Mohon tunggu...
Jennifer VA
Jennifer VA Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serpihan Kenangan | oleh Febi Wiryawan

5 November 2018   23:36 Diperbarui: 5 November 2018   23:37 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang aku sudah beranjak dewasa, aku ingin mengucapkan terima kasih pada ayah dan ibundaku yang tersayang. Pada hari ini aku ingin mengucapkan rasa terima kasihku pada kedua orang tuaku melalui cerita ini.

     Namaku Raden Atot, pada kali ini aku diberikan kesempatan untuk memimpin suatu organisasi perjuangan kaum nasionalis yaitu BIVB. Aku sangat bersyukur karena ibu telah memperjuangkan pendidikan bagi pada wanita di Indonesia. Semua itu bermula dari kepergian ayahnya di Ternate.

     Pada waktu itu wanita tidak diperbolehkan bersekolah tetapi orang tuanya bersikeras untuk menyekolahkannya. Bunda yang biasa dikenal sebagai Dewi Sartika tinggal bersama pamannya Patih Cicalengka. Di sana beliau dapat mempelajari banyak hal tentang ilmu kesundaan dan kebudayaan barat. Sejak kecil beliau sudah ahli baca-tulis dan beliau bahkan mampu menguasai beberapa kosa kata bahasa Belanda. Warga sekitar terkejut akan hal tersebut dan terlebih lagi beliau mulai mengajari anak-anak dari pembantu kepatihan.

     Saat beliau beranjak remaja, beliau pulang ke tanah kelahirannya. Saat dirinya mulai beranjak dewasa beliau mulai bermimpi untuk mendirikan sekolah khusus untuk perempuan karena menurut beliau wanita tidak hanya dapat bekerja di dapur saja tetapi wanita juga harus berpendidikan. Pada masa itu ada adat yang menjadikan tantangan terbesar beliau untuk mendirikan sekolah khusus untuk wanita. Tetapi beliau tidak menyerah begitu saja dengan tekad dan semangatnya, pada akhirnya ia berhasil mendapatkan izin untuk mendirikan sebuah ruangan kecil sebagai tempat pendidikan bagi para perempuan pada tahun 1902.

      Ruangan kecil tersebut mendidik para wanita agar dapat memasak, menjahit, menulis, merenda dan membaca. Dari sebuah ruangan kecil hingga beliau dapat mewujudkan impiannya pada tahun 1904 tepatnya pada 16 Januari, setelah beliau berkonsultasi kepada bupati R.A. Martenagarabeliau mulai mendirikan sekolah untuk perempuan dan seolah tersebut adalah sekolah pertama yang berdiri untuk mendidik para wanita di Hindia-Belanda

     Dulu sekolah tersebut hanya memiliki tiga pengajar yaitu Ny. Poerwa, Nyi.Oewid dan juga Dewi Sartika. Beliau juga ikut berpartisipasi dalam hal mengajar untuk mewujudkan impiannya. Hari demi hari pun berlalu, kelas dan angkatan yang ada pun bertambah banyaknya. Beliau sangat bersyukur karena pada tahun 1950 sekolah yang didirikannya pindah menuju jalan Ciguriang, Kebon Cau. Tempat baru tersebut dibelinya dengan uang dari penghasilan yang beliau dapatkan selama ini dan sebagian dari bantuan dana dari Bupati Bandung.

     Hingga pada akhirnya Beliau menemukan cinta sejatinya dan menikahi seorang pria yaitu ayahku pada tahun 1960. Konon katanya mereka memiliki mimpi dan visi yang sama dan ayah adalah seorang guru dari Sekolah Karang Pamulang, sekolah tersebut melatih para guru untuk menjadi pengajar yang baik.

     Singkat cerita Bunda telah menghembuskan nafas terakhirnya di Tasikmalaya. Tetapi kami semua tetap bangga padanya karena berkat kerja keras bunda, ada 9 sekolah perempuan yang berdiri pada tahun 1912 dan seiring berjalannya waktu, sekolah untuk perempuan semakin bertambah.

     Dari kisah tersebut aku mulai tersadar bahwa sebuah mimpi akan tercapai jika kita memiliki tekad dan semangat yang kuat. Seperti halnya dengan permainan sepak bola, untuk apa kita mengejar bola jika pada akhirnya kita tidak memenangkan pertandingannya. Jika tidak ada tantangannya, apalah arti sebuah perjuangan? Kita dipilih Tuhan untuk mengejar dan meraih mimpi. Jangan berhenti hanya karena terpuruk dengan keadaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun