi Foto, telah dapat dinikmati dalam sebuah buku yang berisi kumpulan PuisiFoto hitam putih karya Henry C Widjaja berjudul "Celebrating The Moment".

Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama bulan Juli 2010 ini, kebetulan memang baru saja dihadiahkan oleh sang pemotret sekitar seminggu yang lalu. Buku setebal 129 halaman dan ber-ISBN: 978-979-22-5797-7 , dapat dibaca dalam dwibahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

Cover depan Buku [Foto:JEPRETPOTRET]
Cover depan Buku [Foto:JEPRETPOTRET]
Dalam sekapur sirih buku ini, Henry mengatakan bahwa dirinya sebagai pemotret "dadakan" merasakan keasyikan dalam menggali pesan atas momen beku yang diselipkan semesta dalam kartu memorinya. Pesan yang muncul dituliskan dan dijadikan perayaan. Kata orang "hidup bukan kebetulan", dan memang bukan sebuah kebetulan gambar yang terbekukan dalam kameranya.

>>>>>>>>

Puisi Foto pun dimulai...

Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Sapa Tersembunyi
Sapa Tersembunyi
"Sapa Tersembunyi" (A Hidden Greeting)

Rontok daun setiap hari
Apa pentingnya lagi
Pagi ini siapa peduli
Pada sapa tersembunyi

>>>>>>>>
Dan momen pun berdenyut, mengantarkan Henry melintasi waktu untuk merayakan perjumpaan bersama Sang Momen.
Mulai dari merasakan kala senja di pedestrian kaki lima di Zurich, menyusuri lorong-lorong kota tua Innsbruck, menghadiri pentas tari Rotterdam, melewati pematang sawah Sangkan Hurip, hingga menyusuri bilangan Kali Besar.

Di salah satu sudut Kali Besar, Henry mendengar panggilan dengan nada agak kasar. Berjalan terus sambil berpura-pura tak mendengar, namun akhirnya menengok dan mendekat setelah terus menerus dipanggil. Ternyata di lantai dasar sebuah gedung tua yang menjadi tempat tinggal beberapa orang, termasuk keluarga pemilik sebuah warung dekat gedung tua. Sepasang suami-istri pemilik warung baru saja melaksanakan perayaan pernikahan putrinya di ruang yang sama. "Yaaah, ngawinin anak cuman begini doang," keluh sang istri. Akhirnya Henry pun tergerak menjadi tukang potret dadakan bagi kedua mempelai bernama Nur dan Irvan.

Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Pernikahan Yang Yaaah
Pernikahan Yang Yaaah
"Pernikahan Yang Yaaah" (A Droopy Wedding)

Semua ingin pernikahannya istimewa
Banyak yang wah, juga yang yaaah

Upacara dan kosmetika
Jadi lebih penting dari keindahan cinta

Cinta tak minta apa-apa
Karna ia sudah istimewa

>>>>>>>>
Dan momen pun berdenyut kembali...
Menikmati keramaian Danau Zurich, memasuki Masjid Istiqlal, mengitari Keraton Kaisar Jepang, hingga merasakan transportasi massal di Stasiun Kota Tokyo.

Selalu ada petugas yang memberikan tanda kepada masinis kereta di pinggir peron Stasiun Kota Tokyo. Dibalik teknologi serba otomatis, serba tepat dan serba cepat, masih ada manusia yang bukan robot tanpa rasa yang dapat mengalami kelelahan.

Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

DiBalik Mesin
DiBalik Mesin
"Di Balik Mesin" (Behind The Engine)

Di balik mesin ada manusia
Kepada siapa
Teknologi menghamba
Seyogyanya

Di balik modernisasi
Tersembunyi nurani
Dari mana
Pembangunan berangkat
Yok berdoa

>>>>>>>>
Dan momen pun kembali berdenyut...
Merenungkan kematian syahid St.Bartholomeus di Katedral Milan, menemukan keheningan di Katedral Vaduz, menyaksikan pentas teater musik yang terinspirasi hikayat kepahlawanan Sulawesi Selatan namun disutradarai oleh orang asing, meresapi kemiringan Menara Pisa, hingga terpaku pada sebuah jembatan di kota Ageo.

Terlihat asap yang ditinggalkan pesawat terbang yang melintasi langit Pisa. Ini merupakan pertanda akan simbol perjalanan waktu. "Segala sesuatu baik adanya, sekalipun nampak tak baik, sebetulnya baik adanya", begitulah kebenaran kata bijak. Menara lonceng gereja Katedral yang miring karena kesalahhitungan arsitek, kini mendatangkan manfaat (maslahat) buat masyarakat.
Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Menara Miring
Menara Miring
"Menara Miring" (The Leaning Tower)
Dalam kesungguhan upaya
Kesalahan hanya soal masa
Selewat masa lewat
Masalah jadi maslahat

Di sudut kota Ageo, tersedia jembatan khusus pejalan kaki yang menghubungkan fasilitas publik. Masih banyak sepeda terparkir dimana-mana hingga larut malam. Kendaraan yang sederhana masih menjadi pilihan masyarakat Jepang, meskipun dikenal sebagai produsen mobil terbesar di dunia.
Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Sepeda Negeri Kaya
Sepeda Negeri Kaya
"Sepeda Negeri Kaya" (Bicycle in A Rich Country)

Di negeri yang kaya
Produsen mobil paling raya
Naik sepeda bukan lagi soal gaya
Sudah menjadi kesehariannya

Di negeri yang suka belanja
Konsumen mobil yang berdaya
Naik sepeda entah prioritas keberapa
"Masuk TV nggak?" jawabnya

>>>>>>>>
Dan momen pun berdenyut kembali...
Merasakan kehidupan penduduk Desa Sitonjul, menikmati keasrian kehidupan Desa Gajeboh, mendengarkan suasana belakang layar pertunjukkan busana, menyaksikan pentas tari klasik, merasakan irama konser jazz, hingga menyaksikan metafora kehidupan di bilangan Patung Pak Tani.

Pose Bunda Tani yang menyediakan bekal, gedung yang sedang dibangun, bis kota yang ngetem sejenak yang memberikan kesempatan Pak Kenek melepaskan dahaga, memunculkan penggalan orkestra metafora kehidupan.
Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Anak Tani
Anak Tani
"Anak Tani" (Former's Kids)

Kami adalah anak tani
Yang lupa pada padi
Mengagungkan gedung tinggi
Meski hanya jadi kuli

Bekal dari bunda Pertiwi
Tak sungguh kami kenali
Lebih baik kami gadai
Untuk impor minyak lagi

Kami adalah anak tani
Yang rindu jati diri
Tapi tak punya nyali
Mengedepankan Pertiwi

>>>>>>>>
Dan momen pun kembali berdenyut..
Menonton tarian modern Surakarta, mengamati lalu lalang manusia di Stasiun Bogor, melihat muara Sungai Cikaso, melihat keindahan yang sederhana di Danau Tempe, memotret kehidupan warga Desa Baduy Dalam hingga memperhatikan anak kecil di sebuah bis kota yang ngetem di Terminal Kampung Melayu. 

Berjalan kaki menuju Cibeo yang merupakan salah satu desa Baduy Dalam, Henry bersama rombongan beristirahat di ladang (huma) milik warga Cibeo. Hal pamali / terlarang jika memotret didalam kawasan Baduy Dalam. Karena keluarga Baduy Dalam sedang berada di luar desanya, maka Henry meminta izin untuk memfoto mereka. Awalnya Pak Darni menolak dengan sopan dengan alasan nanti kalau dikasih minta terus. Terbuktilah bagaikan paparazzi, semua pembawa kamera berebutan memotret tak ada habis-habisnya.

Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Keluarga Baduy Dalam
Keluarga Baduy Dalam
"Keluarga Baduy Dalam" (The Family of Inner Baduy)

Dekil tubuhnya
Reyot rumahnya
Tak banyak orang suka

Bening matanya
Renyah tawanya
Tak banyak orang punya

Di terminal Kampung Melayu, terlihat nun jauh disana anak kecil dalam sebuah bis. Ingatlah Henry akan sebuah buku Le Petit Prince (Pangeran Kecil), yang mana bercerita sang Pangeran sedang berada di stasiun, memperhatikan lalu lalang orang masuk gerbong. "Apa yang mereka cari dan kejar?," tanya Pangeran pada petugas. "Masisnisnya tidak tahu. Mereka tertidur dan menguap di dalam kereta. Sedang anak-anak menempelkan hidungdi jendela," jawab petugas. Kata sang Pangeran: "hanya anak-anak yang tahu apa yang mereka cari". 

Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Pangeran Kecil
Pangeran Kecil
"Pangeran Kecil" (The Little Prince)

Ribet selalu orang dewasa
Berganti ganti kendara
Dari sistem ke budaya
Dari politik ke agama

Lalu kembali
Lalu ganti lagi
Lalu apa yang dicari?

Yang hakiki tak dimana
Di hati

>>>>>>>>
Dan momen pun kembali berdenyut...
Menyusuri lorong di Tembok Besar Tiongkok, mengintip keseharian warga rumah susun kota Innsbruck menanti malam.

Ketika menanti pesanan di sebuah resto kecil kota Innsbruck, Sang Momen menunjukkan dirinya ke arah deretan balkon rumah susun.

Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Tiga Balkon
Tiga Balkon
"Tiga Balkon" (The Three Balconies)
Ada saatnya asyik sendiri
Ada saatnya bercengkerama
Ada saatnya tiada

>>>>>>>>
Dan momen pun berdenyut kembali...
Mengikuti kemping bersama Anak Dhuafa & Anak Jalanan, menyusuri kampung sempit di Karet Tengsin, berjumpa dengan keseharian Rusun Tanah Abang, memasuki gang di pasar ayam Jatinegara, hingga duduk-duduk di pelabuhan Sunda Kelapa.

Kala senja di pasar ayam Jatinegara, terlihat kandang yang digembok sekedarnya. Sebuah kondisi yang mengingatkan masalah pembusukan di negeri tercinta.

Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan Korupsi
"Pemberantasan Korupsi" (Corruption Eradication)

Sudah dikandangin?
Sudah!
Tapi dengan lidi

Sudah digembok?
Sudah!
Tapi tak diselot

Sudah semua?
Sudah!
Tinggal yang belum

Duduk di pinggir tembok pelabuhan Sunda Kelapa, Henry menantikan Pak Kuli Panggul lewat untuk membentuk komposisi "X". Dapat berarti: Salah, namun dapat berarti: Sebuah Pilihan. Seperti: Korupsi atau Tidak Korupsi.

Cekrek.. Cekrek... Cekrek....

Komposisi X
Komposisi X
"Komposisi X" (The X-Composition)

Lima tahun menjadi kuli
Hasilnya tak menandingi
Lima tahun di balik terali
Mensucikan hasil korupsi

Apakah Tuhan punya andil
Dalam ketidakadilan ini?
Ya, Ia menciptakan: diri
mu, ku, kita

>>>>>>>>
Cekrek.. Cekrek... Cekrek....
Sebuah foto tunas yang tumbuh di pagi hari, menjadi renungan di akhir Puisi Foto

Hari Baru
Hari Baru
"Hari Baru" (A New Day)

Apapun yang pernah
Tercetak dalam sejarah
Jangan pernah
Surutkan langkah

Hari baru
Kemungkinan pun baru

>>>>>>>>


Nah Henry C Widjaja yang tahun 2016 diberikan amanah sebagai nakhoda Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), sempat melantunkan larik-larik puisi fotonya seusai silaturahmi berbuka puasa dengan kalangan media pada 15 Juni 2017 lalu. Sang Momen dapat hadir dalam keriuhan & kegemerlapan, maupun tersembunyi dalam hal sederhana. Yuk yang penasaran dengan untaian Puisi Foto "Perjalanan Yang DiMampatkan", mari kita merayakannya bersama Sang Momen atas anugerah yang terkandung dan sering terlewatkan begitu saja. Tak sekedar memotret & mencari angle, namun menuliskan puisi kehidupan.

NB: Foto Puisi dijepret dari Buku Celebrating The Moment

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun