Mohon tunggu...
Jeny Widya Pangestika
Jeny Widya Pangestika Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Teknik Industri Universitas Mercubuana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Tak Selamanya Pejabat Itu “Hitam”

7 Maret 2012   18:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:23 1364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Risih, jengah dan bisa dibilang benci melihat tingkah laku pejabat sekarang. Entah dari yang hanya berpangkat ketua RT/RW sampai pak Presiden yang terhormat. Tingkah laku dan tak adanya jaminan untuk membuat masyarakat sejahtera menjadi salah satu faktor utama dalam pengambilan sikap ini.

Bagaimana tidak, mental benci pejabat secara alami akan muncul melihat kelakuan dan sikap mereka yang seenaknya. Koruptor, pencuci uang, pembohong besar, aktor dan aktris dalam pemerintahan. Semuanya cukup membuat kita gerah. Seperti ulah DPR (Dewan perwakilan rakyat) yang akhir-akhir ini sedang heboh dibicarakan. Bisa-bisanya mereka membahas undang-undang mengenai larangan pemakaian rok mini di lingkungan DPR. Baik itu anggota maupun staff terkait. Seperti pribahasa, gajah dipelupuk mata tak nampak, semut diujung lautan nampak. Itulah gambaran yang pantas. Begitu banyak konflik yang terjadi di Indonesia yang seharusnya bisa diselesaikan dan dirundingkan. Ini malah hanya mengurusi masalah ‘rumah tangga’ DPR. Bukankah untuk membuat undang-undang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Bukankah sebaiknya dana tersebut bisa di alokasikan untuk membantu rakyat yang kelaparan ?.

Hal tersebut malah akan menurunkan integritas DPR sebagai dewan terhormat di Indonesia. Toh, para anggotanya pun merasa tidak perlu dan banyak yang mengejek akan undang-undang yang akan dibuat tersebut. Jadi, siapa sebenarnya yang sangat memperhatikan hal itu. Masih rancu dan terus berpikir dimana letak alasan yang pasti dan jelas, dan darimana pemikiran tersebut. Jangan-jangan yang mengusulkan undang-undang tersebut merasa risih melihat para wanita di DPR memakai rok mini. Alasannya semakin banyak kasus pemerkosaan mencuat. Maaf. Sebegitu kotorkah pikiran anda ?

Memang tak bisa habis-habisnya kita membahas tingkah laku para pejabat yang semakin hari semakin aneh. Ada-ada saja. Namun, dibalik semua itu banyak pejabat yang masih mempunyai hati nurani bagaikan malaikat. Mereka laksana oase di gurun pasir, laksana hujan deras pada musim kemarau, dan laksana langit dengan jutaan bintang yang menempel diatasnya. Mereka begitu sadar, kepentingan umum di atas segala-galanya, kepentingan rakyat merupakan tanggung jawab yang mutlak, dan tahu bahwa pemimpin akan diminta pertanggung jawabannya di akherat kelak. Sebut saja Bapak Marzuki. Semoga kisah ini bisa mengetuk hati kita.

Diruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan Jaksa PU thdp seorang nenek yg dituduh mencuri singkong, nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar, namun manajer PT A**** K**** (maaf disamarkan) tetap pada tuntutannya. Dengan alasan agar menjadi contoh bagi warga lainnya.

Hakim Marzuki menghela nafas. Dia memutus diluar tuntutan Jaksa PU. Maafkan saya, katanya sambil memandang nenek itu. Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda 1juta rupiah dan jika anda tidak mampu membayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan Jaksa PU.

Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara itu Hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukkan uang 1juta rupiah ke topi toganya serta berkata kepada hadirin.

Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir diruang sidang ini sebesar 50rb rupiah, sebab menetap dikota ini dan membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya, saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.

Sampai palu diketuk dan hakim marzuki meninggalkan ruang sidang, nenek itupun pergi dengan mengantongi uang 3,5juta rupiah, termasuk uang 50ribu yang dibayarkan oleh manajer PT A**** K**** yg tersipu malu karena telah menuntutnya.

Sungguh sayang kisahnya luput dari pers. Kisah ini sungguh menarik sekiranya ada teman yang bisa mendapatkan dokumentasi kisah ini bisa di share di media tuk jadi contoh kepada aparat penegak hukum lain untuk bekerja menggunakan hati nurani dan mencontoh hakim Marzuki yg berhati mulia (sumber: facebook shared).

Kebanyakan kita hanya melihat sisi gelap dari setiap hidup kita. Kita terlalu banyak melihat yang hitam daripada yang putih. Pemberitaan di media membuat kita tidak banyak bisa meneladani berbagai karakter yang sudah terlanjur buruk merajai dunia kita. Sadarkah masih banyak di luar sana manusia-manusia bak malaikat yang terus berjuang untuk selalu berada dijalan yang benar. Yang mengasihi sesama, yang perduli sesama, yang merasakan senasib sepenanggungan. Merekalah tauladan kita.

Beberapa anggota DPR juga tak selamanya menjadi momok negatif. Seperti beberapa pejabat DPR yang bisa kita tiru. Mereka memakai sarana angkutan umum ataupun kereta umum untuk sarana transportasi mereka menuju gedung megah DPR. Tersebutlah Bapak Tb Soemandjaja Rukamandis, Anggota DPR dari FPKS ini mengaku sehari-hari menggunakan angkutan umum untuk menuju Gedung DPR. Dari rumahnya yang terletak di Bogor, Kang Soenman, demikian dia biasa disapa, berjalan kaki menuju tempat angkot ngetem. Perjalanan dia lanjutkan menggunakan KRL hingga Stasiun Karet. Nah, dari stasiun ini, Kang Soenman memilih naik Kopaja 608 jurusan Blok M – Tanah Abang hingga ke Gedung Dewan. Padahal kalau mau, Soenman bisa menggunakan Toyota Rush dan Suzuki APV yang terparkir di rumahnya. Namun dia lebih suka berangkat kerja dengan angkutan umum alasanya karena Soenman bisa bertemu banyak orang untuk menyerap aspirasi.

Kemudian hal serupa juga di lakukan Bapak Dahlan Iskan. Dahlan Iskan selama menjadi Menteri BUMN sudah dua kali terpergok menaiki KRL. Pada 5 Desember lalu, Dahlan menaiki KRL tanpa pengawalan. Kegiatan itu dilakukan Dahlan untuk melihat pelayanan dan operasional BUMN transportasi tersebut. Kegiatan serupa dilakukannya hari Jumat (23/12/2011) saat akan menghadiri sidang kabinet yang digelar di Istana Bogor. Mantan Dirut PLN ini naik dari Manggarai menuju Bogor. Setibanya di Stasiun Bogor, perjalanan ke Istana Bogor dilanjutkan dengan menggunakan ojek. Pejabat lain juga melakukan hal yang sama seperti Bapak Bambang Widjojanto, Bapak Aus Hidayat Nur, dan Bapak Akbar Faizal yang lebih memilih angkutan umum/KRL sebagai sarana transportasi lainnya. Selain mengurangi polusi dan menghindari macet hal tersebut merupakan cara ampuh mereka untuk melihat langsung kinerja BUMN ataupun merasakan langsung apa yang dirasakan rakyatnya.

Sebenarnya begitu banyak kisah yang dapat dibagi dan menjadi contoh baik untuk kita. Namun saya sadar begitu banyak pula orang baik dan berhati nurani yang mempunyai berbagai kisah inspiratif lainnya dan malah mempunyai kisah yang dapat dibagi. Yang Insyaallah menuntun kita menjadi manusia yang benar-benar berakal dan mempunyai hati. Sehingga tak perlu banyak-banyak memberi banyak contoh. Toh, kita sendiripun dapat dimulai dari sekarang untuk sama-sama mengikuti jejak-jejak malaikat bertopeng manusia di kehidupan kita ini. Untuk memberi tauladan bagi kita semua :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun