Menghadapi kehilangan di usia senja adalah pengalaman yang bisa sangat menyedihkan dan sulit. Saat seseorang memasuki masa lanjut usia, kehilangan teman, pasangan, atau bahkan kesehatan bisa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Proses berduka pada lansia seringkali lebih kompleks karena melibatkan refleksi pada hidup yang telah dijalani dan masa depan yang terbatas. Oleh karena itu, memahami bagaimana lansia berduka sangat penting untuk memberikan dukungan yang tepat. Hal ini akan sangat membantu
Berduka tidak hanya tentang menangisi yang hilang, tetapi juga tentang bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan kehidupan yang baru tanpa kehadiran orang yang dicintai. Pada lansia, proses ini bisa memakan waktu lebih lama dan memerlukan dukungan yang berbeda dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Sebagai contoh, kehilangan pasangan hidup setelah puluhan tahun bersama bisa membuat lansia merasa sangat kesepian dan hilang arah. Mereka tidak hanya kehilangan seseorang, tetapi juga rutinitas harian dan peran yang telah mereka mainkan bersama selama bertahun-tahun.
Ketika berbicara tentang berduka pada lansia, penting juga untuk mempertimbangkan kondisi kesehatan fisik dan mental mereka. Lansia mungkin menghadapi masalah kesehatan seperti penyakit kronis atau penurunan kemampuan kognitif, yang dapat memperparah perasaan duka. Terkadang, mereka mungkin merasa sulit untuk mengungkapkan perasaan mereka atau mencari bantuan karena stigma atau kebiasaan budaya yang mendorong mereka untuk 'tetap kuat' di depan orang lain.
Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas sangat penting untuk membantu lansia melewati masa-masa sulit ini. Memberikan perhatian, mendengarkan cerita mereka, dan membantu mereka menjaga rutinitas sehari-hari bisa membuat perbedaan besar. Selain itu, ada berbagai sumber daya seperti kelompok dukungan atau konseling yang bisa membantu lansia menghadapi duka mereka dengan cara yang sehat dan konstruktif. Memahami proses berduka yang dialami lansia adalah langkah pertama menuju memberikan dukungan yang tepat dan memastikan mereka tidak merasa sendirian dalam menghadapi kehilangan.Â
Pengalaman kehilangan orang tercinta adalah salah satu pengalaman paling menyakitkan yang bisa dialami seseorang, dan proses berduka adalah perjalanan yang unik bagi setiap individu. Elizabeth Kubler-Ross, seorang psikiater terkenal, memperkenalkan model lima tahap berduka dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1969. Meskipun model ini awalnya dikembangkan berdasarkan pengamatan terhadap pasien yang menghadapi kematian mereka sendiri, tahapan ini juga dapat diterapkan pada orang yang mengalami kehilangan. Mari kita telusuri lima tahap berduka menurut Kubler-Ross (2014) dan bagaimana hal ini relevan bagi lansia yang sedang menghadapi kehilangan.
1. Penolakan (Denial)
Tahap ini adalah mekanisme pertahanan sementara yang membantu kita mengatasi syok dari kehilangan yang baru saja terjadi. Pada tahap ini, lansia mungkin merasa bahwa kenyataan dari kehilangan itu sulit untuk diterima. Mereka mungkin berpikir, "Ini tidak mungkin terjadi," atau "Ini pasti hanya mimpi buruk." Penolakan memberi waktu untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan yang berubah secara drastis.
Penolakan dapat terlihat seperti ketidakmauan untuk membicarakan orang yang telah pergi atau menghindari situasi yang mengingatkan mereka pada orang tersebut. Bagi lansia, hal ini bisa berarti menghindari aktivitas yang biasa mereka lakukan bersama pasangan atau teman yang hilang. Meskipun tahap ini bisa tampak seperti bentuk penolakan terhadap kenyataan, sebenarnya ini adalah cara alami untuk memberi waktu pada diri sendiri untuk memproses kehilangan tersebut secara perlahan.
2. Marah (Anger)
Setelah kenyataan mulai meresap, sering kali muncul rasa marah. Marah bisa ditujukan kepada diri sendiri, orang lain, atau bahkan orang yang telah pergi. Lansia mungkin merasa marah pada diri sendiri karena merasa tidak bisa berbuat lebih banyak atau pada dokter dan perawat yang merawat orang yang mereka cintai. Perasaan ini adalah bagian dari upaya mencari seseorang atau sesuatu yang bisa disalahkan atas rasa sakit yang mereka rasakan.
Marah adalah emosi yang normal dalam proses berduka. Ini menunjukkan betapa dalamnya kehilangan itu mempengaruhi mereka. Pada tahap ini, penting bagi orang di sekitar lansia untuk memberikan dukungan dan pengertian, serta tidak mengambil sikap defensif terhadap kemarahan mereka. Mengizinkan mereka untuk mengekspresikan kemarahan dapat membantu mengurangi intensitas emosi tersebut dan memungkinkan mereka untuk melangkah ke tahap berikutnya dalam proses berduka.
3. Tawar-menawar (Bargaining)
Pada tahap ini seseorang mungkin mulai membuat janji atau "kesepakatan" dengan diri sendiri atau dengan kekuatan yang lebih tinggi untuk menghindari kenyataan dari kehilangan tersebut. Lansia mungkin berpikir, "Jika saja saya bisa melakukan ini atau itu, mungkin semuanya akan kembali seperti semula," atau "Jika saya berhenti melakukan ini, mungkin rasa sakit ini akan berkurang."
Tawar-menawar adalah upaya untuk mendapatkan kembali rasa kendali dalam situasi yang tampaknya tidak bisa dikendalikan. Ini bisa melibatkan refleksi terhadap masa lalu dan pemikiran tentang apa yang bisa dilakukan secara berbeda untuk mencegah kehilangan tersebut. Meskipun tahap ini bisa penuh dengan rasa bersalah dan penyesalan, ini adalah langkah penting dalam proses berduka yang membantu individu untuk menghadapi kenyataan kehilangan dan mulai mencari cara untuk melanjutkan hidup.
4. Depresi (Depression)
Setelah melalui penolakan, kemarahan, dan tawar-menawar, seringkali muncul perasaan sedih yang mendalam. Ini adalah tahap depresi, di mana kenyataan kehilangan tersebut benar-benar terasa dan individu mulai merasakan dampak penuh dari kehilangan tersebut. Lansia mungkin merasa putus asa, tidak berdaya, dan kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya mereka nikmati.
Depresi dalam konteks berduka adalah reaksi alami terhadap kehilangan. Ini bukan tanda kelemahan atau kegagalan, tetapi bagian dari proses penyembuhan. Lansia mungkin menangis lebih sering, merasa lelah sepanjang waktu, atau mengalami perubahan dalam pola tidur dan makan. Pada tahap ini, sangat penting bagi mereka untuk mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan mental jika diperlukan. Memahami bahwa perasaan ini adalah bagian dari berduka dapat membantu mereka untuk tidak merasa sendirian dalam perjuangan mereka.
5. Penerimaan (Acceptance)
Tahap terakhir dalam proses berduka menurut Kbler-Ross adalah penerimaan. Ini bukan berarti individu "melupakan" orang yang telah pergi atau tidak merasakan kesedihan lagi, tetapi lebih kepada menemukan cara untuk hidup dengan kenyataan baru. Pada tahap ini, lansia mulai menerima kenyataan kehilangan dan mencari cara untuk melanjutkan hidup meskipun tanpa kehadiran orang yang mereka cintai.
Penerimaan bisa terlihat seperti kembali ke rutinitas sehari-hari, mencari aktivitas baru yang bermakna, atau bahkan menemukan cara untuk menghormati ingatan orang yang telah pergi. Lansia mungkin mulai merasa damai dengan kenyataan kehilangan dan mengenali bahwa kehidupan tetap berlanjut. Ini adalah tahap di mana mereka bisa mulai menemukan makna baru dalam hidup dan merencanakan masa depan yang penuh harapan.
Kubler-Ross menekankan bahwa model lima tahap duka bukanlah proses yang linier. Orang mungkin bolak-balik di antara tahap-tahap yang berbeda, dan mereka mungkin mengalami beberapa tahap secara bersamaan. Penting untuk diingat bahwa berduka adalah proses yang personal dan unik bagi setiap orang. Bagi lansia, memahami dan mengakui setiap tahap ini bisa sangat membantu dalam memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk melewati masa-masa sulit tersebut.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang lima tahap berduka menurut Kbler-Ross, kita dapat lebih siap untuk mendukung lansia dalam perjalanan mereka menghadapi kehilangan. Memberikan empati, pengertian, dan dukungan emosional sangat penting untuk membantu mereka menemukan cara untuk hidup dengan kenyataan baru. Berduka adalah bagian alami dari kehidupan, dan dengan dukungan yang tepat, lansia dapat menemukan cara untuk mengatasi kesedihan dan menemukan makna baru dalam hidup mereka.
Tips untuk Membantu Lansia yang Berduka
Memahami tahapan berduka adalah langkah pertama yang penting, namun kita juga perlu tahu bagaimana memberikan dukungan praktis kepada lansia yang sedang berduka. Berikut beberapa tips yang bisa membantu:
1. Dengarkan dengan Empati: Kadang-kadang yang paling dibutuhkan lansia adalah seseorang yang mau mendengarkan. Biarkan mereka berbicara tentang perasaan mereka tanpa memberikan penilaian atau saran yang tidak diminta.
2. Ajak Beraktivitas: Dorong mereka untuk tetap aktif secara fisik dan sosial. Aktivitas sederhana seperti berjalan-jalan, berkebun, atau mengikuti kelompok sosial bisa membantu mengalihkan pikiran dan mengurangi perasaan kesepian.
3. Berikan Dukungan Emosional: Tunjukkan bahwa Anda peduli. Kunjungi mereka secara teratur, telepon, atau kirim pesan. Kehadiran Anda, baik secara fisik maupun emosional, sangat berarti bagi mereka.
4. Bantu dalam Keseharian: Lansia yang sedang berduka mungkin merasa sulit untuk menjalani rutinitas harian mereka. Tawarkan bantuan dalam tugas-tugas seperti belanja, memasak, atau mengurus rumah.
5. Cari Bantuan Profesional: Jika Anda merasa bahwa mereka membutuhkan lebih dari yang bisa Anda berikan, jangan ragu untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau konselor
Dengan memberikan dukungan yang penuh kasih sayang dan perhatian, kita dapat membantu lansia yang berduka untuk melewati masa-masa sulit ini dan menemukan cara untuk melanjutkan hidup dengan damai dan penuh harapan.
Referensi:
Kübler-Ross, E., & Kessler, D. R. (2005). On Grief and Grieving: Finding the meaning of grief through the five stages of loss. http://ci.nii.ac.jp/ncid/BB00981106
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H