Mohon tunggu...
Jennifer Priska Christian
Jennifer Priska Christian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo Kompasiana! Saya adalah seorang mahasiswa psikologi yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Fenomena Demotivasi di Kalangan Siswa SD X

17 Januari 2025   14:30 Diperbarui: 17 Januari 2025   14:30 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Malas belajar ah! Lebih asik ngobrol sama teman!"

"Untuk apa belajar rajin-rajin? Toh nanti bakal naik kelas juga, bakal masuk SMP juga. Aku mana mungkin tinggal kelas."

"Belajar itu ngebosenin, mending aku tidur atau nge-game!"

Di SD X, terdapat fenomena yang mengkhawatirkan di kalangan siswa kelas 6. Mereka sering menunjukkan tanda-tanda demotivasi, yaitu ketidakinginan untuk belajar dengan serius dan kurangnya antusiasme terhadap pelajaran. Para siswa lebih sering terlihat mengobrol di luar konteks pelajaran dan cenderung menunda-nunda pekerjaan yang diberikan oleh guru. Sikap acuh tak acuh ini menyebabkan suasana kelas menjadi terganggu dan menandakan rendahnya minat mereka terhadap pelajaran. Ketergantungan pada teman untuk menyelesaikan tugas juga menghambat kreativitas dan inovasi mereka.

Oxford (1998) menyatakan bahwa demotivasi adalah keadaan di mana siswa kehilangan motivasi belajar karena faktor negatif, terutama yang berkaitan dengan hubungan mereka dengan guru. Kikuchi & Sakai (2009) mengungkapkan bahwa demotivasi terjadi ketika pengalaman atau faktor tertentu dalam proses pembelajaran menyebabkan hilangnya motivasi yang sebelumnya ada. Drnyei (2001) menjelaskan bahwa penurunan motivasi dipicu oleh faktor eksternal seperti lingkungan kelas dan kompetensi guru, yang kemudian mempengaruhi motivasi internal. Vallerand et al (1992) menambahkan bahwa ketika seseorang merasa bahwa usaha mereka tidak menghasilkan sesuatu yang berarti atau tidak dihargai, ini dapat menyebabkan demotivasi. Secara keseluruhan, demotivasi di SD X terjadi ketika faktor eksternal seperti sikap guru, metode pengajaran, dan kondisi kelas mengurangi semangat atau minat siswa untuk belajar. Metode yang membosankan dan tekanan ujian, serta masalah hubungan dengan guru seperti kritik berlebihan dan ketidaksesuaian gaya mengajar, juga berkontribusi terhadap demotivasi.

Terdapat dua faktor yang menyebabkan demotivasi ini. Pertama, faktor internal. Contohnya, siswa sering kali melihat tugas hanya sebagai kewajiban tanpa memahami manfaat atau relevansi dari tugas tersebut. Akibatnya, mereka kehilangan antusiasme dan tujuan dalam belajar sehingga memilih untuk menunda tugas. Kedua, faktor eksternal seperti kelelahan fisik sebelum belajar akibat bermain atau melakukan aktivitas lain di luar kelas, bisa menurunkan fokus mereka. Kurangnya dukungan sosial dari guru atau teman juga membuat siswa kehilangan keyakinan untuk berusaha lebih keras. Persepsi bahwa sistem zonasi akan otomatis membawa mereka ke sekolah lanjutan tanpa usaha ekstra juga mengurangi motivasi belajar mereka. Menurut penelitian Soviana (2018), meskipun kedua faktor ini berperan, faktor eksternal memiliki pengaruh lebih besar. Hal ini mendasari mengapa sering kita temui siswa cerdas yang kurang berprestasi karena minim motivasi. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa gender memiliki pengaruh dalam motivasi belajar. Hoang (2008) menyatakan bahwa perbedaan karakteristik bawaan antara laki-laki dan perempuan mempengaruhi motivasi belajar. Anak perempuan biasanya lebih terpapar pada bahasa dan lebih sadar waktu, sedangkan anak laki-laki lebih suka aktivitas di luar ruangan dan mengandalkan keterampilan visual. Observasi di SD X menguatkan temuan bahwa siswa laki-laki lebih sering menunjukkan tanda-tanda demotivasi, sementara siswa perempuan umumnya tetap termotivasi. 

Untuk memahami motivasi belajar anak kelas 6 di Indonesia, kita bisa merujuk pada teori Urie Bronfenbrenner pada sistem lingkungan mikrosistem dan mesosistem. Mikrosistem meliputi keluarga, sekolah, dan teman, sangat mempengaruhi motivasi belajar anak. Dukungan dari keluarga, guru yang inspiratif, dan lingkungan belajar yang kondusif sangat penting. Mesosistem, yaitu hubungan antara dua atau lebih mikrosistem, seperti kerjasama antara orang tua dan guru, juga berperan penting. Dalam kehidupan sehari-hari, siswa sering menghadapi tantangan motivasi belajar. Belajar sendirian tanpa interaksi dengan teman dapat membuat siswa merasa bosan. Kurangnya dukungan dari guru juga membuat mereka kebingungan. Pembelajaran yang hanya berfokus pada teori tanpa penerapan praktis membuat pelajaran terasa tidak relevan.

Demotivasi dapat diatasi dengan memperhatikan akar permasalahan dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat diatasi dengan menumbuhkan antusiasme pada siswa dan menanamkan pengertian serta tujuan mengenai pentingnya belajar. Faktor eksternal dapat diatasi dengan meminimalisir aktivitas fisik yang berlebih dan menghindari penyebab kelelahan. Peran orang tua dan guru menjadi sama pentingnya untuk mengatasi permasalahan ini. Menurut Sari (2017), peran orang tua tidak berhenti semata sebagai edukator pertama dan fasilitator kebutuhan anak. Namun juga sebagai pendorong, pemberi motivasi, dan pembimbing. Sebagai edukator pertama, orang tua seharusnya memanfaatkan kesempatan sebagai fondasi utama untuk membentuk kepercayaan diri, aktualisasi diri, dan motivasi diri seorang anak. Hal ini dapat dilakukan melalui obrolan sehari-hari untuk menjaga dan meningkatkan komunikasi terbuka, berdiskusi secara sederhana mengenai belajar dan menambah ilmu pengetahuan, memberikan apresiasi kepada anak yang mau melangkah maju, serta selalu memantau perkembangan dan kehidupan sekolah anak.

Selain orang tua, guru juga berperan dalam meningkatkan motivasi anak. Bukan hanya sebagai pendidik yang menyampaikan materi di depan siswa, seorang guru juga berperan sebagai demonstrator, motivator, dan konsuler (Jainiyah dkk, 2023). Seorang guru memiliki tanggung jawab penting untuk menyediakan materi pembelajaran yang menarik dan interaktif bagi siswanya. Selain itu, guru harus memastikan bahwa setiap siswa berada pada tahap pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Guru juga perlu menjalin hubungan yang baik dengan semua siswa di kelas, sehingga menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan mendukung. Terakhir, guru harus memberikan apresiasi kepada siswa yang menunjukkan kemajuan dalam belajar, sebagai bentuk motivasi dan penghargaan atas usaha mereka. Guru juga dapat membuat refleksi yang diberikan kepada siswanya berupa pertanyaan yang menggiring pemikiran mengenai pentingnya belajar. Hubungan antara orang tua di rumah dan guru di sekolah perlu terjaga dengan baik. Hal ini dapat diciptakan melalui acara yang memberikan orang tua dan guru kesempatan mengobrol dan membahas perkembangan siswa seperti saat penerimaan rapor. Jika orang tua dan guru sudah saling terbuka, maka akan memudahkan seluruh peran menjalani tugasnya masing-masing untuk mengatasi demotivasi ini.

Menurut Slameto (1995), rendahnya motivasi belajar bisa menghambat pencapaian akademik meskipun siswa tersebut cerdas. Sebaliknya, siswa dengan motivasi tinggi biasanya mencapai hasil lebih baik. Motivasi belajar menjadi kunci penting dalam proses pembelajaran. Demotivasi belajar harus diatasi karena bisa berdampak negatif pada perkembangan akademik dan pribadi siswa. Dengan motivasi yang tinggi, tentunya membantu siswa menjadi lebih fokus dan gigih dalam belajar. Pendidik dan orang tua perlu menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan memotivasi siswa. Memberikan pujian dan dukungan, menyesuaikan metode pengajaran, serta memberikan tantangan yang sesuai bisa membantu meningkatkan motivasi siswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun