Menurut Wetlands International di tahun 2006 memperkirakan lahan gambut Indonesia merupakan 39% luas lahan gambut tropis dunia. Luas lahan gambut sebesar 21 juta hektar tersebut terbentang di tiga pulau utama yaitu Papua seluas 7,97 juta hektar (tahun 2006), Kalimantan seluas 5,77 juta hektar (tahun 2004), Sumatra seluas 7,20 juta hektar (tahun 2003). Namun kini telah dilaporkan hanyalah 14,9 juta hektar pada tahun 2011 (BBPPSDLP-Balitbang Kementerian Pertanian RI).
Aktivitas perambahan hutan oleh manusia berupa pembakaran hutan & pembangunan drainase/ kanal air untuk membuka lahan komoditas hutan tanaman industri, telah menyebabkan kerusakan & terdegradasinya ekosistem lahan hutan gambut. Kebakaran lahan hutan gambut di tahun 2015 ditengarai akibat akumulasi kesalahan kebijakan/teknis pengelolaan ekosistem gambut.
Melalui Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2014 serta terbentuknya Badan Restorasi Gambut (BRG) di tahun 2015, diupayakan pengendalian kerusakan & terdegradasinya ekosistem gambut dengan melakukan rehabilitasi / restorasi ekosistem gambut. Salah satu alternatif teknik restorasi gambut yang bertanggung jawab adalah paludikultur, dimana melakukan budidaya di lahan rawa gambut yang tergenang. Kondisi rawa gambut yang jenuh air tetap dijaga tanpa pembuatan drainase, sementara pada kondisi yang sudah terdrainase akan dilakukan penutupan drainase sehingga akan basah kembali. Ini akan menjaga kondisi gambut serta memproduksi biomassa pada lahan gambut yang basah & dibasahkan kembali, juga menyediakan akumulasi karbon. Selain diyakini akan kembali terbentuknya fungsi ekologis dan kondisi biofisik, juga mengembalikan fungsi ekonomi ekosistem gambut.
Uniknya produk paludikultur dapat menyediakan pangan, pakan, serat, bahan bakar serta bahan baku industri kayu. Kegiatan restorasi ini akan dapat memberikan peluang pendapatan bagi sosial perekonomian masyarakat lokal. Penerapan paludikultur selain budidaya tanaman (terutama jenis lokal) yang adaptif terhadap lahan gambut yang tergenang, juga dapat dilakukan budidaya perikanan & peternakan sepanjang tidak mengganggu peran serta fungsi ekosistem gambut.
Istilah Paludikultur merupakan terminologi baru & belum banyak diketahui oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Dari kegiatan kajian "Paludikultur di Lahan Gambut Indonesia" yang dilakukan Wetlands International Indonesia & Norwegian Development Cooperation (NORAD), berkolaborasi dengan Pusat Penelitian & Pengembangan Hutan (P3H) Balitbang Kementerian LHK RI telah berhasil menerbitkan buku berjudul "Prospek Paludikultur Ekosistem Gambut Indonesia". Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi dalam pengelolaan ekosistem gambut & pemulihan ekosistem gambut yang terdegradasi.
Diterbitkan dan dicetak pertama kali bulan Juni 2016 oleh Forda Press Bogor, buku memiliki ketebalan ukuran 148x210 mm, jumlah xvi + 71 halaman, nomor ISBN:978-602-6961-05-1. Buku ini ditulis oleh Hesti Lestari Tata (Peneliti di P3H Balitbang Kementerian LHK RI) dan Adi Susmianto (Widyaiswara Utama di PPLSDMLHK Kementerian LHK RI).
Dr. Hesti Lestari Tata menyelesaikan program Sarjana tahun 1993 di Jurusan Biologi F-MIPA Institut Pertanian Bogor (IPB). Sejak tahun 1998 hingga kini merupakan peneliti di Pusat Penelitian & Pengembangan Hutan Balitbang Kementerian LHK RI. Tahun 2001 berhasil lulus Program Master Sains pada Program Studi Ilmu Kehutanan IPB. Kemudian pada tahun 2008 lulus Pendidikan Doktoral Universitas Utrecht Belanda di Departemen Ekologi Tumbuhan & Biodiversity. Aktif dalam studi & penelitian ekosistem gambut sejak tahun 2009 hingga sekarang. Penelitian Post-Doctoral dibawah program Female Post-Doc World Agroforestry Centre dimulai tahun 2012-2014 dengan fokus agroforestri di hutan & lahan gambut.Â
Ir. H. Adi Susmianto, MSc menyelesaikan program Sarjana tahun 1981 di Jurusan Manajemen Hutan F-Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Kemudian lulus program Master Sains bidang Ekonomi Kehutanan di Michigan State University AS tahun 1994. Sejak tahun 1981 hingga 2015 berkarir di Ditjen Perlindungan Hutan & Konservasi Alam, Balitbang Kehutanan, Ditjen Perhutanan Sosial & Kemitraan Lingkungan. Pemerhati konservasi sumberdaya hutan & bentang lahan (khususnya hutan rawa gambut) ini, sejak tahun Desember 2015 hingga kini aktif sebagai Widyaiswara Utama pada Pusat Pendidikan & Latihan SDM Lingkungan Hidup Kehutanan Kementerian LHK RI.
Buku "Prospek Paludikultur Ekosistem Gambut Indonesia" terdiri dari delapan bab bahasan sebagai berikut
Bab 1 Pendahuluan; berisikan latar belakang serta tujuan yang membahas definisi gambut menurut PP No. 71 tahun 2014 serta kondisi ekosistem gambut di Indonesia.
Bab 2 Metodologi; berbagai pendekatan ilmiah yang dilakukan dalam tahapan penelitian paludikultur di Indonesia.
Bab 3 Sejarah & Perkembangan Paludikultur di Indonesia; akan melihat sejarah awal pengelolaan budidaya skala kecil di rawa gambut oleh masyarakat tradisional yang telah turun temurun hingga perkembangannya saat ini yang sangat diperlukan upaya restorasi dalam pengembalian fungsi ekologis rawa gambut.
Bab 4 Jenis Tanaman pada Sistem Paludikultur; akan membahas beberapa tanaman paludikultur yang sangat adaptif terhadap kondisi ekosistem gambut seperti Sagu (metroxylon spp), Nipah (nypa fruticans wurmb), Jelutung Rawa (dyera polyphylla), Ramin (gonystylus bancanus), Gemor (alseodaphne spp & nothaphoebe spp), Gelam (melaleuca cajuputi powell), Purun Tikus (eleocharis dulcis hensch), Tengkawang (shorea spp), Balangeran (shorea balangeran burck).
Bab 5 Kegiatan Paludikultur di Indonesia; akan memperlihatkan praktek paludikultur secara tradisional di tiga pulau utama lahan ekosistem gambut Indonesia yaitu Sumatra (Sungai Tohor Kabupaten Kepulauan Meranti Riau, Taman Nasional Berbak Jambi, Sungai Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi, Desa Muara Merang Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel, Kedaton Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumsel), Kalimantan (Taman Nasional Sebangau Kalteng, eks Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar Kalteng), Papua (Hutan Sagu Kabupaten Jayapura).
Bab 6 Peluang Pasar & Kebijakan; akan melihat berbagai potensi ekonomis serta kebijakan pengembangan dari berbagai jenis komoditas hasil penerapan paludikultur, dimana semua itu merupakan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) namun bernilai ekonomi lebih rendah dari hasil hutan kayu.
Bab 7 Strategi Pengembangan Paludikultur di Indonesia; akan melihat bagaimana analisis kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman (analisis SWOT) terhadap strategi pengembangan paludikultur yang telah diterapkan di Indonesia.
Bab 8 Rekomendasi & Peta Jalan; akan memberikan rekomendasi dan arahan peta jalan (roadmap) dalam merumuskan implementasi kebijakan sistem  paludikultur secara benar, sehingga kesamaan pemahaman antar pemangku kepentingan (stakeholders) dapat terjalin untuk memudahkan sinergitas & integrasi penyelenggaraan program restorasi gambut.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H