Bahkan Rivanlee Anandar, peneliti di Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengatakan bahwa pemerintah tidak menganggap serius virus tersebut dengan lebih mengeksplor sektor pariwisata dibanding kesehatan (Merdeka, 2020).Â
Hal ini juga dibuktikan dengan masih rendahnya komunikasi publik dan informasi yang dibagikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak bersiap-siap dengan realitas yang ada.
Intensitas pemberitaan media mulai meningkat sejak terkonfirmasi kasus positif corona terhadap dua orang Indonesia, perempuan berumur 31 tahun dan ibu berumur 64 tahun (Anjani, 2020).Â
Sejak saat itu sampai hari ini, media sibuk memberitakan kasus perkembangan pandemi COVID-19. Media berusaha mengolah pola pikir masyarakat agar menganggap bahwa pandemi dan virus ini merupakan hal yang sangat penting untuk dipikirkan. Bahkan program berita juga menyiarkan kasus positif virus corona yang terus bertambah dari hari ke hari.
Melalui Teori Agenda Setting, dapat dianalisis bahwa media memilih kasus COVID-19 sebagai isu yang diberitakan dengan porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan isu lainnya.Â
Media juga sangat berperan dalam mengolah pikiran masyarakat sebagai upaya untuk memutus penyebaran mata rantai virus corona. Hal yang ditekankan untuk dilakukan setiap individu di antaranya, sering cuci tangan, hindari keluar rumah jika tidak terlalu mendesak, jangan melakukan kontak fisik serta menjauhi kerumunan (Bramasta, 2020).Â
Ketika berbagai langkah penanganan tersebut diberitakan secara berkesinambungan, masyarakat akan mulai berpikir bahwa hal tersebut memang hal yang penting dan akan mulai menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga : Corona: Musibah atau Konspirasi
DAFTAR PUSTAKA
Aida, N. R. (2020, Januari 28). Rekap perkembangan virus corona wuhan dari waktu ke waktu. Kompas.
Anjani, S. (2020, Mei 2). Peran media dalam menghadapi masyarakat terkait isu covid-19. Kumparan.