Belakangan ini, bag charm atau aksesori kecil yang biasanya digunakan untuk menghiasi tas kembali menjadi trend yang sangat populer di Indonesia. Â Biasanya, bag charm/aksesori kecil tersebut akan digantung di bagian resleting atau pengait tas untuk menghiasi tas agar terkesan "lucu". Trend ini memiliki vibes yang sangat nostalgia, yaitu kembali pada masa lampau, sebab setelah tahun 90-an, trend bag charm/aksesori kecil kembali mencuat dan digemari oleh seluruh kalangan di Indonesia, baik para remaja hingga orang tua pada saat ini. Namun, sebenarnya apa yang membuat trend ini kembali digandrungi? Terlebih, mengingat harganya yang sangat fantastis dan mencapai angka jutaan apabila membelinya dalam jumlah banyak. Hal itu kemudian akan dibahas oleh penulis pada artikel kali ini.
Berbagai macam jenis bag charm yang diimpor dari berbagai negara lain telah tersedia di pasar Indonesia. Ada yang berjenis boneka, figure, plush bag toy, dan lain sebagainya. Sebenarnya, terdapat pula bag charm/gantungan kecil yang berasal dari brand lokal. Namun, fokus dari pembahasan pada artikel kali ini berfokus pada Labubu, yang merupakan salah satu merk boneka yang digantung pada tas terkenal produksi Popmart. Labubu telah viral sejak April 2024, terutama saat Lisa, salah satu anggota girlband asal Korea yang terkenal, Blackpink, mengepostnya di akun sosial medianya. Akhirnya, Labubu pun menjadi barang incaran semua kalangan masyarakat Indonesia pada saat itu. Bahkan, masyarakat pun berbondong-bondong dan rela mengantre berjam-jam hanya untuk mendapatkan sebuah Labubu, boneka kecil yang dijadikan gantungan tas. Tak elak, mereka bahkan rela mengeluarkan uang hingga jutaan untuk membelinya dalam jumlah banyak, sebab stocknya yang sangat terbatas sejak viralnya Labubu ini.
Keterbatasan stock Labubu yang sangat timpang dengan jumlah peminatnya yang begitu besar pun menimbulkan beberapa kasus. Salah satu diantaranya adalah scalping, yaitu penjual akan melakukan pembelian dalam jumlah besar dengan tujuan menimbunnya dan kemudian dijual kembali dengan harga yang tinggi di pasaran. Bertepatan dengan viralnya Labubu pada saat itu, tentunya hal ini pun tak akan memengaruhi minat masyarakatnya yang justru semakin tinggi. Mereka bahkan rela merogoh kocek berapapun  demi mendapatkan sebuah Labubu ini. Sebenarnya, apa yang membuat orang-orang ini rela untuk mengeluarkan uang sebanyak itu? Berikut akan penulis paparkan alasannya:
1. Keterbatasan stock Labubu yang sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah peminatnya
Dari hari ke hari, jumlah peminat Labubu tidak menurun, malah justru semakin bertambah sebab orang-orang semakin banyak yang menggunakan Labubu sebagai hiasan tasnya. Melalui hal itu dan perbincangan terkait Labubu yang menjadi trend semakin membuat pamor barang satu ini semakin naik. Sementara itu, produksi Labubu yang tidak sebanding dengan jumlah peminatnya membuat orang-orang rela membelinya dengan harga yang sangat tinggi.
2. Adanya penimbunan barang oleh oknum nakal
Tak elak, popularitas Labubu yang menjulang bak gedung pencakar langit di angkasa pun berhasil dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Salah satu fenomenanya adalah penimbunan dengan strategi, tak lain adalah strategi perdagangan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari pergerakan dalam waktu singkat. Oknum tak bertanggung jawab tersebut akan memanfaatkan situasi dan kondisi dengan membeli Labubu sebanyak-banyaknya dengan harga normal, kemudian dijual ke pasaran dengan harga satuan yang sangat tinggi. Orang-orang cenderung ingin mengikuti hype dengan membeli satu buah Labubu saja, setidaknya untuk "melabeli" bahwa ia telah mengikuti trend terkini.
3. Masyarakat cenderung FOMO
Tampaknya, penyakit FOMO (Fear of Missing Out), yang berarti perasaan takut ketinggalan tren, update, atau kesempatan untuk terhubung dengan orang lain, selalu menggerogoti masyarakat Indonesia hingga saat ini. FOMO terkait dengan perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita, tren, dan hal lainnya. Salah satunya adalah tren bag charm ini. Terbukti, saat bag charm Labubu viral sekalipun, masyarakat tak ingin tertinggal dan berbondong-bondong untuk memiliki setidaknya satu buah Labubu.
Tentu saja apabila FOMO ini berlebihan dan dilakukan dalam skala besar (masyarakat luas), akan berujung pada impulsivitas terkait pembelian hal-hal yang dianggap kurang berguna. Hal ini juga dapat merusak skala prioritas finansial, dari primer, sekunder, dan tersier, terutama bagi masyarakat kelas menengah kebawah.
Oleh sebab itulah, fenomena yang dianggap sebagai suatu ancaman ini harus disikapi dengan bijak. Jangan sampai masyarakat Indonesia termakan oleh dampak negatif dari trend-trend yang tak ada abisnya. Impulsivitas itu nyata adanya, kita sebagai masyakarat Indonesia harus pandai mengendalikan diri. Boleh saja sesekali mengikuti trend, asal jangan sampai mengganggu skala prioritas finansial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H