Mohon tunggu...
Jennifer Theodora
Jennifer Theodora Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Fenomena Overconsumption di Indonesia: Influencer Effect?

4 November 2024   23:59 Diperbarui: 5 November 2024   00:09 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak suka berbelanja? Saya yakin masyarakat Indonesia sangat senang berbelanja, baik secara offline maupun online melalui e-commerce tersayang. Bagi beberapa orang, belanja adalah suatu hiburan atau kepuasan. Tidak sedikit yang menganggap kegiatan ini sebagai reward atas kerja keras maupun keberhasilan yang telah mereka capai. Pada umumnya, belanja dilakukan atas dasar kebutuhan yaitu suatu prioritas guna menunjang kehidupan, namun, semakin sering berbelanja membuat konsumen merasa kebutuhannya 'bertambah' yang berasal dari keinginan yaitu suatu hal yang tidak prioritas dan tidak darurat. Kebiasaan ini akan berujung pada overconsumption, di mana masyarakat (konsumen) membeli (mengonsumsi) suatu hal dalam jumlah yang berlebihan.

Hal tersebut kerap saya lihat dalam sosial media. Seseorang membeli suatu produk yang sudah dimiliki dengan kegunaan serta jenis yang sama hanya karena marketing yang menarik dari merek terbaru atau adanya trend dalam sosial media. Seringkali overconsumption ini terjadi setiap peluncuran produk baru saat para influencer melakukan marketing di sosial media untuk menarik audience. Dari hal tersebut, konsumen akan tertarik untuk membeli dan terjadi terus menerus. Kebiasaan ini dapat mengarah pada hedonisme, tidak hanya membuang-buang uang namun juga membuang-buang produk yang dibeli karena tidak semua dapat digunakan hingga masa pakai atau kadaluarsanya habis.

Perilaku toxic ini mulai dinormalisasi oleh masyarakat Indonesia karena banyak yang menerapkan hal tersebut, faktor terbesarnya adalah para influencer. Masyarakat pun terpengaruh dan akhirnya meniru gaya hidup seperti itu. Overconsumption tidak hanya berpengaruh buruk untuk keuangan namun juga bumi karena yang kita beli tidak dapat diolah kembali sehingga hanya akan merusak lingkungan. Overconsumption jelas tidak normal karena kita tidak butuh sesuatu yang berlebihan hanya karena ingin memenuhi keinginan. Pada akhirnya kita tetap dapat hidup dengan baik dan berkecukupan tanpa memiliki semua keinginan itu. Pentingnya membedakan suatu kebutuhan dan keinginan serta bijak dalam melakukan tindakan.

Setiap orang memiliki pilihan dan hak dalam hidupnya. Masyarakat bebas memilih suatu keputusan, bertindak, dan menggunakan uang selagi hal positif dan tidak merugikan sekitar. Overconsumption sudah memiliki dampak yang buruk pada pribadi masing-masing bahkan terhadap bumi. Oleh sebab itu, untuk bumi dan lingkungan yang lebih baik, tetap bersih, dan terjaga, mari bersama-sama hindari overconsumption.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun