Perpustakaan  sebagai tempat mencari informasi dan juga tempat solusi pemecahan masalah  untuk menyelesaikan dan menggali dari beberapa referensi displin ilmu, yaitu di perpustakaan.
Kehadiran Pustakawan sebagai tenaga profesional yang memahami dan mengelola perpustkaan salah asatu langkah mengembangkan layanan, untuk menuntut para siswa dan mendorong bagaima meningkatkatan budaya membaca menjadi kebutuhan yang harus mengupayakan, bagaimana perpustakaan itu sebagai pusat untuk mencerdaskan siswa sebagai tempat wahana belajar, saat ini dari  hasil surve perpustakaan bukan lagi tempat impian melainkan sebagai alat pajangan yang penting ada perpustakaan, mengapa?
Minat baca siswa didik di Indonesia dan dibandingkan dengan Asia dinyatakan  rendah, perpustakaan tidak dikelola secara managemen yang baik yang berakibat kemampuan analisis dan kemampuan menulis ini.Â
Mungkin karena mereka selalu dimanjakan dengan soal-soal pilihan ganda, sehingga kemampuan berpikir mereka sebatas memilih, dan menebak. Pantas saja jenis soal seperti pilihan ganda ini tidak lagi digunakan di negara-negara maju. Lantas mengapa pemerintah masih bertahan dengan jenis soal seperti ini dalam ujian nasional? Tanya Kenapa?
Budaya minat baca menurun.
Selain itu, faktor malas membaca juga menjadi penyebab dari sulitnya mereka menjawab soal bertipe uraian. Orang tua di rumah selalu mengeluhkan putra-putrinya malas sekali membaca, di tambah lagi orang tua yang tidak gemar membaca sudah barang tentu berimbas kepada anak-anak. Yang menjadi pertanyaan mengapa sekolah tidak mampu menumbuhkan minat baca mereka? Bukankah kegiatan membaca sudah menjadi rutinitas anak-anak kita di sekolah?
Di tulisan sebelumnya saya membahas tentang pentingnya mengajarkan keterampilan menulis sejak dini kepada anak-anak kita. Namun yang tidak kalah penting sebelum mengajarkan keterampilan menulis adalah keterampilan membaca.Â
Tanpa membaca tidak mungkin seseorang akan memiliki keterampilan menulis, keduanya ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Lahap membaca akan menyebabkan seseorang gemuk menulis, artinya tulisannya akan sangat berbobot dan berisi, karena banyak pengetahuan yang ia peroleh dari membaca.
Salah satu faktor utama seseorang tidak mampu menulis disebabkan karena malas membaca. Padahal membaca adalah sebuah aktivitas pengembangan diri, dengan membaca apapun jenis bukunya minimal ada satu pelajaran, satu pengetahuan, dan satu solusi atau manfaat di dalamnya (Andrie Wongso). Parahnya lagi penyakit malas membaca ini tidak hanya terjadi pada anak-anak kita, tetapi juga para guru di sekolah. Tentunya dengan alasan tak punya waktu dan terjebak ke dalam rutinitas kerja.
Sungguh ironis, kegiatan membaca yang seharusnya bagi seorang pelajar menjadi kegiatan yang sangat asyik dan menyenangkan, namun berubah menjadi hal yang menyakitkan, dihindari, tidak disukai, dan membosankan. Apalagi bagi seorang guru, membaca seharusnya menjadi makanan pokok, yang akan menambah wawasan, meningkatkan intelektualitasnya, dan mempertajam intuisi. Namun tidak sedikit guru yang malas membaca.
Mungkin inilah yang menjadi faktor mengapa minat membaca masyarakat kita sangat kecil dan memprihatinkan. Terbukti dari hasil riset yang di keluarkan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) Pada tahun 2006 yang mellibatkan siswa Sekolah Dasar. Dalam riset ini Indonesia berada pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian. Posisi kita hanya lebih baik dari Qatar, Kuwait, Maroko, dan Afrika Selatan. Kemudian hasil survei Unesco menunjukkan minat baca masyarakat Indonesia paling rendah di Asean.