Mohon tunggu...
JepretPotret
JepretPotret Mohon Tunggu... Freelancer - ........ ........

........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ada Apa dengan Kedatangan Dua Dirjen KLHK di Areal Gambut Bekas Terbakar?

14 Februari 2017   21:26 Diperbarui: 14 Februari 2017   21:44 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2015 telah terjadi kebakaran hutan dan lahan gambut di areal konsesi HTI (hutan tanaman industri) milik PT BAP di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Propinsi Sumatra Selatan. Saat itu areal konsesi PT BAP merupakan yang terluas mengalami kebakaran lahan gambut hingga mencapai 80 ribu hektar, dimana 60 persennya merupakan kubah gambut.  Izin pemanfaatan usaha HTI di tahun 2004, PT BAP memperoleh hak konsesi seluas 192.700 hektar. Para pemegang konsesi HTI sendiri dilarang keras melakukan kegiatan pemanfaatan hutan di areal bekas terbakar sesuai peraturan perundangan kehutanan yang berlaku. 

Tim Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) yang dipimpin oleh Prof San Afri Awang (Direktur Jenderal Planologi Kehutanan & Tata Lingkungan KLHK) dan Rasio Ridho Sani (Direktur Jenderal Penegakkan Hukum KLHK) telah terjun langsung menuju dua titik lokasi areal konsesi PT BAP pada 9 Februari 2017 lalu. Ini merupakan tindak lanjut atas penugasan Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan, untuk melakukan monitoring dan pengawasan operasi lapangan restorasi gambut dalam rangka pencegahan kebakaran hutan & lahan di areal konsesi. Dalam periode November 2016 hingga Januari 2016 telah dilakukan monitoring oleh tim KLHK atas 9 wilayah konsesi HTI di Riau dan Sumatra Selatan (termasuk PT BAP), dengan total luas 1,1 juta hektar areal konsesi. 

"Pihak PT BAP telah dilayangkan dua kali surat teguran tertanggal 6 Desember dan 29 Desember 2016, untuk segera melakukan pencabutan tanaman. Namun ternyata pihak korporasi tak mengindahkannya, sehingga perlu dilakukan tinjauan langsung tim KLHK ke wilayah tersebut pada awal Februari 2017," ungkap Awang dalam keterangan pers di Kantor Ditjen PKTL KLHK Jakarta 13 February 2017 kemarin, didampingi oleh Djati Witjaksono Hadi (Kepala Biro Humas KLHK) dan Rasio Ridho "Roy" Sani (Dirjen Gakkum KLHK) . 


Tim KLHK terdiri dari Ditjen PKTL, Ditjen Gakkum, Ditjen PHPL serta satkerda, turun meninjau langsung dalam perjalanan pulang pergi yang membutuhkan waktu kurang lebih 6,5 jam. Dua titik lokasi PT BAP tersebut ada dalam wilayah seluas 7 ribu hektar. Menurut dokumen Rencana Kerja Usaha (RKU) PT BAP, tim KLHK telah menemukan pelanggaran dengan penanaman akasia di areal gambut bekas terbakar tahun 2015. Diperkirakan sesuai RKU ada penyiapan lahan seluas 27 ribu hektar di tahun 2016, dimana PT BAP merupakan pemasok OKI Pulp & Paper. 

Pihak direksi PT BAP yang turut hadir dalam tinjauan tim KLHK, mengakui bahwa kedua lokasi penanaman kembali akasia itu merupakan bagian areal gambut bekas terbakar pada tahun 2015 & merupakan areal gambut dalam. Namun karena pihak PT BAP enggan mencabut sendiri tanaman tersebut, maka pihak Tim KLHK secara simbolik melakukan pencabutan akasia yang turut disaksikan perwakilan APP Group. Ini diharapkan agar para korporasi tak meremehkan & menganggap tak berartinya surat dari pemerintah. 

Tak hanya PT BAP saja yang telah dilayangkan surat teguran, namun juga untuk beberapa pemegang konsesi yang memiliki areal gambut bekas terbakar. Pada prinsipnya pemerintah tak menginginkan kebakaran hutan & lahan, juga menuntut tanggung jawab penuh para pengelola konsesi yang diberikan kepercayaan. Dalam surat menyurat terkandung instruksi agar areal gambut terbakar tak dilakukan kembali penyiapan pembukaan lahan untuk penanaman kembali (sesuai Permen No. 77/Tahun 2006), dilakukan penghentian penyiapan lahan & penanaman di areal kubah gambut & berkanal, pencabutan akasia pada areal gambut yang terbakar dan berkanal,  penyesuaian rotasi penanaman di areal terbakar & kubah gambut.

Rasio Ridho Sani yang akrab dengan panggilan Roy, menjelaskan bahwa pengawasan difokuskan pada kawasan areal gambut terbakar pada tahun 2015. Tahapan awal berupa surat teguran tertulis, yang kemudian disertai sanksi administratif apabila tak mentaati isi surat teguran tersebut. Sanksi administratif merupakan paksaan pemerintah untuk pihak korporasi pemegang konsesi dapat melakukan penghentian kegiatan penanaman serta menjaga & melakukan langkah-langkah pemulihan areal gambut. Jika tak diindahkan maka proses penegakkan hukum (gakkum) akan dapat berlanjut berupa pembekuan usaha maupun pencabutan izin konsesi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun