Mohon tunggu...
JepretPotret
JepretPotret Mohon Tunggu... Freelancer - ........ ........

........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompetensi Insan Perfilman Nasional di Kancah Global

28 Mei 2017   19:21 Diperbarui: 28 Mei 2017   19:40 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ody Mulya [Foto:JEPRETPOTRET]

Seusai Dialog Film Nasional sesi pertama dilakukan, Maman Wijaya (Kepala Pusbangfilm Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan) sempat mengutarakan bahwa pemerintah memiliki program peningkatan kompetensi insan perfilman nasional. 

Program ini dalam bentuk pelatihan, lokakarya, seminar, beasiswa pendidikan formal perfilman. Program Pelatihan diberikan dalam tiga level. Sementara yang tak sempat mengikuti pelatihan, telah diterbitkan 14 buku modul perfilman yang terdiri dari 9 modul produksi film dan 5 modul apresiasi. 

Beasiswa pendidikan formal S1 dan S2 ditawarkan bagi insan perfilman seperti produser, pemain film dan kru film. Beasiswa S1 Perfilman yang tahun ini bekerjasama dengan Institut Kesenian Jakarta, telah berjalan dengan kuota sebanyak 30 orang. Proses seleksi didasarkan kompetensi apakah dapat menyelesaikan pendidikan sesuai waktu yang ditentukan. 

Saat ini telah ada 72 pendidikan menengah bidang penyiaran (broadcasting) yang terdapat pelajaran film di beberapa daerah. Tahun ini pendidikan menengah perfilman yang dicanangkan Kemendikbud, akan ada dua yaitu jurusan film di SMK dan SMK Perfilman. 

Program apresiasi diselenggarakan dalam bentuk festival dan memfasilitasi festival yang diadakan pemerintah daerah maupun komunitas daerah. Bagi pemenang festival film di luar negeri,  pemerintah akan membantu akomodasi perjalanannya. Ada pula bantuan sub-title ke bahasa Inggris jika belum dialihbahasakan, penawaran beasiswa penuh pendidikan formal S1. Dicontohkan lima kru film "Prenjak" yang menjadi pemenang Festival Film Cannes, telah melanjutkan jenjang pendidikan S1.

Menurut data 2015 ada 184 kru film asing dan sementara di tahun 2016 tercatat 286 kru film asing yang masuk ke Indonesia. Mereka sangat tertarik dengan kearifan lokal, bukan semata-mata menginginkan tempat. Mengapa kita tak tertarik? 

Kualitas dan kuantitas film nasional yang mengandung nilai kearifan lokal semakin meningkat di setiap tahunnya. Tren film nasional yang menang dalam festival film internasional juga turut meningkat. Ini mengindikasikan film nasional tak kalah jauh kualitas kontennya. 

Fasilitasi Pembuatan Film sementara ini hanya disediakan bagi komunitas-komunitas yang ingin produksi film (non-komersial). Seleksi didasarkan pada kemampuan produksi (kesiapan peralatan & kru yang dimiliki) dan sisi konten (nilai kejujuran, kredibilitas, semangat gotong royong).

Film memiliki dua fungsi yaitu sebagai cerminan budaya dan menyebarluaskan (hegemoni) budaya ke orang lain. Bahkan ekstrimnya dapat sebagai alat propaganda.  Kearifan lokal film bukan sekedar menangkal penetrasi budaya asing. Cara mempengaruhi orang itu, film itu harus ditonton. Maka harus diproduksi dalam jumlah banyak dan dengan konten menarik. 

Dialog Film Nasional dilanjutkan  sesi kedua dengan bahasan "Siapkah Film Indonesia Bersaing dengan Asing?", yang menghadirkan narasumber Ody Mulya (Produser Film), Ichwan Persada (Produser Film), Bella Luna (Aktris Film), M.Kholid Fathoni (Kasubdit Perizinan & Pengendalian Pusbangfilm Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan), dengan moderator Syamsudin Noer (Dosen Sejarah Film Institut Kesenian Jakarta).

 

Foto:JEPRETPOTRET
Foto:JEPRETPOTRET
Ody Mulya mengatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) perfilman nasional akan dipertanyakan nasibnya ketika banyak pekerja film asing masuk ke Indonesia. Kemudian Ody bercerita pengalaman diajak untuk berpartner dengan insan perfilman Tiongkok. Awalnya Ody diminta untuk menemani sang partner melakukan observasi ke berbagai daerah. Sang partner lalu pulang kembali ke negerinya. Hingga suatu saat sang partner membuat film,  dengan membawa artis dan kru produksi film dari negerinya sendiri. Ody yang merasa ditinggalkan, melihat diperlukan suatu aturan main yang transparan dan tegas untuk menyaring kompetensi artis dan kru film yang deras masuk dari luar negeri. Pemberlakuan aturan ini juga harus diterapkan pada kualitas SDM lokal sendiri. 

Ody pun telah memberikan jaminan keselamatan kerja bagi kru dan artis film, dengan asuransi dari BPJS Ketenagakerjaan. Akan tak lagi muncul rasa was-was dalam kegiatan produksi film, baik bagi produser maupun pekerja film. 

Ody juga merasa selalu optimis film nasional dapat diterima pasar internasional. Sejak dahulu film nasional dapat diterima baik oleh publik perfilman di negeri jiran Malaysia. Namun diperlukan promosi yang besar dan strategi khusus dalam menayangkan film di Malaysia. 

Ody justru melihat regulasi Daftar Negatif Investasi (DNI) di bidang perfilman, justru akan memacu dirinya untuk menjaga terus kualitas produk film. Dirinya merasa senang akan ada banyaknya bioskop di berbagai daerah, namun perlu kebijakan yang tegas seperti berapa jumlah film asing yang masuk, jangan terlalu membatasi peredaran film nasional yang memang berkualitas. 

Harapan berikutnya dari peranan pemerintah adalah dapat memberikan insentif yang menarik ataupun mendukung melalui bantuan promosi. Misalkan menyediakan plasma / televisi besar di jalanan utama seperti Thamrin dan Sudirman, sehingga promo film dapat ditayangkan bergantian untuk dikenal masyarakat. 

Ody Mulya [Foto:JEPRETPOTRET]
Ody Mulya [Foto:JEPRETPOTRET]
Ichwan Persada melihat globalisasi merupakan keniscayaan yang tak terhindarkan. Namun belum terlambat untuk memberikan proteksi terhadap SDM perfilman nasional. Diperlukan pengembangan institusi / lembaga perfilman lebih banyak, dalam meningkatkan kompetensi insan perfilman nasional. Ichwan yang tak pernah mengenyam pendidikan film, mengakui dibutuhkan kompetensi yang memadai bagi insan perfilman. 

Dibukanya keran Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), terlihat justru film-film Indonesia semakin diminati penonton terutama di Malaysia. Sementara perlu diperangi ketika ada banyaknya aturan yang tidak jelas, akibat adanya mafia-mafia menggurita yang menyebabkan film nasional tak laku di negeri sendiri. Nantinya ketika pihak perfilman asing ingin masuk ke Indonesia, maka diperlukan percepatan sertifikat kompetensi bagi insan perfilman nasional serta aturan transparansi bagi pekerja asing. 

Ichwan melihat justru birokrasi kadang sering menjadi penghambat ketika ingin membuat film di daerah ataupun di kampung halamannya sendiri. Namun ada juga pihak birokrasi yang aktif mendukung, seperti Walikota Bandung Ridwan Kamil yang sangat mendorong eksistensi perfilman di Jawa Barat. 

Ketika ingin membuat film di daerah, Ichwan masih mempercayakan pada kru (SDM) film asal Jakarta dengan pertimbangan belum adanya kecakapan transfer teknologi oleh SDM lokal setempat. Ini untuk menghindari risiko dalam penguasaan perangkat data teknologi kamera terkini. Dalam pembuatan "Silariang the Movie" (2017), Ichwan sangat serius dengan melakukan riset yang ketat di tiga wilayah Sulawesi Selatan. Meskipun dibintangi tiga pemain film asal Jakarta, namun mereka dapat melebur sebagai bagian dari masyarakat Bugis ~ Makassar. 

Sementara adanya 57 juta pelajar di Indonesia, merupakan pintu masuk terbaik untuk lebih mengenalkan kearifan lokal melalui media film. Kearifan lokal itu sudah seharusnya menjadi kekuatan perfilman nasional. Ichwan sebagai produser melihat kearifan lokal dalam film maupun budaya seharusnya tak hanya dapat dinikmati di dalam negeri, namun juga dapat dinikmati publik internasional. Meyakinkan para investor untuk menawarkan tema kearifan lokal, merupakan kendala dalam produksi suatu film. 

Bella Luna melihat telah ada kemajuan dalam industri perfilman nasional. Namun ada yang mengganjal hatinya sebagai pemain (artis) film, yaitu tidak adanya suatu jaminan kesehatan di lokasi syuting.  Ini berkaca saat melakukan syuting di hutan, yang begitu memiliki risiko tinggi akan bahaya yang mengintai. Maka perlu adanya program asuransi bagi artis film. Lalu Bella juga melihat perlunya kualitas sebuah skenario film, untuk dapat dipertajam apa misi yang diinginkan dalam sebuah film. 

M. Kholid Fathoni melihat Festival Film Indonesia didukung oleh pemerintah dengan anggaran sekitar Rp 7 milyar hingga Rp 12 milyar. Namun masih banyak lembaga perfilman daerah yang belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. Anggaran Pusbangfilm untuk pengembangan film sebesar Rp 85 milyar tahun ini yang kemungkinan akan dipangkas kembali, diharapkan dana yang terbatas untuk dapat mendukung kegiatan perfilman yang memiliki nilai dan makna strategis. 

Kebutuhan pembiayaan kegiatan perfilman antara lain pengembangan kapasitas SDM melalui pelatihan, misi bagi promosi ke festival film internasional. 

Dicontohkan film pendek yang banyak dikembangkan sineas muda daerah, didukung penuh oleh pemerintah untuk dapat naik di pentas festival film internasional. Untuk film berdurasi panjang, ada dukungan pemerintah berupa dana riset penulisan skenario terhadap sekitar 15 skenario film. Diharapkan kedepan akan ada dukungan dana promosi dan produksi film. 

Regulasi untuk mengatur penyelenggaraan film, diharapkan dapat mempermudah layanan seperti perizinan, insentif dan pembukaan DNI. DNI sektor perfilman yang masih dalam koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholders) menyangkut beberapa aturan yang belum lengkap,  diharapkan dapat mempercepat aliran investasi ke dalam negeri. Nantinya orang asing dapat membuat film dan termasuk adanya aturan penggunaan tenaga kerja asing perfilman. Penerapan kuota 60% penayangan film nasional, bagi bioskop yang dikelola oleh investor asing. Ada 6 propinsi yang belum memiliki SK-SNI, maka setelah diselesaikan maka akan ada percepatan program sertifikasi. 

UU Perfilman mewajibkan adanya laporan jumlah penonton film. Laporan jumlah penonton dari sebuah film, saat ini masih banyak hal yang ditutupi oleh para pemilik bioskop. Kini sedang dikembangkan aplikasi sistem pelaporan jumlah penonton yang simpel, meski masih ada beberapa keberatan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun