SURABAYA -- Melansir Worldmeter data baru PBB 1 , saat ini populasi Indonesia sebanyak
279.586.034 jiwa (29/5/2024). Jumlah penduduk Indonesia setara dengan 3,45% total
penduduk dunia. Tetapi sangat disayangkan dari sekian banyak penduduk yang ada di
Indonesia, minat literasi penduduk Indonesia sangatlah rendah.
Tidak hanya itu, berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student
Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) pada 2019. Indonesia menempati rangking 62 dari 70 negara terbawah yang
memiliki tingkat literasi yang rendah, atau berada pada 10 negara terbawah dengan tingkat
literasi rendah.
Ironisnya United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) juga
menyebutkan minat baca orang Indonesia masih rendah. UNESCO menyebut Indeks minat
baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0.001% atau dari 1,000 orang Indonesia hanya 1
orang saja yang rajin membaca buku.
Mengapa minat literasi penduduk Indonesia sangatlah minim dibandingkan negara Asia
Timur seperti Korea, Jepang, China, yang memiliki rata-rata memiliki 20-30 buku baru per- tahun, sementara Indonesia ssendiri hanya berkisar 0-1 buku baru per-tahunnya.
Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, ikut angkat suara untuk menanggapi data tersebut.
"Angka ini menjadi penting di dunia, karena parameter pendidikan di dunia salah satunya
literasi membaca. Di Indonesia ini angka literasi membaca memang tidak terlalu tinggi, tapi
angka menonton kita justru sangat tinggi. Jadi orang Indonesia lebih suka menonton
ketimbang membaca,".
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf, terdapat tiga faktor yang membuat
tingkat membaca di Indonesia rendah. Di antaranya, 1)harga buku yang mahal, 2)akses
informasi yang sulit, 3)buku yang tidak berinovasi.
Fakta tersebut benar adanya dengan apa yang terjadi dikehidupan masyarakat Indonesia saat
ini. Walaupun pemerintah menyediakan dan memberikan penyuluhan edukasi mengenai
penerapan budaya membaca, tetapi hubungan antar keluarga, masyarakat dan lingkungan
sekitar yang tidak mendukung untuk meningkatkan literas, dapat mempengaruhi masyarakat memiliki tingkat literasi yang  rendah.Â
"Orang kita itu lebih suka mendengarkan dari pada membaca, makanya ada polisi tidur,
karena dikasih rambu-rambu kurangi kecepatan itu gak dibaca", ujar Dr. Listiyono Santoso,
S.S., M.Hum selaku Dosen Filsafat Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga.
Jika dipikir kembali, begitu banyak polisi tidur yang berada di Indonesia. Hal ini tidak
terlepas dari kurangnya literasi masyarakat Indonesia. Tidak dipungkiri mendengarkan dan
menonton mudah untuk diakses, serta gambar yang memanjakan mata melalui efek-efek
visual modern, sama halnya dengan kekuatan mendengar membuat seseorang lebih fokus ke
suatu tujuan atau objek yang dibahas.
Selain itu rasa malas utuk membaca selalu menyergap kepada setiap orang, karena membaca
sendiri membutuhkan fokus yang lebih banyak, mata yang mudah merasa lelah ketika melihat
tulisan-tulisan, dan tidak terbiasa untuk membaca.
Jika hal ini dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan rendahnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di suatu negara.
Minat baca merupakan salah satu indikator utama dalam penilaian IPM, terutama dalam
bidang kualitas pendidikan.
Dikutip dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Republik Indonesia (Kemenko PMK), bahwasannya sumber daya manusia (SDM) yang
mumpuni sangat dibutuhkan jelang Indonesia Emas tahun 2045. Tiga aspek yang
dipersiapkan untuk SDM mumpuni yaitu literasi dasar, karakter, dan kompetensi.